Dear, Yang Tak Sanggup Ku Sebut..
Sebelum kutulis surat ini lebih lanjut, lebih baik kamu mencari posisi yang nyaman untuk membaca, karena aku tidak tahu apakah surat ini akan sangat panjang atau sangat pendek. Jika terlalu panjang aku minta maaf, karena mungkin aku ingin menganggap surat ini sebagai tong sampah hati tempat aku membuang semua yang selama ini terpendam membusuk di dadaku.
Kamu apa kabar?
Sepertinya pertanyaan itu tak pantas ku lontarkan karena kita tak pernah saling sapa. Hanya sekedar ingin melunakkan isi surat ini, aku menanyakan hal itu dan semoga tanpa aku tahu jawabannya, kamu akan selalu baik baik saja.
Entah mulai kapan aku mengagumimu lewat celotehan lucu, puisi atau sekedar twit foursquare, terkadang ketika kamu ngetwit posisimu ada di suatu tempat, aku ingin sekali datang kesana melihatmu dari kejauhan tanpa punya nyali untuk menyapa. Kamu adalah kekagumanku berselaput jarak dan nyali, mengenalmu dari kejauhan sudah menjadi kebahagiaan yang membuatku aneh dikeseharianku, kadang aku suka bertanya-tanya kalau sudah lebih dari 8 (delapan) jam kamu tidak meghisai timeline-ku, kamu dimana, sedang apa, kenapa belum ada twit-mu di timelineku?.. Oohh iya.. Aku selalu melihat timeline-mu, aku tidak ingin terlewatkan ocehanmu walaupun hanya sapaan “selamat pagi” yang bisa membuatku semangat sehari penuh. Maaf untuk itu, aku sudah terlampau jauh memperhatikanmu, sadar kalau aku sudah melewati teritorial perasaan yang sesungguhnya aku sendiri tidak ingin, dan entah sampai kapan aku akan melirik aktivitasmu di linimasa. Sebelumnya aku ingin menulis mengenai perasaan ini di #cumanaksirunite, tapi aku terlalu malu, dan mungkin surat ini adalah pelampiasanan perasa aksaraku. Ada beberapa puisi kecil yang sesungguhnya aku buat untuk kamu yang begitu saja mengudara di linimasa, celotehan rindu ataupun sesak yang aku lontarkan demi menenangkan diri sendiri.
Aku kira twitter hanya sebuah permainan dengan 140 karakter berisi celotehan celotehan yang tidak akan membawaku pada sebuah perasaan kagum ataupun seperti ini. Ternyata ini permainan yang membuatku terbawa arus celotehanmu hingga aku menggulung didalamnya. Kebahagiaan yang terlalu sederhana karena hanya melihat rajutan aksaramu dapat merubah warna pipiku sehari penuh walau kadang terselip perasaan yang membuat hati menggelitik nyeri. Surat ini akan sama nasibnya dengan puisi-puisi kecilku yang tak sanggup ku kirim, dan akan kujadikan bantal demi memimpikanmu atau aku terbangkan kelangit igauan dimimpiku malam ini, hingga entah.
Terima kasih dan terirama kasih atas segala kicauan yang mungkin kamu anggap sederhana, namun bagiku istana dengan segala rasa.
Sebelum kutulis surat ini lebih lanjut, lebih baik kamu mencari posisi yang nyaman untuk membaca, karena aku tidak tahu apakah surat ini akan sangat panjang atau sangat pendek. Jika terlalu panjang aku minta maaf, karena mungkin aku ingin menganggap surat ini sebagai tong sampah hati tempat aku membuang semua yang selama ini terpendam membusuk di dadaku.
Kamu apa kabar?
Sepertinya pertanyaan itu tak pantas ku lontarkan karena kita tak pernah saling sapa. Hanya sekedar ingin melunakkan isi surat ini, aku menanyakan hal itu dan semoga tanpa aku tahu jawabannya, kamu akan selalu baik baik saja.
Entah mulai kapan aku mengagumimu lewat celotehan lucu, puisi atau sekedar twit foursquare, terkadang ketika kamu ngetwit posisimu ada di suatu tempat, aku ingin sekali datang kesana melihatmu dari kejauhan tanpa punya nyali untuk menyapa. Kamu adalah kekagumanku berselaput jarak dan nyali, mengenalmu dari kejauhan sudah menjadi kebahagiaan yang membuatku aneh dikeseharianku, kadang aku suka bertanya-tanya kalau sudah lebih dari 8 (delapan) jam kamu tidak meghisai timeline-ku, kamu dimana, sedang apa, kenapa belum ada twit-mu di timelineku?.. Oohh iya.. Aku selalu melihat timeline-mu, aku tidak ingin terlewatkan ocehanmu walaupun hanya sapaan “selamat pagi” yang bisa membuatku semangat sehari penuh. Maaf untuk itu, aku sudah terlampau jauh memperhatikanmu, sadar kalau aku sudah melewati teritorial perasaan yang sesungguhnya aku sendiri tidak ingin, dan entah sampai kapan aku akan melirik aktivitasmu di linimasa. Sebelumnya aku ingin menulis mengenai perasaan ini di #cumanaksirunite, tapi aku terlalu malu, dan mungkin surat ini adalah pelampiasanan perasa aksaraku. Ada beberapa puisi kecil yang sesungguhnya aku buat untuk kamu yang begitu saja mengudara di linimasa, celotehan rindu ataupun sesak yang aku lontarkan demi menenangkan diri sendiri.
Aku kira twitter hanya sebuah permainan dengan 140 karakter berisi celotehan celotehan yang tidak akan membawaku pada sebuah perasaan kagum ataupun seperti ini. Ternyata ini permainan yang membuatku terbawa arus celotehanmu hingga aku menggulung didalamnya. Kebahagiaan yang terlalu sederhana karena hanya melihat rajutan aksaramu dapat merubah warna pipiku sehari penuh walau kadang terselip perasaan yang membuat hati menggelitik nyeri. Surat ini akan sama nasibnya dengan puisi-puisi kecilku yang tak sanggup ku kirim, dan akan kujadikan bantal demi memimpikanmu atau aku terbangkan kelangit igauan dimimpiku malam ini, hingga entah.
Terima kasih dan terirama kasih atas segala kicauan yang mungkin kamu anggap sederhana, namun bagiku istana dengan segala rasa.
oleh: @penjahitHuruf
diambil dari: http://penjaithuruf.wordpress.com
No comments:
Post a Comment