Selamat pagi, Kopi.
Keberatan kah, kamu kupanggil begitu? Kamu kan yang paling melarangku minum kopi lagi sampai mengirim pesan singkat yang isinya tentang bahaya kopi dan tidur terlalu malam. Aku senang sekaligus tertekan. Kopi adalah sebagian hidupku. Sulit membayangkan harus hidup tanpa minuman hitam itu. Tapi, aku sudah berhasil menguranginya lho.
Omong-omong, kalimatku kok seperti sedang mengobrol dengan pacarku, ya. Padahal kamu itu cewek sepertiku, mantan teman sekelas sekaligus asramaku. Kamu, Safira Elfadhilah yang seumur hidup harus dipanggil Kak Sa karena ulahku. Ini surat kaleng untukmu. Surat yang nggak seperti surat kaleng karena kamu tahu aku yang menulisnya untukmu. Well, sebelumnya aku pernah menulis surat semacam ini untuk dua sahabatku. Judulnya 'Surat Cinta Untuk Sahabat'. Jujur, saat itu aku menulisnya karena rindu mereka. Satu hal yang paling menyakitkan sekaligus tak terelakan dari semua adalah jalinan yang tergerus waktu. Salah satu temanku bilang kalau surat itu membuatnya renyuh dan terharu. Aku tertawa di balik senyum hambar. Yang terharu membaca surat itu justru temanku. Bukan sahabat-sahabatku yang notabene sasaran utamaku. Kamu tahu, sekeras apapun aku mencoba menarik mereka, waktu tetap memenangkan pertarungan itu dariku. Mereka nggak berubah menjadi apapun. Mereka sama tapi kami terjebak dalam waktu dan dunia yang semakin berbeda. Ini sudah terjadi lama, tapi rasanya hanya aku yang berusaha agar persahabatan kami tetap merdeka. Lama kelamaan, semua hal yang harusnya aku tahu, mulai hilang dari hidupku. Semua hal yang harusnya mereka tahu, mulai kusimpan dan kubagi justru untuk orang lain.
Maaf jalau jadi memuntahkan semua omong kosong ini. Dari sekian banyak teman yang sayang dan memerhatikanku, kamu salah satu yang terbaik. Salah satu yang paling mengerti dan memahami. Tempat dimana seharusnya orang-orang terdekat yang mengisi, kamu yang mengisi. Kamu seperti kakak perempuan yang nggak pernah kupunya. Seperti malaikat yang selalu siap memotong sayapnya hanya untuk diberikan padaku agar aku terbang. Hahaha, aku mulai berlebihan, ya. Tapi percayalah, setelah semua yang kualami selama ini, aku jadi tahu mana orang-orang yang memang meletakkanku di bagian terbesar hatinya, mana yang hanya sebatas kata. Aku senang menjadi diriku. Aku dikelilingi begitu banyak perhatian dan perlindungan. Tapi tetap saja, orang-orang yang seharusnya menempati 'tempat' mereka, justru hilang entah kemana, dan orang-orang sepertimu menggantikan 'tempat' mereka.
Aku senang sekaligus benci bahwa pada kenyataannya kamu tahu lebih banyak tentangku ketimbang sehabatku sendiri. Kamu ingat aku suka nanas, kamu tahu sifatku, merasa senang mendengar ceritaku. Dan bagian yang terbesar, kamu cinta tulisanku. Orang-orang yang kuharapkan tahu bahkan nggak ambil pusing dengan semua itu. Bahkan, sekalipun mereka bersamaku, aku merasa sendiri seperti orang bodoh. Dengan adanya kamu yang aku sayang seperti kakak perempuanku, aku tahu aku selalu punya seseorang yang memerhatikanku meski nggak bertemu.
Aku senang saat kamu cerita tentang permasalahan cintamu. Selama ini hanya aku yang sibuk memusingkanmu dengan banyak hal remeh temeh semacam itu. Hanya aku yang menumpahkan semua emosi dan kamu hanya menatap dan menenangkanku. Aku senang kita masih bisa berbagi seperti layaknya dua sahabat yang ingin selalu memberi.
Omong-omong, kemarin aku menangis melihat salah satu adegan di drama Korea '49 Days'. Aku nggak mengikuti drama itu dan hanya menonton saat sempat saja, tapi satu adegan itu membuatku terenyak. Tiga orang cewek, duduk jongkok di koridor kelas karena dihukum. Cewek yang tengah mengeluarkan sepotong roti coklat besar, membelahnya jadi dua, dan menyuapkannya pada dua sahabatnya di kanan-kiri. Lalu, dua sahabat itu memotong kue mereka jadi dua lagi dan menyuapkannya pada cewek di tengah. Lalu mereka tertawa dengan mulut penuh kue coklat.
Bukan adegan utama dan bukan inti cerita, tapi aku menjatuhkan air mata.
Kamu tahu aku bukan tipe melankolis. Salah satu temanku bahkan bilang aku ini orang terkuat sekaligus terkeras yang pernah ia temui. Mungkin ia benar. Tapi yang kuat dan keras hatinya, juga nggak pernah punya daya untuk menahan apa yang diluar kehendaknya.
Aku yang sekarang, bahkan nggak lagi merindukan satu sahabatku itu. Satu dari mereka masih bersamaku, yang satu juga-sepertinya-masih bersamaku tapi hadirnya abu-abu. Yah, apapun itu, aku hanya ingin ia bahagia. Rasanya seperti anak kecil membicarakan ini, tapi aku akan lebih merasa kecil lagi kalau nggak mengeluarkan semua ini.
Kenapa aku kirim surat ini padamu? Karena kamu mungkin satu-satunya yang mengerti. Karena kamu mungkin satu-satunya yang nggak akan menertawakan semua gejolakku. Karena kamu, salah satu teman terbaik yang bangga padaku.
Aku berterima kasih atas namaku, atas nama diriku, dan atas nama Zach di Celemek Merah Muda. Kamu suka sekali dengan cerita pendek itu dan aku menghadiahkan cerita itu padamu. Terima kasih karena sudah bersamaku di saat-saat paling sulit saat SMA dulu. Terima kasih karena sudah sekedar mengingat kalau aku mampu.
Semoga Tuhan selalu memelukmu, kakak perempuanku.
No comments:
Post a Comment