Jadi seperti ini rasanya harus terus menerus minum obat untuk sembuh dari sakit tapi dalam seminggu kemudian kita malah disuntik penyakit.
Malam tadi tanganku gatal untuk menulisi tentang kamu tapi aku memutuskan untuk langsung tidur saja. Berharap memendam kamu di dalam pikiran bisa membuat kamu hilang dari ingatan. Berharap tidak menyebut-nyebut kamu sebelum lelap dapat membuat apa yang membekas itu lenyap. Berharap semua yang terjadi dalam lingkaran tadi malam dapat terusir seperti gelap yang diusir terang.
Tapi berusaha tidur ketika ingatan tentang kamu mengetuk-ngetuk pikiran ternyata bukan sesuatu yang gampang. Lalu pagi ini, aku terbangun dengan ingatan tentang kamu yang tidak juga hilang.
Ini semua gara-gara kamu. Kenapa kamu bisa sebegitu menganggu ketika kamu bahkan tidak melakukan apa-apa. Kenapa kamu hanya duduk diam disitu dan bisa kelihatan sebegitu menariknya?
Kamu tahu kan betapa membosankannya lingkaran ini setiap malam. Kita duduk di atas lantai dingin, mengantuk dan diganggu nyamuk, juga mungkin ditontoni setan-setan hitam dari atas pohon-pohon besar menyeramkan dipekarangan,
dan hujan.
Tapi di lingkaran itu kamu seperti lampu, dan aku selalu suka lampu-lampu.
Maka, mulai hari ini aku memang harus minum obat lagi. Iya, minum obat lagi untuk kemudian disuntik penyakit lagi. Lalu minum obat lagi dan disuntik sakit lagi.
Kamu bisa bayangkan bagaimana melelahkannya? Obat itu pahit dan susah ditelan, dan aku tidak tahu sejauh apa bisa bertahan.
Tapi yang seperti ini bukan gara-gara kamu, untuk kali ini aku tidak menyalahkan kamu. Aku tahu aku punya pilihan untuk tidak minum obat, untuk hanya membiarkannya saja dan melihat apa yang terjadi selanjutnya. Tapi aku lebih memilih obat, melihat bagaimana lampu-lampu selalu bisa membuatku kecanduan sementara kamu tidak seperti lampu-lampu lainnya, adalah jenis lampu yang membahayakan; meracuni.
Jadi aku memilih obat yang pahit dan susah ditelan ini.
Biar harapan yang mematikan ini hilang. Biar aku tidak kehilangan kewarasan. Karena kamu, lelaki dalam lingkaran, adalah sesuatu yang tidak terjangkau.
Sincerely, Siluman Laron.
Malam tadi tanganku gatal untuk menulisi tentang kamu tapi aku memutuskan untuk langsung tidur saja. Berharap memendam kamu di dalam pikiran bisa membuat kamu hilang dari ingatan. Berharap tidak menyebut-nyebut kamu sebelum lelap dapat membuat apa yang membekas itu lenyap. Berharap semua yang terjadi dalam lingkaran tadi malam dapat terusir seperti gelap yang diusir terang.
Tapi berusaha tidur ketika ingatan tentang kamu mengetuk-ngetuk pikiran ternyata bukan sesuatu yang gampang. Lalu pagi ini, aku terbangun dengan ingatan tentang kamu yang tidak juga hilang.
Ini semua gara-gara kamu. Kenapa kamu bisa sebegitu menganggu ketika kamu bahkan tidak melakukan apa-apa. Kenapa kamu hanya duduk diam disitu dan bisa kelihatan sebegitu menariknya?
Kamu tahu kan betapa membosankannya lingkaran ini setiap malam. Kita duduk di atas lantai dingin, mengantuk dan diganggu nyamuk, juga mungkin ditontoni setan-setan hitam dari atas pohon-pohon besar menyeramkan dipekarangan,
dan hujan.
Tapi di lingkaran itu kamu seperti lampu, dan aku selalu suka lampu-lampu.
Maka, mulai hari ini aku memang harus minum obat lagi. Iya, minum obat lagi untuk kemudian disuntik penyakit lagi. Lalu minum obat lagi dan disuntik sakit lagi.
Kamu bisa bayangkan bagaimana melelahkannya? Obat itu pahit dan susah ditelan, dan aku tidak tahu sejauh apa bisa bertahan.
Tapi yang seperti ini bukan gara-gara kamu, untuk kali ini aku tidak menyalahkan kamu. Aku tahu aku punya pilihan untuk tidak minum obat, untuk hanya membiarkannya saja dan melihat apa yang terjadi selanjutnya. Tapi aku lebih memilih obat, melihat bagaimana lampu-lampu selalu bisa membuatku kecanduan sementara kamu tidak seperti lampu-lampu lainnya, adalah jenis lampu yang membahayakan; meracuni.
Jadi aku memilih obat yang pahit dan susah ditelan ini.
Biar harapan yang mematikan ini hilang. Biar aku tidak kehilangan kewarasan. Karena kamu, lelaki dalam lingkaran, adalah sesuatu yang tidak terjangkau.
Sincerely, Siluman Laron.
Oleh --@melynmels
diambil dari http://annarumi.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment