Selamat pagi.
Ini minggu pagi, tak terlalu cerah disini.
Mentari hanya muncul sesekali.
Begitupun denganku, baik perasaan maupun fisikku, keduanya sama-sama sedang “tak cerah”.
Ini terasa sejak semalam, semuanya terasa campur aduk, beberapa hal membuatku kesal, dan memaksaku mengalirkan beberapa tetesan air dari kedua mataku.
Aku terpaksa menyembunyikan wajahku dibalik bantal setiap kakak perempuanku masuk ke kamar.
Sepanjang malam hanya satu lagu yang kudengarkan, lagu yang sering sekali kudengarkan beberapa hari ini.
Sampai saat ini kepalaku masih terasa sangat berat, tapi entah mengapa dia masih saja sanggup mengingat.
Mengingat tentang seseorang, seseorang yang akhir-akhir ini mengalihkan duniaku, mengubah segala pandangan dalam hidupku, bahkan dengan mudah mengubah cita-citaku.
Hai, selamat pagi..
Apa kabarmu hari ini?
Ini surat keduaku untukmu, kau bingung yang pertama yang mana?
Kau ingat surat hari ke-4 kan??
nah ini surat kedua untukmu.
Oh iya, kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi, apa kabarmu hari ini?
Kalau kulihat dari “kicauan”mu sepertinya harimu akan menyenangkan ya?
Kenapa aku bisa bilang begitu, itu karena kau melihat pelangi di pagi hari, ah aku iri.
Aku suka sekali melihat pelangi, pelangi selalu membuatku merasa senang.
Dan akhir-akhir ini aku sangat rindu pada pelangi,mungkin dia telah tertutup oleh sesuatu yang sering kita sebut sebagai polusi.
Baiklah sebenarnya bukan ini inti dari sebuah surat ini, aku nyaris tak tau lagi harus berkata apa.
Aku pun juga tak mengerti tentang perasaan ini, ini benar-benar antara mimpi dan dunia khayal.
Perasaan ini sangat tak pantas, bahkan terasa sangat tak tau diri.
Tapi maafkan aku, aku terlalu mengagumimu, aku mengagumi lebih dari sekedar mengagumi.
Aku mempunyai perasaan yang cukup dalam padamu, baiklah, aku menyukaimu.
Maafkan aku, aku jatuh cinta pada kepribadianmu. aku sudah berusaha menolak perasaan ini, aku sudah ‘menampar’ diri sendiri, aku sudah berkata “Hey Chika, hentikan semua ini, sadarlah! kau siapa dia siapa, ini sangat tidak mungkin..”
Teman-temanku pun sudah berusaha menyadarkanku.
Tapi tetap tidak bisa, lagi-lagi dihadapanmu aku hanya es krim dan kau matahari, aku selalu ‘meleleh’ karenamu.
Maafkan aku yang tak tau diri ini.
Mungkin suatu saat kau akan membaca surat ini, saat kau membaca surat ini tolong jangan benci padaku.
Ini benar-benar sungguh diluar kendali.
Sekarang sudah sampai urusan hati.
Ada rindu dan cemburu yang tak tau diri, dan tak mengerti.
Tak mengerti bahwa aku ini tak pantas, tak pantas memiliki perasaan seperti ini.
Perasaan pada seseorang yang tak mungkin kugapai.
Maaf, atas semua. ini, maaf atas harapan yang tentang masa depan ini.
Aku sangat ingin saat orang-orang bertanya padaku tentangmu, “Chika, siapa dia??”
dan dengan nada mantap dan penuh perasaan bahagia aku berkata, “Dia,…..dia masa depanku”.
Tapi aku tau ini sangat tidak mungkin.
Mungkin seharusnya saat mereka bertanya, “Chika, siapa dia?”
Dengan nada datar bahkan nyaris lirih seraya menarik nafas panjang aku akan menjawab, “Dia masa depanku,……………….semoga.”
Atau mungkin pilihan jawaban terakhirku adalah “Dia …, harapanku, hanya sebatas harapanku.”
teruntuk seseorang di surat hari ke-4 ku….
Oleh: @fransiscaoktav
Diambil dari: http://fransiscaoktavia.tumblr.com
No comments:
Post a Comment