Semarang, 7 Januari 2012
Teruntuk suamiku,
Mungkin kau akan tersenyum geli sebab tak biasanya aku mengirimimu surat, atau bisa juga justru kau makin ingin memelukku erat seusai membaca surat ini. Semoga. :)
Sengaja kuletakkan surat ini disamping teh hangat dan sup rumput laut favoritmu. Jadi kuharap kau dalam keadaan hangat saat membacanya.
Suamiku, apa hari ini kau akan pulang larut lagi? Aku pikir, kau tak perlu terlalu menempa otot dan sarafmu untuk memberiku beribu hadiah kemewahan. Bukan tak butuh, namun kurasa akan lebih indah jika kita memperjuangkannya berdua. Untuk apa aku bahagia sedang wajah suamiku kuyu kelelahan?
Agar bebanmu tak terlalu berat, secepatnya aku akan mencari pekerjaan yang sekiranya tak akan mengganggu tugasku sebagai istri. Dengan begitu kau bisa tetap berjalan, dan aku yang mendorong. Bukankah seperti itu esensi sebuah cinta dan rumah tangga? Jadi lakukanlah dengan sedikit lebih santai sayang, jangan berlari.
Bagiku, sementara waktu tinggal di rumah mungil ini pun tak masalah asal denganmu. Rumah ini sudah cukup hangat, sayang. Pun Zahira, anak kita, dia masih 4 tahun, belum mengerti apa itu kemewahan. Yang dia butuhkan saat ini hanya aku dan engkau sebagai orangtuanya. Dia membutuhkan ayah terbaiknya. Aku khawatir dia tak akan mengenali ayahnya bila hampir setiap hari kau pulang larut. Zahira biasa tidur jam 8 malam, maka usahakanlah untuk pulang lebih cepat agar paling tidak kau bisa menimangnya sampai tertidur.
Sayangku, ingat kali pertama kita bertemu? Kita sepakat bertemu di sebuah coffee shop dan aku datang dengan baju kuyup kehujanan. Kau dengan perhatian menawariku teh hangat. Lalu kita menghabiskan malam dengan perbincangan-perbincangan manis yang membuatku tubuhku melupakan rasa dingin. Yang paling kuingat adalah tatapan mata hangat dan caramu berbicara. Belum berubah hingga saat ini, sekalipun sudah 6 tahun lamanya kita menikah.
Tunjukan hal mana darimu yang tak jadi kesukaanku? Pun kekuranganmu akan jadi hal yang membuatmu lebih kucintai. Jadi tak perlu terlalu lama berkaca sayang, kekuranganmu hanya sebesar debu yang menempel di selaput mataku. Aku berkedip, dan lalu hilang, kekuranganmu bukan lagi jadi masalah besar. Tentunya tak akan kuijinkan kau menyematkan cincin di jari manisku jika aku tak mencintai keseluruhanmu, sayang.
Mencintaimu adalah mudah. Aku tak butuh panduan di bagian ini. Namun, bagian mana yang indah dari mencintai tanpa ingin membahagiakan? Untuk itu aku tetap membutuhkanmu, agar mencintai tak jadi hal yang sekadar. Jadi tetaplah di sisiku, aku bahagia dengan membahagiakanmu dan juga Zahira.
Selamat hari ulang tahun pernikahan, suamiku.
Terima kasih telah mencintaiku. Terima kasih telah menggenapkanku.
Aku mencintaimu.
Tertanda,
Istrimu
*note: aku pergi mengantar Zahira masuk sekolah, pagi ini hari pertamanya masuk TK. Habiskan sarapan yang sudah kusiapkan ya. Dasi, kemeja dan jasmu juga sudah kisiapkan di tempat biasa.
No comments:
Post a Comment