Aku tahu aku bukanlah si ahli perangkai kata. Begitupun ketika aku mulai mengetikkan kata pertama untukmu. Begitu banyak yang ingin aku tuangkan, tapi yang keluar adalah helaan dari mulutku. Seandainya surat ini bisa aku bagi hanya dengan telepati. Tapi tentu akan sangat melelahkan, karena aku harus bercerita satu-persatu kepada mereka yang ingin mendengar kisah kita.
Ah, kamu tentu merasa geli sekarang. Melihat aku begitu blingsatan mencoba untuk menyistematisasikan apa yang ada dalam pikiranku tentangmu. “Akhirnya si keras kepala menyerah juga,” begitu yang aku pikir sedang kamu pikirkan tentangku sekarang. Ya, setelah sekian lama, aku memutuskan untuk menulis kepadamu. Sesungguhnya, jika aku bisa, dan seharusnya bisa, surat untukmu ini tidak hanya terdiri dari 100, 1000, atau berpuluh ribu kata. Ini seharusnya menjadi surat yang tidak ada ujungnya. Masalahnya, kamu pasti tahu, aku tidak terbiasa untuk menuangkan kata cinta.
Apa kata pertama? Ah, mungkin akan tipikal. Seperti, “Apa kabar kamu?” Dan tentu saja kamu akan menjawab seperti biasa, “Kabarku selalu, dan akan selalu baik-baik saja, bahkan ketika kamu merasa kamu tidak baik-baik saja.” Lalu akan aku lanjutkan dengan, “Lagi sibuk apa?” Dan jawabmu akan, “Aku sedang menikmati tugasku menjagamu, mengasihimu, selalu.” Lucu, kamu selalu menjawab seperti itu. Apa kamu tidak bosan? Dan mungkin kamu akan menjawab, “Tidak pernah. Dan jika ya, apakah kamu bisa menerima kebosananku?”
Kamu, kepada siapa hatiku seharusnya aku berikan. Apa kamu tahu, sesungguhnya ketakutan terbesarku adalah kehilangan bagian diriku yang selalu mengingatmu dan balas mencintaimu? Sesungguhnya aku malu, betapapun aku marah, kesal, kecewa, kamu selalu ada untukku. Meski aku tidak selalu segera mendapatkan jawaban atas semua tanya yang ada, kamu selalu punya alasan di balik semua peristiwa. Kerapnya aku tidak mengerti kenapa sulit bagiku untuk mengerti alasanmu, tapi kau tidak jera untuk menjelaskan dengan caramu.
Kamu, kepada siapa aku kerap mengeluh. Apakah kamu tahu, rasanya malu untuk selalu melakukan itu kepadamu. Untuk selalu bergegas mendatangimu ketika beban keluhku sudah membuncah. Untuk selalu menangis ketika rasa sakitku sudah kurasa tak tertanggungkan lagi. Untuk selalu marah ketika aku merasa tak ada balasan sepadan untuk semua usaha yang kuberikan. Untuk selalu mengumpat betapa tidak adilnya dunia. Sesungguhnya aku malu atas setiamu mendengarkanku.
Tapi melalui surat ini aku ingin engkau tahu. Meski aku begitu menjengkelkan, tapi aku selalu mencintaimu. Aku berusaha keras untuk dapat selalu mencintaimu dengan mudah. Tanpa mempertanyakan semua jawaban yang engkau berikan atas apa yang aku ungkapkan. Tanpa memberikan jeda atas rangkaian ingatanku tentangmu. Tanpa menyediakan pengganti untuk mengisi ruang yang engkau tempati.
Kamu, mungkin rangkaian kata ini tidak berarti bagi yang lain. Tapi ini adalah ungkapan rasa cintaku untukmu. Dengan cara yang aneh, karena denganmu aku terbiasa bermain kata di dalam pikiranku. Tapi aku yakin engkau mengerti apa yang ingin aku sampaikan. Dan aku yakin, saat ini kau sedang meneteskan air mata sambil menyunggingkan senyuman untukmu. Aku sayang kamu, dan aku akan menjaga agar aku selalu begitu. Seperti yang selalu engkau lakukan untukku, tanpa syarat.
Terima kasih untuk selalu menjagaku. Terima kasih sudah memilih aku untuk mendiami tempatmu. Terima kasih untuk meniupkan nafas dalam jiwaku. Terima kasih untuk membekaliku dengan hati, akal logika dan raga yang sempurna.
Terima kasih untuk selalu menyayangi dan mencintaiku, Tuhan.
Cinta yang tak terhingga,
Ciptaanmu yang keras kepala
@I_am_BOA
Oleh: @I_am_BOA
Diambil dari: http://auntybety.tumblr.com
No comments:
Post a Comment