Untuk Mbak Valencia Mieke Randa (@justsilly)
Hai Mbak, Selamat pagi/siang/sore/malam
*tergantung waktu Mbak (mudah-mudahan) membaca surat ini.
Sebelumnya perkenalkan, namaku Nisaa. Aku ‘pengikut’ tweet-tweet Mbak
belum lama, baru sejak Oktober 2011. Meski baru sebentar, banyak
inspirasi yang aku dapatkan dari Mbak. Aku belajar tentang kecerdasan,
ketulusan, dan konsistensi luar biasa dan wujud tindakan konkret dari
sosok Mbak. Aku yakin, sudah banyak pujian, yang memang pantas Mbak
dapatkan dari banyak orang lainnya. Namun dalam tulisan kali ini,
izinkan aku untuk tidak membahas tentang kehebatan dan sosok Mbak yang
luar biasa. Karena bagaimanapun aku berusaha, aku tidak akan mampu
menyaingi para wartawan yang menulis tentang Mbak. Lagipula, aku justru
takut kata-kata akan membatasi ungkapan kekagumanku. Karena sepertinya,
apapun yang aku tuliskan, tidak akan cukup untuk menggambarkan
kekagumanku pada Mbak.
Karena itu, mudah-mudahan Mbak tidak keberatan, kalau kali ini aku
bercerita tentang pengalaman pertama aku donor darah. Seumur hidupku
yang sudah berlangsung 24 tahun lebih dua bulan, aku mengalami lima kali
pingsan. Empat dari lima peristiwa pingsan itu diakibatkan karena
darah. Jadi, setiap aku melihat darah, sedikit saja mengalir dari tubuh
aku, aku langsung pusing, dan pingsan. Pada kejadian pertama, aku tak
sengaja memecahkan toples Mama. Kemudian tanganku terluka, aku berdiri
untuk diobati oleh kakak. Tiba-tiba aku pingsan dan jatuh dengan posisi
kepala persis menjatuhi pecahan toples, sehingga mendapatkan 3 jahitan
di kepala. Belakangan, aku selalu bersiap-siap ketika berdarah. Begitu
aku merasakan pusing, aku akan duduk, sehingga aku jarang pingsan lagi.
Namun, empat kejadian pingsan di masa lalu itu memberikanku pengertian
yang salah. Aku pikir, aku tidak akan sanggup melakukan donor darah.
Beberapak kali ada kegiatan donor darah di kampus aku dulu. Sebenarnya
ada keinginan aku untuk ikut. Namun, aku selalu berpikir aku akan
pingsan sejak tetes pertama darah keluar dari tubuhku.
Sampai akhirnya, aku bertemu dengan Mbak, meski hanya melalui dunia
maya. Bulan Oktober yang lalu, aku berada di Jogja untuk menghadiri
Pertemuan Nasional AIDS. Tiba-tiba salah satu peserta drop dan
membutuhkan darah. Aku yang membantu teman menyebarkan info kebutuhan
darah tersebut, disarankan untuk men-cc ke akun @bllod4lifeID, dan
@justsilly. Alhamdulillah, delapan kantong darah berhasil didapatkan
malam itu juga.
Sejak itu, aku yang langsung mem-follow akun Mbak dan @blood4lifeID,
mendapatkan banyak informasi tentang donor darah. Tidak sekedar
informasi mengenai kebutuhan transfusi, tetapi juga tentang pentingnya
donor darah untuk menolong orang lain, bahkan manfaat bagi pendonor. Aku
yang tertarik mulai browsing, dan sampai pada kesimpulan bahwa
sebenarnya aku tak punya alasan apapun untuk merasa donor darah akan
menyebabkan aku pingsan.
Kesempatanku untuk mendonor darah pun datang semalam. Berawal dari
seorang kawan yang membutuhkan darah AB (+). Aku tak tahu dia sakit apa,
yang aku tahu dia kekurangan trombosit, dan penyakitnya penyakit bawaan
(gen). Dia harus mendapatkan transfusi trombosit berkali-kali, sejak
dia masih SMA. Saat dia drop tubuhnya kejang-kejang, dan memar-memar.
Kali ini, lagi-lagi aku meminta bantuan @blood4lifeID, dan mbak untuk
menyebarkan informasi tentang kebutuhan temanku. Kami pun mendapatkan
donor yang bersedia datang ke PMI, untuk diperiksa, lalu darahnya harus
diproses untuk pemisahan trombosit sebelum didonorkan kepada temanku.
Sambil menunggu, aku berpikir inilah saatnya aku donor darah. Aku pun
mengambil formulir dan mengisinya. Setelah mengisi aku sempat ragu.
Namun seorang kawan menemaniku dan memutuskan untuk mendonorkan darahnya
juga. Sampai di ruangan untuk periksa golongan darah, aku menyerahkan
formulirku. Lagi-lagi aku merasa takut. Dinginnya ruangan membuat
kepalaku pusing, dan dadaku berdegup lebih kencang.
Lalu Mbak tahu apa yang terjadi? Tiba-tiba saja bayangan wajah Mbak
hadir ke benakku. Wajah Mbak yang kukenal sebatas avatar twitter. Dari
mulai avatar Mbak dengan jampul katulampa, sampai avatar terakhir yang
membuat Mbak terlihat berusia 17 tahun. Ajaib. Aku cukup menghembuskan
nafas, lalu ketakutanku sirna, dan aku melangkah yakin ketika dipanggil
ke ruang transfusi. Prosesnya pun lancar. Alih-alih pingsan, sepanjang
transfusi aku malah cekikikan karena acara televisi yang disetel di
ruang donor darah. Malah aku dapat pin lucu bertuliskan golongan
darahku. Hehe.
Begitulah Mbak, pengalaman pertamaku donor darah, dengan latar
belakangnya yang banyak dipengaruhi oleh Mbak. Semoga saja, aku bisa
terus konsisten melakukan apa yang bisa aku lakukan agar bermanfaat,
termasuk dengan cara donor darah.
Terima kasih ya Mbak, untuk semangat, untuk inspirasi, dan untuk
pembelajaran yang luar biasa. Tidak hanya melalui BFL, tetapi juga
melalui 3LA, dan kisah-kisah Mbak tentang Tissa, Nando, dan
pejuang-pejuang hebat lainnya. Terima kasih untuk peduli, untuk cinta
yang begitu besar, juga untuk berbagi kepedulian dan cinta itu.
Aku sayang Mbak
Ps: salam untuk anak-anakmu yang istimewa ya Mbak
Bekasi, 21 Januari 2012
Dinda Nuur Annisaa Yura
- @dnaynisaa
No comments:
Post a Comment