Sepertinya aku tak harus menanyakan kabarmu terlebih dahulu sebagai pembuka surat cinta ini. Karena jawabannya sudah pasti “istimewa”. Persis seperti yg tersemat pada namamu.
Dan jelas aku tau pasti kabarmu karena kebetulan aku pun sedang mendiami tanahmu. Bukan di Bintaro lagi.
Ya, memang sejak 3 tahun lalu aku merantau meninggalkanmu demi menuntut ilmu di salah satu sekolah kedinasan di Bintaro. Tapi kamu perlu tau, meninggalkanmu bukan berarti aku berhenti mencintaimu. Justru malah semakin berlipat ganda, hingga tak terkalkulasi lagi.
Kamu tak tau kan bagaimana perasaanku selama masa ‘pengasingan’ itu? Ada sesuatu yg aku bingung bagaimana harus mendeskripsikannya dengan kata. Tapi orang-orang sering menyebutnya dengan nama rindu.
Aku tak pernah bisa menyembunyikan rona bahagia setiap kali ada waktu liburan yg cukup untuk pulang ke tanahmu.
Norak? Persetan. Bagaimana bisa aku tak senorak itu. Di sini mataku belajar menangis. Di sini mulutku mengenal cara tertawa dan menertawakan hidup. Di sini kakiku pertama kali berdiri hingga mampu berlari. Di sini juga tanganku dididik agar tau kapan harus merangkul dan kapan harus mengepal.
Oh ya, satu lagi. Aku mengenal berbagai macam perasaan juga di sini, salah satunya cinta. Sejak aku lahir, tumbuh, kemudian belajar menjadi dewasa, hingga akhirnya cita-cita mengharuskanku mencoba mengeja kata ‘selamat tinggal’ padamu.
Sekarang, akhirnya masa kuliahku selesai. Aku jadi punya banyak waktu luang untuk meresapi keistimewaanmu lagi sembari menunggu pengumuman penempatan kerja dari Kementerian yg nantinya akan ‘mengusirku’ ke antah berantah.
Pasti banyak orang yg iri padaku, ketika aku bisa menemui senja dari atas Taman Sari lagi. Bisa jalan-jalan di sepanjang Jalan Malioboro lagi. Bisa melihat sepeda, andong, becak, dan kendaraan-kendaraan bermesin berjalan dengan harmonis di satu jalan. Bisa mendengar tawa dan obrolan hangat lintas profesi dan kasta di angkringan-angkringan pinggir jalan. Emm„ dan bisa menemui mantan-mantan yg dulu telah berjasa mendewasakanku tentunya.
Cuma itu? Jelas bukan. Salah satu keistimewaanmu itu justru terletak pada keterbatasan kata yg susah payah mendeskripsikan keistimewaanmu.
Di mana lagi aku bisa menemui semua ini kalau bukan di tanahmu ini? Aku tak yakin akan ada jawaban ‘ya’ untuk pertanyaan yg satu ini.
Terakhir dan terpenting, tetaplah menjadi istimewa dan hangat kepada siapa pun. Banyak temanku dari kota lain yg tidak bisa tidak tertarik padamu. Bahkan cinta.
Dan, izinkan aku untuk terus membanggakanmu di mana pun aku akan ditempatkan nanti.
Salam ISTIMEWA, tanah para masdab!!!
Dariku..
Oleh: @herv_
No comments:
Post a Comment