Teruntuk : perjalanan Lampung - Sumedang
Sebelum memulai surat ini, aku mau kita semua kembali mengingat apa
yang terjadi di pertengahan tahun 90an. Ya, ada aku, ayah dan ibu. Saat
libur lebaran menjelang, kita sekeluarga akan mudik ke Sumedang, rumah
emih. Ingat?
Nah, pasti ingat saat itu perjalanan Lampung - Sumedang bisa memakan
waktu kurang lebih 12 jam lamanya. Karena belum adanya tol, dan
kendaraan atas nama pribadi tentunya. Perjalanan ditempuh dengan bis,
kapal laut, diakhiri mikrolet menuju rumah emih. Ingat?
Aku ingat sekali saat itu. Dimana ibu biasa membuat bekal berupa nasi
dibungkus daun pisang dengan lauk tempe orek kesukaanku. Dimana aku dan
ayah menyanyi sepanjang jalan. Dimana 12 jam yang seharusnya melelahkan
terasa menyenangkan karena canda tawa bersama.
Oke, sekarang kita kembali ke masa kini. Masih ada aku, ayah, dan
ibu. Masih di perjalanan Lampung - Sumedang. Dengan keadaan lebih baik
karena dibangunnya tol Cipularang yang menghubungkan Jakarta - Bandung,
yang mempersingkat waktu tempuh. Dan sebuah mobil pribadi, yang memberi
kenyamanan lebih.
Tapi, aku tak lagi menemukan hal-hal yang menyenangkan diantaranya.
Tak ada lagi bekal ibu dan nyanyian ayah. Ayah terlalu sibuk menyetir
dan memperhatikan jalanan. Ibu terlalu sibuk dengan ponselnya, entah itu
sesekali menjawab telepon atau membalas pesan singkat. Dan aku pun
sibuk dengan berbagai ‘mainan’ yang ayah dan ibu beri, yang berhasil
merebut senyumku bersama kalian.
Dengan waktu tempuh yang lebih singkat, aku masuk dalam perangkap
bosan lebih lama yang melelahkan. Dengan jarak yang lebih dekat, aku
terjebak dalam sekat kebisuan dengan ayah dan ibu. Masing-masing dari
kita sibuk dalam urusan sendiri tanpa berani buka suara atau bertukar
canda.
Maka, aku titipkan sepucuk rindu untuk perjalanan Lampung - Sumedang 15 tahun lalu.
dari : Aku yang sekarang
- @eigent
No comments:
Post a Comment