12 February 2012

Tukang Pos Cinta

Hai, kau. Iyaa, kau. Yang sedang membaca deretan kata yang mungkin tak akan berarti untukmu.
Si tukang pos yang selalu sabar (atau mungkin ogah-ogahan) membaca seiap surat yang dimention ke akun twitter. Si tukang pos yang kadang muncul di timelineku dengan tweet-tweet galau. Atau sajak yang mungkin kadang tak kumengerti artinya.

Adimas Immanuel.

Awalnya namamu terasa asing di teligaku. Namun lambat laun, aku jadi terbiasa.
Haha, aku bingung sendiri membuat surat cinta untuk tukang posku sendiri.
Tapi semalam, ide ini muncul begitu saja, menguap seiring dengan kata-kata yang sedang kau baca ini.
Taukah kau? Rasanya tak rela setelah ini tanggal 14 akan datang. Saat kegiatan ini harus diakhiri. Saat tidak ada alasan lagi untuk mention. Saat rasanya malas sekali menulis tanpa alamat.

Aku tidak mengenalmu. Apalagi sok kenal.
Aku hanya mengagumi deretan kata yang kau buat. Mengagumi kesabaranmu membaca puluhan atau bahkan ratusan surat yang masuk setiap harinya. Pasti repot. Mungkin lelah. Atau bosan setiap hari membaca hal itu-itu saja.
Kau hebat. Haha. Dan sabar sekali lagi.

Untukmu, si lelaki tukang pos.
Ini adalah luapan kagumku. Yang (semoga) tersampaikan lewat kalimat dalam surat ini.
Nah, bekerjalah lagi. Masih banyak hal-hal yang menantimu di luar sana. Bersemangatlah!

untuk Adimas Immanuel, si lelaki tukang pos.

oleh: @saraahaghnia
diambil dari: http://uncoloursky.blogspot.com/2012/02/hari-ke-dua-puluh-sembilan-tukang-pos.html

Janji Kelingking

Untuk : Kamu
Dari : Aku

ehem :)
ini surat kelima belas, tapi belum juga kamu membalas, ya iya, kamu emang jarang online, lebih tepatnya gak bisa online :p


aku ingin mencetak ingatanku, biar aku bisa mereview setiap waktu
ingat, aku pelupa yang (tak) kau lupakan :)


tapi yang saat ini masih di segar kepala, masih tentang kamu, lebih tepatnya tentang kamu dan aku.
tentang awal awal kita menjadi satu, hihi. lucu sekali
tapi yang paling aku suka, janji kelingking aku dan kamu,
kita mengulangnya lagi, setelah pertama kali berikat kelingking di depan kosmu,
iya, tepat ! itu waktu aku menyampaikan perasaan dan meminta kepastian :)
tapi untuk kali ini, kita berjanji kelingking lewat pesan singkat, inginnya romantis, tapi apa daya, si waktu selalu mengganggu
sepertinya aku harus ketik setiap kata, supaya tak lupa

kamu : eh mas, punya jas ujan warna gelap nggak? yg ga egois tapi, buat diklat soale
aku : ada, warna doreng, ntar aku tanyain ayahku
kamu : doreng itu yang gimana mas? gelap deh pentinge, bener bener? gapapa? makasi makasi #mau sujud ini
aku : lak lebe, haha.. ya ntar tak tanyain ayahku dulu, soalnya ayahku mau latihan perang
kamu : itulah efek diklat (?) woo perang? sama siapa?
aku : latihan perang sayangku cintaku kasihku pujaan hatiku --'
kamu : hehe, sabar mas.. latihan perang, semangat semangat buat ayahnya :D, makasih banyak pokoke, besok tolong ya mas, pliss :D
aku : ------- *saya lupa balas apa*
kamu : besok aku pinjem boleh ya mas? makasi banyak mas :D tadi wes keliling aku nyari, capeek
aku : wani piro?
kamu : inget iklan aku --' maune opo wes?
aku : *akal bulus keluar* jangan tinggalin aku, mudah kan?
kamu : okeok, retweet :D aku ga mau kemana mana mas pacar, suer :p
aku : janji? *nyodorin kelingking*
kamu : Janji *pake kelingking juga* :)
---------------dan pembicaraan menjadi gak penting :p

ya itu aku dan kamu, haha. dari jas hujan, menjadi percintaan
kamu jangan sampai bosan dengan kata kata ya, kata kata itu apik, apalagi kalau ada aku dan kamu di dalamnya :)

oleh: @rupmakrup
diambil dari: http://anotherpart.blogspot.com/2012/02/surat-kelimabelas-janji-kelingking.html

Sepertinya jatuh cinta lagi..

Dearest kamu..

Kamu tau gimana rasanya menunggu-nunggu seseorang online untuk sekedar menulis beberapa kata di twitter miliknya sendiri?
Saya tau rasanya..

Kamu tau gimana rasanya seperti ada kupu-kupu diperutmu saat sekedar chit chat dengan seseorang spesial?
Saya tau rasanya..

Kamu tau gimana rasanya ketika disapa terlebih dahulu dengan messenger itu disaat sedang asik-asiknya mengerjakan sesuatu? Dan menghentikan semua kegiatan untuk fokus kepada pembicaraan itu?
Saya tau rasanya..

Kamu tau gimana rasanya ketika menyadari seseorang yang terus-menerus berlari-lari difikiranmu saat akan tidur pada malam hari? Dan alhasil kamu jadi lebuh susah untuk tidur karna memikirkannya?
Saya tau rasanya..

Kamu tau gimana rasanya saat menyadari dia sedang membutuhkan seseorang untuk sekedar bercerita, sekedar mengeluh tentang kehidupan. Tetapi lebih memilih untuk pura-pura tidak tau dan berdiam diri. Hanya mendoakan segala masalah yang menyesakan jiwanya itu telah diselesaikan?
Saya tau rasanya..

Untuk seseorang yang bisa membuat hati saya terbuka dan jatuh cinta lagi setelah sekian lama menutup hati :’)

oleh: @SeptyDI
diambil dari: http://septydwiindriani.tumblr.com/post/17418660557/sepertinya-jatuh-cinta-lagi

Cincin Di Jemari Manis

Kepada: Cincin di jari manis.



Hari ini, setelah bertahun-tahun lamanya dia menetap di jemari manis sebelah kananku, kuungsikan juga ke jemari lainnya. Setelah semalam ada yang menghampiri dan bertanya, “Itu cincin di jari manis, memang kamu sudah menikah?” lagi aku tersenyum tanpa memberi jawaban. Cincin polos perak yang sudah ada sekitar 5 tahunan ini tidak pernah barang sedetik pun berpindah, bahkan saat aku mandi.



Mereka bilang orang yang bercincin di jari manis sebelah kanan otomatis memberi tahukan ke orang lain bahwa ia sudah menikah. Haruskah aku menikah dahulu hanya untuk memperindah si manis? Haruskah aku mengikat janji hanya untuk merias si manis?



Bekas cincin itu kini memutih di jemari. Memberikan tanda ada yang memang pernah bertahta di sana. Seperti hatiku yang memang sudah ada pemiliknya, si pemberi cincin polos berwarna perak. Tanda itu mengingatkan aku kepada kekasihku, pemilik hatiku, yang pernah menikahi hatiku bertahun lamanya.



Si pemberi cincin yang kini sudah tiada.

Yang sudah mati dan menuju surga.









……………………… mati. mati. mati. mati. mati. mati. mati ……………………….



Meski si cincin ini sudah harus berpindah jemari, hatiku masih tak bisa berpindah ke tempat lain. Hatiku ikut mati, bersama pemiliknya.



oleh: @starlian
diambil dari: http://starlian24.wordpress.com/2012/02/10/cincin-di-jemari-manis/

Passion

Niet,



Niet, kamu suka musik? bisa nyanyi? Tapi kamu ngga suka karaokean. Kamu pernah cerita itu. Setiap kali kamu diajak karaokean temen-temenmu, kamu pasti menolak jika memang tidak benar-benar mendesak seperti ketika yang ngajak adalah bosmu. Kamu bilang kamu memang ngga bisa nyanyi. Ngga bisa nyanyi dalam artian bukan berarti ngga bisa menghafal lirik, tapi kamu kurang pede dengan performamu.

Aku juga seperti kamu Niet, ngga bisa nyanyi. Bisa pun setengah-setengah. Seingatku, aku memang jarang bisa menghafal satu lirik lagu secara utuh kecuali beberapa lagu. Aku lebih sering hanya menghafal bagian reff-nya. Bagiku mengulang-ulang bagian reff terkadang serasa kita menyanyikannya secara utuh. Kau boleh tertawa jika menganggapnya lucu.

Pengetahuanku tentang musik juga tergolong minim. Paling-paling beberapa tembang lawas yang cukup terkenal saja yang aku ketahui. Aku malas update musik. Aku tidak begitu mengetahui perkembangan musik zaman sekarang. Entahlah, meski beberapa acara televisi gencar-gencarnya menayangkan acara musik, bahkan bisa setiap hari mereka konser, tapi itu tak membuat aku semakin tertarik dengan update musik sekarang ini. Aku juga tak tahu, musik-musik yang disajikan seolah kehilangan daya tariknya di telingaku ini.

Semalam aku membaca sebuah buku. Bukan tentang buku musik. Tapi ada satu bagiannya yang menyinggung tentang maestro musik Ludwig van Beethoven. Terus terang aku tidak begitu tahu tentang karya-karya Beethoven. Salah satu karya terbesar Ludwig van Beethoven adalah Simfoni nomor sembilan. Inilah yang menarik buatku. Konon Simfoni nomor sembilan ini dibuat saat Beethoven benar-benar tuli sempurna.

Aku tertarik dengan cerita itu. Lalu aku sengaja jalan-jalan di internet untuk mengetahui rekam jejak Beethoven. Aku semakin kagum. Beethoven adalah maestro besar. Namun siapa sangka jika perjalanannya sejauh itu dilalui dengan begitu berat. Sejak usia muda dia mengalami gejala tuli. Tuli adalah ancaman yang paling serius bagi seorang pemusik. Ia bisa menjadi akhir dari segalanya. Sejak saat itu Beethoven mulai menarik diri dari pergaulan. Karya-karyanya juga mulai seret. Hidupnya semakin nelangsa.

Dalam kondisi yang buruk seperti itu ditambah satu kenyataan bahwa hingga umurnya yang semakin menua dia belum memiliki pendamping hidup, itu membuatnya semakin frustasi. Hidupnya mulai goyah dalam segala aspek. Kehidupannya semakin asosial, krisis keuangan,hingga karya-karyanya pun semakin minim.

Usia empat puluh, ia seratus persen tuli. Satu kenyataan yang kejam bagi seorang komponis sebesar Beethoven. Tapi ia tidak pernah menyerah. Dalam kondisinya yang tuli sempurna tersebut, siapa sangka justru ia menghasilkan karya yang disebut-sebut karya terbesar Beethoven sepanjang hidupnya. Simfoni nomor sembilan. Karyanya sendiri yang tak pernah bisa didengar oleh telinganya yang tuli. Namun kata-kata terakhirnya sungguh tepat, “aku akan mendengarnya di surga”.

Beethoven menghadapi penderitaannya dengan elegan!

Sebenarnya aku pernah mengatakan hal senada itu. Meski seingatku, aku mengatakannya dalam keadaan sedikit goyah.

Niet, kamu pernah patah hati? Itu terlihat seperti pertanyaan bodoh melihat kondisimu setegar ini. Dimataku kamu selalu terlihat ceria. Kamu benar-benar menikmati hidup. Aku tahu kamu seorang wanita mandiri, tidak pernah menggantungkan apa pun kepada orang lain. Setiap kali ada masalah, kamu selalu bisa mengatasinya sendiri.

Tapi lika-liku kehidupan seseorang memang berbeda Niet. Semua orang memiliki ceritanya masing-masing. Aku pun begitu. Dalam perjalananku, tidak bisa dipungkiri, aku menginginkan kondisi yang lurus-lurus saja. Cari sekolah gampang, kuliah lancar, rejeki mengalir, menabung, membantu orang tua dll. Termasuk satu hal, cinta. Semua orang menginginkan mendapatkannya bukan? Hidup memang terasa kurang sempurna tanpa cinta. Kalau tidak salah itu ada lagunya.

Ah Niet, kadang semua yang kita inginkan tak selamanya bisa kita dapatkan. Aku tahu itu. Aku pun demikian. Aku pernah memiliki seorang teman wanita yang begitu aku cintai. Teman SMA. Aku sempat berfikir dia cinta sejatiku. Karena kami pun saling mencintai. Aku berharap akan menikahinya suatu hari nanti. Sebelum semuanya dikacaukan dengan kejadian itu. Dia dijodohkan dengan orang lain. Aku tahu itu sepenuhnya salahku. Karena aku terlalu lambat dalam memberikan kepastian kepanya. Cinta masih terlalu sulit buatku waktu itu. Hingga akhirnya digantikan kekecewaan yang datang begitu menyakitkan.

Hari-hari kami lalui dengan penuh kekecewaan. Dia pun sering mengeluhkan bahwa laki-laki yang dijodohkannya itu, yang sekarang menjadi suaminya, sering melukai hatinya. Tapi toh aku tak lagi bisa berbuat apa-apa. Satu-satunya jalan adalah mendo’akannya agar mampu mengarungi bahtera rumah tangga bersama suaminya dengan penuh kebahagiaan.

Aku pun mencari kehidupanku sendiri. Berusaha bersikap realistis dengan kejadian itu. Tapi toh kekecewaan tak bisa dipungkiri Niet. Pernah suatu ketika aku begitu merasa depresi. Muncul suatu pertanyaan konyol menyisakan rasa penasaran dalam kepalaku. Akhirnya kutanyakan kepada salah seorang sahabatku. “Kang, semisal seseorang tidak ditakdirkan bersama di dunia, apakah mungkin mereka akan bisa bersama di akhirat?”, jawab sahabatku waktu itu,”mungkin”. “Meskipun ia sudah menjadi istri orang lain?” Sahabatku terdiam.

Aku tahu pertanyaan itu sungguh konyol Niet. Pertanyaan yang tidak sepatutnya keluar dari mulut orang normal. Tapi aku memang merasa tidak normal Niet. Aku limbung waktu itu. Ditambah suatu kenyataan bahwa ketika aku merasa harus menemukan penggantinya, aku kembali dikecewakan oleh kekasihku setelahnya. Seseorang yang begitu kuharapkan mampu mengobati kegelisahanku, ternyata menambah beban beratku.

Itupun tak sepenuhnya salah dia. Kata seorang sahabat yang lain, she’s just not into me. Ya, memang pada akhirnya, ketika kami putus, kata-kata mirip itu memang keluar dari email darinya. Hanya email? Benar, hanya email. Ia wanita yang lembut Niet. Terlalu lembut untuk mengatakannya langsung dihadapanku. Itu alasan ia hanya mengirimkan email. Dan seperti yang dia katakan, ia hanya tak merasa nyaman denganku. Everything okay, dia hanya tak mencintaiku. Menyadari ini memang menyakitkan, tapi mengetahui kenyataan tetap merupakan hal yang terbaik. Setidaknya untuk diambil pelajaran.

Meski demikian, perjalanan harus tetap dilanjutkan bukan? Ujian hanyalah sarana agar kita mampu mengambil pelajaran, bukan untuk menghentikan langkah kita. Kita harus tetap melangkah dengan gairah yang baru. Hasrat yang disebut passion. Aku mengetahui istilah itu dari buku Kevin Hall pada bab ketiga bukunya yang berjudul Aspire. Seperti judulnya, buku ini begitu menginspirasi. Meski pada dasarnya bukan karena buku ini aku bisa menghadapi pengalaman itu, tapi setidaknya buku ini menginspirasiku untuk menuliskan surat ini. Mengingatkanku bahwa setiap penderitaan yang kita alami adalah perlu. Bukan merupakan suatu kesalahan. Apalagi menyalahkan Tuhan. Aku sadar, perjuangan-perjuangan setelahnya harus tetap dilakukan. Hingga suatu saat aku menemukanmu. Cerita kita, tentu tidak akan aku ceritakan di sini. Terlalu berjejal jika dituliskan disini

Niet, semalam aku memposting catatan. Kukatakan,

“Niet, kamu itu seperti malam, bahkan dalam setiap perjuanganku mengejar siang-siang, kini aku tahu, tempat melabuhkan mimpi-mimpiku adalah kamu. Gud nite.”

oleh: @pung_kamaludin
diambil dari: http://wildworldwords.wordpress.com/2012/02/11/passion/

Viognier



Kepada perempuan yang berada di tepi jendela,

Apa yang membuatmu membentengi diri dengan rutinitas demi hidup di masa lalu?

Aku mengerti masa lalu bersama ayahmu adalah kebahagiaan; menunggunya pulang dari bepergian, membawa berbotol-botol anggur dan menyimpannya dalam wine cellar. Ikut mencicip rasa-rasa anggur yang bahkan ketika itu belum mampu kamu lafalkan namanya karena begitu rumit; Cabernet sauvignon… Gewurztraminer… Viognier… Meskipun pada akhirnya kamu menemukannya pergi dengan senyum di wajahnya.

Aku mengerti masa lalu bersama Remy adalah kebahagiaan; membunuh waktu dengan menulis berlembar-lembar manuskrip. Menunggunya hingga tertidur demi dia mendapatkan dua karakter utama untuk cerita yang tengah ditulisnya. Meskipun pada akhirnya dia pergi dalam pelukanmu sendiri.

Sama seperti lelaki yang pada akhirnya mampu menembus benteng pertahananmu, aku selalu bertanya apa yang kamu tulis dalam laptop di hadapanmu itu setiap harinya. Dan aku meragukan benarkah kamu hanya menulis kisah-kisah misteri dengan karakter detektif dan usahanya memecahkan misteri itu? Ah, betul, aku tidak salah menulis; aku menulis menembus bentengmu, karena meski lelaki itu dan kamu dapat menjalin dialog-dialog tanpa rasa kikuk, bentengmu masih berdiri kokoh. Kamu masih hidup di masa lalu.

Hei, apakah kamu pernah berpikir bahwa lelaki itu suatu saat akan melupakanmu? Ya, saat ini ia pun terluka atas pilihan yang telah kalian buat. Tapi lelaki itu tidak sendiri sekarang. Seseorang pernah berkata, bahwa cinta bisa datang karena terbiasa.

Apakah kamu masih takut dengan kesendirian sehingga membuatmu tetap memutuskan tenggelam di masa lalu – dengan benteng deretan kata dalam laptopmu, bangku di tepi jendela, dan gelas-gelas anggur? Bukankah Layla pernah berkata bahwa cinta itu punya bentuk yang berbeda-beda. Terasa beda dengan setiap orang. Jadi, kamu tidak perlu takut, bukan?

Karena, jika kamu ingin tahu, sejatinya perpisahan akan menuntunmu pada pertemuan baru.

Penuh cinta,
A.

—------
*a tribute to @WinnaEfendi‘s new book – Unforgettable

oleh: @prameswary
diambil dari: http://ayuprameswary.wordpress.com/2012/02/11/surat-29-viognier/

Sebelas

Selamat pagi. Ini tanggal 11!
Ya, aku selalu ingat pada tanggal 11, angka 11, dan segala hal yang berkaitan dengan angka kembar ini. Semua selalu ada kaitannya dengan kamu. Si fanatik sebelas tanpa sebab. Aku tau kamu lahir pada tanggal 11, dengan beralamat rumah di nomor 11, semua pemain bola yang kamu suka adalah para pemilik nomor punggung 11, hingga sampai nomor ponselmu berakhir di angka 11. Konyol memang kamu terlalu mengaitkan segala sesuatunya dengan angka. Apalagi jika kamu melihat jam tepat pukul 11:11, kamu akan sumringah dan selalu berteriak “Waaah, jam 11:11! Keren angkanya!” Sebenarnya, apa kerennya sih dengan 4 deret angka kurus tersebut? Hah, aneh. Tapi kini 11-11-11 sudah lewat dan kamu melewatinya tidak sesuai harapanmu. Sedih tidak? Hahaha, tenang saja, masih ada aku. Nanti kubuat kau mencintai angka lain selain angka 11.
Bahkan di ponselmu saja, semua lagu kamu masukkan yang di albumnya mendapat nomer urut 11! Menurut kepercayaan orang Sunda memang angka 11 merupakan angka yang baik. Aku memang orang baik, tapi aku bukan seseorang ke-11 yang akan kamu cintai, tapi yang pertama!
Omong-omong jika mau dikaitkan dengan angka 11, surat cinta ini sudah memasuki hari ke-29! 2+9=11 kan?

oleh: @sebutmawar
diambil dari: http://sebutmawar.wordpress.com/2012/02/11/sebelas/