Ini tidak akan menjadi surat yang romantis, sebagaimana kamu tahu bahwa aku memang bukanlah orang yang romantis.
Lentera,
Entah kata apa yang paling tepat untuk kukatakan padamu saat ini, aku hanya dapat menemukan kata ini;
Terima kasih.
Untuk beberapa tahun kebersamaan kita.
Untuk tetap mencintaiku, ketika kamu mengetahui bahwa aku sempat menjadi pecandu.
Untuk dukunganmu.
Untuk waktu-waktu berharga yang telah kamu luangkan untuk menemaniku ke rumah sakit.
Untuk semangat hidup yang kamu tularkan ketika Ibuku meninggal. Terima kasih telah menjauhkan segala jenis benda tajam dan obat-obatan saat itu.
Untuk segalanya, yang tak dapat terucap.
Lentera,
Beberapa minggu lalu aku tak sengaja melihat memo di ponselmu, aku membaca kalimat ini;
Aku menerimamu sebagai aku menerima hidupku. Cinta dan apa adanya.
Kemudian ini;
Seperti kehidupan, aku mencintai kamu. Hmm, atau mungkin sebaliknya.
Dan ini;
Ketertarikanmu terhadap sejenismu, tidak akan merubah cintamu kepadaku, kan? Aku harap begitu.
Sampai di memo ini, aku terdiam.
Iya, aku ingat, beberapa minggu lalu aku menceritakan padamu tentang ketransgenderanku.
Maaf, Tera, aku baru menceritakannya.
Iya, Ra, aku masih mencintaimu. Sama seperti beberapa tahun lalu. Apakah kamu tahu? Walaupun aku memiliki ketertarikan kepada sesama jenis, sejak aku mulai mencintaimu, aku selalu berusaha untuk menjadi seorang heteroseksual.
Aku memang hanya dua kali mengingat sekaligus mencintaimu. Ketika aku menarik nafas dan menghembuskannya kembali.
Seperti namamu, lentera, kamu cahaya penuntunku.
Bukan, aku tidak sedang menggombal seperti yang kamu sering katakan selama ini. Aku serius mencintaimu.
Lentera,
Maukah kamu menjadi rumah berpulangku?
21 Januari 2012
Dengan segumpal rasa,
V
oleh: @teruuus
diambil dari: http://teruuus.wordpress.com
No comments:
Post a Comment