20 January 2012

Things Behind a Goodbye

Bandung, 19 Januari 2012

Teruntuk sahabat kami,


manusia extra-menyenangkan, si alay tergaul sejagad Bandung-Batam, @adityadeny


Hey, Lay..

Masih begitu pagi di Bandung, dini hari tepatnya. Saat surat ini saya tulis mungkin kamu sedang bersiap-siap menuju bandara. Bukan, bukan long weekend yang menuntut kamu harus sesegera mungkin pulang ke Batam. Ayahmu dan keluarga sudah menunggu, itulah alasan kamu pulang.

Saya mungkin gak lebih kaget dari kamu saat mendengar kabar kalau ayahmu telah tutup usia, dengan begitu tiba-tiba. Puput yang memberitahu saya kabar duka ini via Direct Message Twitter pukul setengah sebelas malam tadi.

“Ndil, aku barusan dapet kabar dari temen aku katanya papanya Aditya yang temen kamu itu meninggal. :(“

Saya, dengan panik malah balik bertanya apakah Aditya yang ia maksud adalah kamu. Setelah Puput mengiyakan, tanpa berpikir panjang saya langsung hubungi kamu via BBM. Saya takut kamu belum tau tentang hal ini, walaupun sebetulnya sudah barang tentu kamu diberitakan lebih awal dari siapapun.

Lay, walaupun kamu jarang sekali ceritakan tentang ayah kamu, saya yakin itu tidak akan mengurangi rasa sayang kamu pada beliau. Saya yakin, bagi kamu, beliaulah ayah terbaik yang dikirim Tuhan untuk menjaga keluargamu. Saya pun yakin, baginya, kamulah anak lelaki yang paling luar biasa dalam hidupnya.

Bagi saya pribadi, ayah adalah lelaki paling hebat yang menyayangi saya tanpa banyak kata-kata. Mungkin beliau gak secerewet ibu kita, tapi bisa jadi justru diamnya adalah perhatian. Dalam diam beliau mengawasi anak-anaknya, membimbing dan menjaga tumbuh kembangnya, memenuhi kebutuhan hidupnya. Bisa jadi, saat kita terlihat murung dan ibu kita menghampiri lalu bertanya tentang apa yang terjadi, justru ayah kitalah yang menyadari pertama kali kalau ada yang salah. Beliau lalu meminta ibu menanyakannya pada kita.

Saya kurang tau tentang kamu, tapi seringkali saya kesal pada ayah saya yang punya sifat over-protective terhadap anak-anaknya. Kami sekeluarga betul-betul dibiasakan dari kecil untuk tidak keluar rumah lewat dari waktu magrib. Tentu saja saya, kakak dan juga adik mengalami masa-masa dimana kami berontak. Kami ingin juga merasakan jalan malam bersama teman-teman, entah untuk sekedar nonton ke bioskop, menonton pentas seni ataupun mengerjakan tugas.

Tapi setelah saya hidup terpisah karena kuliah di Bandung, saya tersadarkan pada kenyataan bahwa selama ini saya begitu bodoh. Saya terlalu sering mengingkari kenyataan bahwa sifat over-protective ayah saya semata-mata hanya karena rasa sayang beliau yang kelewatan. Beliau terlalu sayang pada anak-anaknya, sampai kadang-kadang malah emosi yang menguasai nada suaranya saat kami pulang terlambat. Padahal dibalik semua itu, ada begitu banyak cinta dan rasa khawatir.

Saya kira sebagai seorang anak, pemahaman kita mengenai figur ayah kurang-lebih sama. Walaupun mungkin ayah kamu bukan tipe over-protective seperti ayah saya, bukan berarti sayangnya pada kamu tidak sebanyak yang kamu tau. Ayah-ayah kita juga manusia. Mereka punya cara sendiri dalam mencintai kita. Selayaknya kita, sebandel dan senakal apapun kelakuan kita, saya yakin dalam diri kita masing-masing pasti ada rasa sayang yang terselip untuk orangtua.

Tiada pernah terbayangkan bagaimana perasaan kamu sekarang, Lay.. Jujur, untuk membayangkan perasaan kamu, lalu menuliskan surat ini saja tangis saya sudah pecah dari tadi. Betul-betul gak bisa ditahan lagi. :’(

Saya punya mimpi, saya ingin ayah saya menjadi orang pertama yang saya cium tangannya saat hari kelulusan nanti. Saya ingin ayah saya yang berjabatan tangan dengan calon suami saya di depan penghulu nanti. Saya ingin ayah saya yang mengelus perut buncit saya saat saya hamil dan mengantar saya sekali-sekali periksa kandungan. Saya ingin ayah saya hadir di setiap pesta ulang tahun cucunya kelak. Saya ingin jadi anaknya yang selalu membanggakan, yang tanpa saya hidupnya adalah kurang lengkap. Saya ingin jadi anaknya yang selalu soleh, yang tiada hari tanpa doa terucap untuknya. Saya ingin jadi anaknya yang dipercaya, yang tiada bosan beliau semangati saya untuk berjuang.

Lay, hari ini bukanlah ‘tanda titik’ bagi rasa sayang antara kamu dan ayahmu. Ini masih koma. Tuhan masih tawarkan banyak cara bagi kamu untuk berbakti. Doakan yang terbaik bagi beliau, maafkan semua yang kamu rasa pernah salah, ikhlaskan semua yang kamu rasa pernah mengganjal.

Jadilah pribadi yang lebih kuat, Lay.. Jadilah lelaki seperti apa yang pernah ayah kamu cita-citakan untukmu. Seperti beliau, kamu juga harus jadi yang terbaik dalam keluarga. Banggakan mereka semua. Saya yakin kamu lebih dari mampu melakukan semua itu. :)

Akhir kata, sampaikan ucapan belasungkawa dan salam hangat dari saya dan teman-teman sekelas untuk keluargamu di Batam. Ingatlah, peluk kami tak pernah tertutup jika kamu ingin kami rengkuh. Have a save flight, Lay.. Kami tunggu di Bandung yaa.. :)


Dari kami,


keluarga besar yang sulit berhenti extra-heboh, MBTI International :)



Oleh:

Diambil dari: http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com

No comments:

Post a Comment