Morning….
Apa kabar Ndut? Baik-baik saja disana? Apa kabar juga baby girl-mu? Dia begitu mirip kamu. Pipi gembil, kulit putih, dan mata sipit. Seperti dulu pernah kita angankan. Anak kita akan seperti itu. Selamat ya, aku senang baby girl di angan kita mewujud nyata di kehidupanmu, biarpun tak bersamaku.
Aku tuliskan surat ini untukmu, atas nama rindu pada 6 tahun yang dulu pernah kita punya. Iya, aku rindukan kita yang dulu. Maaf jika mengganggumu, izinkan saja aku mengenang kita. Tidak, aku tidak suka mengingat-ingat kita. Buatku, kenangan memang hanya untuk dikenang, bukan untuk diingat-ingat. Hari ini, biarkan aku mengenang semua milik kita dulu.
Aku masih suka mencium aroma Gatzby Biru. Itu biasa kamu pakai dulu, mungkin juga sampai sekarang. Aku juga masih membaca buku-buku yang dulu pernah kamu beri. Kamu masih ada Ndut. Kamu memang sejarah di hidupku, karena itulah tidak akan ada yang bisa menghapusmu dari hidupku.
Aku ingat pertemuan pertama kita. Lalu sebulan kemudian aku resmi jadi kekasihmu. September 2003, aku tidak akan pernah lupa. Pun demikian dengan 16 Oktober 2003, tanggal jadian kita yang sampai pertemuan terakhir kita pun masih jadi PIN ATM ku. Aku ingat manjamu, aku ingat marahmu, aku ingat semua pertengkaran kita. Apa disana kamu juga ingat? Setelah sebuah pertengkaran hebat, kita akan mulai saling bicara “tenang”. Akan ada adu argumen panas diantara kita, akan ada ledakan emosi disana. Dan yang kusuka, kemarahan kita satu sama lain tak sedikitpun melonggarkan eratnya pelukan kita. Katamu,”Kita kalau marahan harus tetap pelukan. Ada yang gak boleh lepas diantara kita. Setidaknya sentuhan jemari akan membuat hati lebih cepat damai.” Kamu benar Ndut, kita selalu bisa melewati semua, waktu itu. Ingat waktu saking marahnya aku sampai melempar cangkir kaca ke arahmu? Aku sudah lupa itu karena apa, hahaha… Atau kemarahanku karena kamu susah sekali diminta berhenti merokok. Aku menyayangimu, aku cuma gak mau kamu sakit. Pemaksaanku beralasan kan? hehehe… Dan waktu itu aku benar-benar ngamuk waktu tahu kamu masih suka mencuri waktu merokok dibelakangku. Ingat dulu kita sampai “break” gara-gara urusan rokok? Yang kuingat, kamu menangis dan memelukku lama sekali. Kamu pamit sambil meminta maaf karena masih berbohong soal berhenti merokok. Ah, itu juga cuma beberapa hari. Kita memang tidak bisa jauhan terlalu lama.
Aku ingat waktu kamu melamarku. Itu hari terindah. Tapi setelahnya mimpi buruk membayangi perjalanan kita. Setelah 5 tahun bersama, kita merencanakan pernikahan. Tanpa kita sadari, ada rencana lain dariNya yang tidak mungkin terelakkan. Semakin dekat hari bahagia itu, semakin muram kehidupan cinta kita. Aku semakin yakin ada yang tidak beres dengan pilihan kita. Tak cukup lagi cinta yang dijadikan sandaran. Kita perlu menengok logika. Kita harus berani menelan realita. Kita mulai saling menuntut, akhirnya tersudut. Kita berujung dengan saling menyakiti. Kita susah untuk berdamai. Kita, mati.
Aku ingat pertemuan terakhir kita. Kamu memelukku erat sambil menahan isak. Sementara aku diam tak tahu harus berekspresi apa. Aku mati rasa. Aku tak tahu apa beda sedih dan bahagia. Aku pecah berantakan entah jadi berapa. Aku cuma ingin lupa. Hari Minggu itu, 18 Oktober 2009, dua hari setelah hari jadi kita yang ke 6, kita mengakhiri kemelut yang lama terpendam. Di hari itu kita pun memutuskan berhenti memimpikan masa depan bersama. Give up. Kita tak punya lagi daya untuk melangkah berdua. Keluarga besar kita pun tak mungkin lagi dipersatukan. Cinta kita hancur hari itu. Pembatalan pernikahan itu menghancurkan semua, tak hanya kita, tapi juga keluarga. Tapi kita beragama kan Ndut? Kita tahu rencana Tuhan selalu berujung indah.
Detik ini, indahnya rencana Tuhan sudah kamu cecap. Keluarga kecilmu pasti sangat bahagia. Seorang istri cantik dan bayi perempuan lucu sebagai pelengkap. Aku ikut merasakan bahagiamu Ndut. Aku juga masih mendoakanmu dari jauh. Masih ada perih saat mengingatmu, tapi aku tahu semua akan segera pulih. Dua tahun berlalu setelah pertemuan terakhir kita, dan aku baik-baik saja. Masih banyak yang ingin kuceritakan disurat ini. Enam tahun kita mungkin akan jadi buku bersambung kalau dituliskan. Biarlah kita, masing-masing menyimpan 6 tahun itu dikotak kenangan. Sesekali akan kita masuki kotak itu untuk sekedar mengenang. Tak perlu diingat-ingat ya Ndut.
Salamku untuk istri dan bayi perempuanmu. Juga salam hormatku untuk ibumu. Aku menyayangimu. Selalu.
Hari ke-1
Kediri, 14 Januari 2012, 10:46 WIB
dikirim oleh @yuri_andrinast di http://yurinastiti.tumblr.com/
No comments:
Post a Comment