19 January 2012

Bisakah?

Dear Mr.Doughty,

Aku tak pandai berkata-kata. Aku hanya bisa melakukan apa yang mungkin membuatmu bahagia.

Bisakah hanya dengan memberikan senyumku kau mengetahui betapa bahagianya aku berada di sampingmu?

Bisakah hanya dengan mengelus kepalamu saat kau sedih, kau tahu betapa pedulinya aku?

Bisakah hanya memberitahumu jangan begadang ya supaya bisa bangun pagi, kau sadar, kau adalah Pagi-ku?

Bisakah hanya dengan mengirimi-mu secangkir kopi setiap pagi kau mengetahui aku mencintaimu?

Atau bisakah kau membaca surat cinta ini, lalu kau sadar bahwa yang aku bicarakan itu dirimu?

Bisakah sesederhana itu?

Sincerely,

Aku, @ditaa7

Satu Silau dari Beribu Kilau

selamat dini hari, lagi.

saat ini, kak, aku sedang menulis di bawah bulan sabit yang separuh tertutup awan keruh. satu dini kelabu yang lain, aku tenggelam dalam kamu yang berkelebat cepat. ini kelam menyeretku jauh dari riuh. kembali pada tentangmu, kak, yang selalu menyesap segala gegap.

kakak, jika suatu hari langkahmu sempat terhenti di sini, di kota Batu, aku tak ‘kan sampai hati mengharapkan kesediaanmu mengunjungi rinduku. hanya saja kak, tengoklah satu bebukitan yang akan kau temui. ketika lampu- lampu kecil mengerling dari lembah yang jauh, coba imajikan aku; seorang gadis yang sekarat dengan ingatan berkarat. sebab di titik itu kini aku bersurat.


 
dulu di suatu bukit di kotamu, aku pernah menghentikan langkahku. di depan lelampuannya aku menangis. bagiku, mengetahui kemungkinan adamu adalah sebentuk  haru yang akan selalu baru.

kamu, kak, satu silau dari beribu kilau yang kulihat.


Halo Tuan Arsitek (3)

Halo Tuan Arsitek,


Aku mencintaimu tanpa aba-aba. Cinta yang jatuh begitu saja padamu dari kekosongan udara. Berawal dari cerita-cerita. Dimulai oleh sejumput inspirasi di sudut rasa.

Kamu singgah, laksana bayangan yang kemudian memiliki raga. Pelan-pelan kumaknai lewat rajutan wacana. Citra dalam kepala menjadi lembar-lembar berisi tatanan aksara. Penuh kamu, lahir dari kemurnian dan menjelma menjadi cinta.

Aku mencari.

Itu saja tak cukup.

Aku tidak ingin kisah itu hanya berupa rangka dari kata. Aku ingin imaji-imaji itu merupa.
Jari-jemariku adalah perangkai prosa, bukan pembentuk rupa. Aku bisa menggambarkannya dalam kalimat-kalimat bermakna. Namun hanya kamu yang dapat menuliskannya dalam gurat-gurat sketsa. Semua agar kisah itu makin sempurna. Agar kita saling menggenapi dalam rasa yang sama.

Aku mencari.

Dimulai dari surat ini dan surat yang lalu.

Aku menunggu.

Andai kau tahu.

Sampai jumpa di kesempatan yang tepat,

Nyonya Pengarangmu



Bogor, 17 Januari 2012

Batas Dunia


Teruntuk, Gea Oktaviani Putri, @ghe_oktav,
di Surga.

Hai, Ge. Apa kabarmu di surga sana? Apakah kau masih mengingatku? Orang yang dulu pernah begitu mencintaimu, dan teramat kaucintai.

Entah, apakah Pos Cinta ini dapat mengirimkan suratku sampai ke surga atau tidak. Namun aku hanya ingin menulis, karena aku rindu dirimu, yang dulu selalu mengajarkan sajak-sajakku agar dapat merangkai dirinya sendiri dengan indah.

Oiya, sudah hampir 4 bulan kamu pergi. Masih se-tegar dulu kah, kamu? Masih se-kuat dulu kah, kamu? Masih se-ceria dulu kah, kamu? Aku yakin, Tuhan membuatmu bahagia di sisi-Nya. Mungkin melebihi bahagiamu kala bersamaku.

Setahun. Mungkin membuatku belum cukup mengenalmu. Namun, entah mengapa aku begitu meyakini perasaanmu padaku, kala kita melakukan permainan bodoh, “Revisi Cinta”. Kala kau menitihkan air matamu, sembari berkata “Tak ada satu hal pun yang ingin ku ubah darimu. Aku terima apa adanya kamu”. Aku masih suka terharu jika mengingat ekspresimu kala itu.

Aku juga masih mengingat dengan jelas, bagaimana aku melihatmu menangis di Bandara kala itu. Saat itu, aku takut, bahwa itu adalah air mata terakhir darimu yang bisa kulihat. Aku takut, itu akan menjadi salam perpisahan darimu. Dan aku tak tahu, harus menangis bahagia, atau menangis sedih, untukmu.
Sampai akhirnya, aku harus benar-benar menerima kenyataan, bahwa Tuhan lebih menyayangimu. Hari itu, Ge, tak akan pernah kulupa. Hari terakhir di mana kita bertemu di dunia. Hari terakhir aku mengecup keningmu dengan cinta. Ge, kini ada sebuah pembatas yang memaksa kita untuk rela. Batas Dunia. Demikian aku menyebutnya. Walau demikian, namamu masih menjadi salah satu lirik dalam setiap lantunan doa, yang kunyanyikan kepada Yang Kuasa.

Hingga akhirnya, aku hanya bisa berharap, semua akan baik-baik saja. Seperti saat kita masih bersama. Dan Batas Dunia, nantinya akan mengembalikan kebersamaan kita.


Tertanda, Irfan Azizul Azhar, @bangajijul


Surat (Maaf) kepada Sahabat


Kepada: Dua orang spesial yang penuh makna, yang dahulu bukan siapa siapa tetapi kini kuanggap saudara, @andronikandro, @arphitaa.

Bersamaan dengan surat ini aku hendak menyampaikan permohonan maafku kepada kalian. Permohonan maaf dari seorang sahabat, jika kalian masih menghendaki aku menyebutnya demikian tentu saja. Aku tidak pernah menyangka bahwa obrolan malam itu akan membuat ruang yang sedemikian lebar diantara kita. Semua berawal dari keisenganku juga betapa rindunya aku untuk bertukar cerita dengan kalian maka aku membuat obrolan bertiga di BBM. Ya, kita bercanda disana, bertukar cerita, bertukar tawa, dan kalian harus tahu aku sangat menikmatinya.

Tapi lambat laun pembicaraan kita mulai menyerang satu sama lain, menjadi lebih kompleks, lebih rumit, lebih susah dimengerti dan dari sinilah ruang tak terlihat antara kita mulai terbentuk. Ruang yang tak kasat mata, yang memisahkan masing masing dari kita. I don’t know why but this awkward moment should be ended soon. Akhirnya kita saling acuh tak acuh seorang kepada yang lain, balasan kata yang terlontar pun tak lagi ada rasa hangat seorang sahabat kepada sahabatnya. Kita hanya salah paham, salah persepsi antara satu sama lain. Mbak Andro, maaf untuk semua salah kata yang membuat luka. Maaf untuk kata yang pasti kau tidak suka. Mbak Phi, bukan maksut aku untuk memojokkan kamu, membuat seakan semua ini salahmu. Maaf.

Aku tak bermaksut membuat jarak diantara kita . Cukuplah jarak antara Solo, Jogja dan Banjar kota tempat aku kini bertugas. Aku ingin kita kembali seperti dulu, bercanda lagi seperti dulu, saling ejek lagi seperti dulu walau cuma lewat BBM karena memang jarak diantara kita yang terlalu lebar. Maaf sekali lagi maaf yang kupinta dari kalian berdua. Jadi, sudikah kita berbaikan dan kembali bercanda seperti dulu kala? Aku harap demikian.

Sekian surat sekaligus permohonan maaf aku kepada kalian, kepada kalian yang dulu bukan siapa-siapa taki kini menjadi saudara. Jaga diri kalian baik baik disana dan tunggu aku kembali pulang.

Dari: @adityadaniel, seorang kawan yang selalu bermimpi akan kembalinya tawa di antara kita.


Kartu Pos Bertuliskan Namaku

: kepada Ardian Agil Waskito
Yang kau pegang ini hanyalah kartu pos warna coklat bergaris seadanya. Tak ada gambar jembatan Golden Gate di San Fransisco di sini, jadi kau tak perlu menuliskan puisi liris seperti Sapardi Djoko Damono. Bukan pula dikirim dari tempat yang jauh hingga kau tak perlu lagi melambai-lambaikan tanganmu dan dentingkan piano sendu.  Tak perlu pula kau meligai pada kabut-kabut tipis yang turun di senja matamu. Aku hanya ingin kau mengingat tentang sebuah rindu.

Tak kau ingatkah sebongkah rindu yang pernah kau titipkan pada sepotong senja yang menjilat-jilatkan warnanya hingga lelah malam tiba? Tak kau ingat pula kah bahwa kau telah titipkan rindu yang sama pada suatu hari di mana masa lalu tak pernah begitu sepi? Tak kau ingatkah siapa dia? Perempuan yang tak pernah begitu jelita selain ketika paras sayunya mendekap rindu di bahumu, lalu kau memegang tangannya, dan takkan pernah ada kecantikan yang melebihi senja itu.
Aku hanya ingin sampaikan salam rindunya untukmu. Ia menanti surat-suratmu di setiap senja. Ia berharap pada suatu malam yang pekat, kau mengelindap ke atas balkonnya, layaknya Romeo yang dengan mesra memanjat ranting bebatu untuk sebuah senyum manis Juliet yang penuh rindu, dan ucapkan beberapa patah puisi cinta yang kau tuliskan sendiri dengan pena di sebuah kertas jingga yang kau kerat perlahan serupa bunga.

Datanglah, meskipun kau belum juga tau apa itu rindu. Seperti gerimis yang menyerupai kabut tipis di lembah kayangan yang memerah karena cinta, ia ingin kau menggeliat di setiap sejuk nafasnya. Ingatlah pesannya padaku semenjak kau pergi hingga senja kini,
: sang jelita itu tengah merindukan surat-surat cintamu yang kau antar sendiri untuknya.
dari Sang Pagi

@agilunderscores

Happy Birthday, Sahabat

Dear sahabat,

Seharusnya ini hari ulang tahunmu. Seharusnya kita berkumpul bersama, makan bersama sambil tertawa-tawa. Berbincang mengenai hidup, cinta, dan airmata. Seharusnya. Dan sekarang sudah tahun kedua kita tidak bertemu. Yah, sejak kau pergi 2 tahun lalu.

Dear sahabat,

Banyak yang terjadi padaku selama 2 tahun terakhir ini. Banyak yang berubah. Tak mengapa, ini memang resiko yang harus kuambil atas keputusanku. Aku tahu, kamu pasti akan mendukungku dari sana. Dan aku tahu, kamu juga akan mendukungku bila aku memutuskan untuk mencoba yang baru. Dan aku yakin, komentarmu masih akan sama. “Asal itu bisa bikin kamu happy, ya jalanin aja”. Ah, aku tahu, kamu selalu menginginkan yang terbaik bagiku.

Dear sahabat,

Apa kabarmu disana? Pasti kamu sudah bertemu denganNya. Apa sudah kausampaikan permintaanku padaNya? Pasti sudah. Karena Dia sudah memberikannya padaku. Dan Dia menyapaku setiap saat aku membutuhkanNya. Dan hey, aku rasa Dia menyukaiku. Pasti kau bercerita hal-hal baik tentangku.

Dear sahabat,

Dua tahun. Dan aku masih mengingatmu. Mengingat setiap hela nafasmu, mengingat setiap keluh kesahmu, mengingat setiap celoteh dan tawamu, dan mengingat setiap kritik pedasmu padaku.

Sahabat, selamat ulang tahun….


ditulis oleh @bernardls

Cinta yang Baik

Kepada Ieda Teddy,

Aku ingin jadi cinta yang baik untukmu. Tak perlu bermewah-mewah, cukup sederhana saja, seperti mengingat senyummu di tiap kilometer yang kulalui, yang pada akhirnya senyum itu yang mengingatkanku untuk pulang. Atau dengan menyelipkan namamu di tiap senyap sepertiga malam, merangkum munajat-munajatku.

Aku ingin jadi cinta yang baik untukmu, sekalipun kutahu kau tak dapat kumiliki. Toh, untuk jadi cinta yang baik tak harus memiliki kan? Kau tahu, apa yang kurasakan ketika rindu yang begitu menderumu menetaskan anak-anak airmata dari butir matamu? Sungguh aku ingin memelukmu, merengkuhmu dengan lengan ringkihku, membelai rambutmu yang masai dengan kasih tak terhingga ku dan lantas berucap, “kekasihmu di sana akan baik-baik saja, doakan saja ia.”

Apakah aku tega melihatmu seperti itu? Sekalipun yang kulihat itu hanya barisan huruf-huruf sendu di linimasa mu. Aku tak tega! Aku cuma ingin hanya lengkung bahagia yang berdiang di gurat bibir, tapi aku bisa apa selain mendoakanmu agar lekas menemukan pelangi untuk digantung kembali di bilah bibir indahmu.
Aku ingin jadi cinta yang baik untukmu. Melihatmu tersenyum sudah merupakan bahagia untukku. Itu saja, aku tidak peduli dengan kata takdir, kau bergaris denganku atau tidak. Sungguh aku tak peduli. Yang kupedulikan hanyalah kebahagianmu, sebabnya aku ingin jadi cinta yang baik untukmu, Ida.

Karena cinta adalah doa, aku mendoakanmu.

Tertanda,

Catur Indrawan


ditulis oleh @caturindra

Manisnya Pengorbanan

Sekuntum mawar, takkan pernah mengetahui keindahan
Jika ia tak menemukan seorang pemuja yang penuh cinta

Kisha yang cantik,

Semoga kamu mulai terbiasa dengan kehadiranku, ya.. Maksudku kehadiran surat-suratku. Tapi barangkali menurutmu surat-surat cinta ini seharusnya kukirimkan saat kita masih duduk di bangku sekolah menengah, saat kita sedang terbakar gairah. Kadang aku kesal jika mengetahui bahwa orang-orang semacam kita sudah dinilai tak lagi patut merajut sisi romantika. Mengapa itu hanya dimonopoli anak-anak muda saja? Tapi, ah sudahlah… Bukankah sudah kukatakan berulang kali bahwa nyaliku baru lahir pada saat ini. Lagipula, selalu tak ada kata terlambat untuk memulai atau melakukan sesuatu, bukan?

Andai saja kita benar-benar dapat menjejakkan kaki pada waktu yang telah lalu, Pasti aku akan memilih untuk pergi ke Sammoa, saat aku masih dapat menjumpaimu disana. Jika dibanding kesempatanku hidup di dunia, kesempatan kita bersama-sama ternyata singkat sekali. Namun andaikata memang singkat, mengapa rindu yang kutanggung sedemikian besar? Apakah karena aku telah menyerahkan singgasana hatiku kepadamu, Kisha? Karena rindu kepadamu, aku pun jadi merindukan semua-muanya yang pernah berkaitan denganmu, yang pernah melekat pada kebersamaan kita. Aku rindu tempat kelahiranku, rindu rumahku dulu, rindu pantai tempat kita bermain dulu, rindu pada sekolah, guru, pun teman-teman kita dulu.

Sejak aku meninggalkan Sammoa, semua yang kudapat kemudian tak lagi sama. Keindahan yang pernah kukecap tak lagi pernah kurasakan. Meski telah menempati berbagai rumah yang berbeda, namun rumah paling indah dan menyenangkan yang pernah kutinggali hanyalah rumah di Sammoa. Bukan hanya karena aku bertetangga denganmu. Tapi semua yang ada disana, apapun yang ada di Sammoa, ternyata tidaklah ada menandingi. Terutama pantainya, selalu membuatku nyaman. Masyarakatnya, selalu membuatku tentram. Meski ayahku bukanlah nelayan seperti kebanyakan, namun aku merasa damai membaur dengan kehidupan pesisir. Kami pun tak pernah takut pada apapun meski kami adalah golongan minoritas. Kau pun tahu bahwa nyaris sebagian penduduk di pulau itu adalah umat Kristiani. Hanya kampung Sammoa dan beberapa kampung yang terletak di pesisir lah yang memiliki lebih banyak penduduk muslim, termasuk keluargaku. Tapi kami benar-benar tak pernah bermasalah dengan perbedaan-perbedaan ini. Melihat corak kehidupan di Sammoa, aku jadi tahu betul jawaban – apa yang membuat bumi ini menjadi lebih indah, aman, tentram, dan damai. Tiada yang lain selain rasa saling menghormati, menghargai, dan tolong-menolong.
Masih ingatkah kau, bahwa saat-saat idul fitri dan natal adalah saat yang sangat kita tunggu-tunggu? Ibuku akan membuat beragam penganan yang hanya ia buat di hari lebaran. Dulu, kita selalu merasa kekenyangan di saat-saat seperti ini. Kulihat kau pun senang jika bertandang ke rumahku bersama ayah ibumu. Selain dapat mencicipi aneka makanan yang belum pernah kau makan sebelumnya, ibuku pun biasanya membawakan beberapa bungkusan untuk kau bawa pulang. Kupikir kau hanya doyan makanan-makanan sejenis roti dan biskuit ala orang kota. Ternyata kau pun menyenangi makanan-makanan kampung, terutama yang khas daerah kami.

Begitu pula di saat natal. Ah, aku rindu mencicipi kue-kue manis dengan bentuk lucu-lucu buatan ibumu. Ada banyak toples biskuit yang berjajar di meja tamumu. Kadang kau mengambilkan beberapa untukku jika aku bermain ke rumahmu. Aku paling suka dengan kue yang diselimuti gula halus berwarna putih. Aku pun pernah membantumu menghias pohon natalmu, bukan? Seingatku, kau punya pohon natal tinggi yang hampir mencapai langit-langit. Saat natal berakhir, kau pernah memberiku sebuah lonceng kecil, sisa asesoris pohon natalmu. Katamu, lonceng itu untuk sepedaku yang memang tidak memiliki lonceng. Barangkali bagimu sepeda tanpa lonceng adalah masalah besar. Aku dapat memakluminya karena kau memang seringkali sewot tiap kali kubonceng. Kita selalu terpaksa berteriak-teriak jika hendak melintasi atau menyalip orang. Tapi bagiku tidaklah bermasalah jika aku harus berteriak-teriak sepanjang jalan asal aku memboncengmu. Aku selalu berdebar-debar, terutama jika kau berpegangan erat pada pinggangku.

Kita pun seringkali bersepeda menuju laut, terutama sore hari selepas pulang sekolah. Aku setia memboncengmu, sedang kau senantiasa bersenandung ria sepanjang perjalanan sambil melambai-lambaikan kakimu. Kunikmati setiap lagumu meski sesungguhnya aku tak tahu lagu apa itu. Kadang kita berhenti sejenak di sebuah warung, membeli satu dua es lilin untuk kemudian kita bawa sebagai bekal. Namun kau kerap menghabiskan jatahmu sebelum kita sampai. Dan aku tak pernah tega untuk tak memberimu jatah es lilinku yang hanya dua.

Bagi kita, bermain di pantai selalu mengasyikkan. Entah itu mencari kerang-kerang atau sekedar tidur-tiduran beralaskan pasir. Kau akan lebih banyak bercerita, sedang aku lebih senang mendengar. Tak jarang kita pun senang berkejar-kejaran. Kau selalu tertawa cekikikan jika kukejar, namun kau tak pernah sudi mengejarku. Acapkali kau berenang bersama teman-teman perempuanmu di tepi laut. Dari jauh, aku hanya mendengar derai tawa diantara kecipak-kecipuk kalian. Sebenarnya aku ingin sekali bergabung denganmu, tapi aku tak bisa berenang. Kau bilang kau pun tak bisa berenang. Tapi setidaknya kau masih bisa mengambang. Sedang aku, kurasa hanya bisa tenggelam.

Ngomong-ngomong soal tenggelam, masih ingatkah kau pada peristiwa yang menghebohkan itu? Barangkali kau dapat lupa, tapi aku takkan pernah dapat melupakannya. Kau mengajakku untuk pergi ke karang kembar (dikatakan karang kembar karena terdapat dua buah karang terjal menjulang yang sangat mirip, diantara hamparan karang-karang besar kecil yang mencuat di permukaan air laut). Letaknya tujuh puluh meter dari bibir pantai. Jika air laut penuh, hamparan karang-karang itu serupa pulau di tengah lautan. Namun jika surut, kita dapat berjalan menyeberanginya dengan kaki telanjang. Menurut cerita kawan-kawan, pemandangan disana jauh lebih indah karena terdapat sebuah gua kecil yang menembus karang tersebut. Disana pun terdapat banyak bintang laut dan kepiting yang terdampar, terselip diantara batu-batu karang.

Pada hari yang telah kita sepakati, sepulang sekolah, kita bertolak menuju pantai. Kebetulan saat itu airnya masih surut. Maka dengan bergegas dan berjingkat-jingkat kau menyeberangi daratan yang tersembul itu, sedang aku mengikutimu dari belakang. Dari jauh, dua karang hitam tersebut berdiri angkuh, menjulang seperti hendak menggapai langit biru. Setelah berjalan selama kurang lebih sepuluh menit, sampailah kita disana. Suasana terlihat sepi. Hanya terdengar kaokan camar yang terbang melintas-lintas. Di saat-saat tertentu, karang kembar biasanya ramai didatangi anak-anak. Tapi entah mengapa kali itu suasana begitu sepi. Kau bersemangat menuju sebuah lubang yang terdapat pada karang besar di sebelah selatan. Lubang itu menyerupai gua dan tembus ke sisi baliknya yang kemudian langsung dipertemukan oleh hamparan laut nan luas.

Sementara aku asyik melihat sekitar dan mengagumi kejernihan air laut yang menghijau, kau berteriak-teriak girang, memintaku menghampirimu. Sepertinya kau menemukan bagitu banyak bintang laut indah yang terdampar.  Aku sendiri sebenarnya malas mengikutimu karena aku telah terlanjur menemukan tempat yang nyaman untuk duduk-duduk sembari memandangi beningnya air laut, mengamati ombak yang memukul-mukul batu karang.

Kau tak lagi memanggil-manggilku. Aku pun tak lagi mendengar siul dan senandungmu. Suasana yang sepi itu hanya diramaikan oleh suara-suara alam yang lambat laun mulai terdengar mistis. Selintas ada semacam perasaan khawatir sekaligus takut yang menjalariku. Khawatir kepadamu yang tiba-tiba menghilang, juga takut pada suasana dimana kemudian aku menyadari aku sedang sendirian. Aku berdiri dan beranjak menuju ke arah gua batu karang itu. Sejenak aku merasa ragu karena kau pun tak kutemukan disana. Sepi itu semakin mencekam.

Tiba-tiba kudengar teriakanmu, memecah kesunyian. Aku tak tahu dimana kau berada, tapi dari arah suara aku menduga kau berada di balik batu karang itu. Mendengar teriakanmu, aku sudah membayangkan yang tidak-tidak tentangmu. Aku cemas kau terlibat dalam kesulitan.  “Ramu, Ramu.. Tolong aku!” Terdengar lagi lengking suaramu. Tak pelak jantungku berdegup semakin cepat. Aku benar-benar menjadi sangat khawatir. Aku benar-benar telah membayangkan hal buruk terjadi padamu.

Tanpa berpikir lagi, aku menapaki gua yang menganga itu. Hingga tembus ke sisi di balik karang, aku tak jua menemukanmu. Kepanikan makin menjalariku. Aku memanggil-manggil namamu, tapi tak kunjung ada sahutan. Hanya suaraku sendiri yang kudengar bergaung-gaung, menghantam karang, bersaing dengan riuh ombak. Aku berdiri di atas salah satu batu karang. Tepat di depanku aku sudah bersitatap dengan laut lepas. Mataku menyisir tiap-tiap sudut pandang, tapi tak jua kutemukan keberadaanmu. Kecemasanku makin memuncak.

Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang mengambang di lautan. Berwarna merah muda, terombang-ambing dipermainkan riak air yang bergulung-gulung tenang. Aku langsung teringat kamu. Bukankah kamu sedang memakai baju merah muda? Kuamati semakin lekat. Ya, itu benar. Yang mengambang itu benar-benar baju merah mudamu! Aliran nafasku mulai terasa sesak. Telapak tanganku terasa semakin dingin. Keteganganku menjadi-jadi. Bagaimana jika yang mengambang itu adalah kamu? Bagaimana jika kamu…. tenggelam dan yang tersisa hanya bajumu? Seribu pertanyaan dan dugaan mendera-dera pikiranku. Aku dicekam ketakutan yang hebat. Bagaimana jika kamu hilang? Bagaimana jika kamu mati? Bagamana? Apa yang harus kukatakan pada ayah ibumu nanti? Aku sungguh tak mau kehilangan kamu. Aku belum siap untuk tidak melihat kamu. Air mataku menetes-netes berlinangan. Kurasakan bumi ini seperti bergoncang. Langit seperti hendak menimpaku. Lautan serasa hendak menggulungku. Apa yang ada di benak dan pikiranku hanyalah kamu, kamu, dan kamu! Aku tak lagi bisa berpikir apapun selain kamu! Tanpa pikir lebih panjang lagi, aku mengambil ancang-ancang di salah satu batu karang yang kuperkirakan lebih dekat dengan ‘kamu’ yang mengambang. Tanpa ragu lagi, kuputuskan untuk terjun ke bawah, menjemputmu, menyelamatkanmu.

Tubuhku yang ringkih meluncur ke bawah, menceburkan diri. Aku hanya berharap bahwa aku masih dapat menggapaimu, menolongmu, menyeretmu ke tepian. Aku akan melakukan apapun untuk menolongmu, tak peduli meski aku tak bisa berenang sekalipun. Tapi kurasa jika aku memusatkan pikiran untuk menggerak-gerakkan kaki dan tanganku, aku pasti berhasil. Bukankah seperti itu yang pernah kau katakan padaku? Dulu kau sering memaksa-maksa aku untuk belajar berenang. Kau bahkan berjanji untuk mengajariku berenang. Tapi aku selalu merasa malas, merasa belum perlu, dan sepertinya juga tak akan memerlukannya. Saat itu aku menyadari bahwa ternyata aku salah besar.

Kurasakan hawa dingin yang menyergapku saat air laut menyelimutiku. Aku terus meluncur ke bawah, menuju dasar laut. Aku benar-benar seperti batu yang terlempar ke kedalaman. Sungguh aku tak menduga jika laut yang semula kulihat tenang, bersahabat, dan tak dalam ternyata mampu menenggelamkanku. mataku berkerjap-kerjap tak bisa melihat apapun karena tak terbiasa dengan air asin. Kaki dan tanganku terus gerak-gerak tak tentu arah, tak berirama. Ketakutan mulai menjalari seluruh tubuhku yang makin kelelahan. Tanganku terus menggapai-gapai ke atas, tubuhku terombang-ambing dihempaskan gelombang, tanpa memiliki kesempatan sedikitpun untuk menentukan arah. Mulut dan perutku telah penuh dengan air yang terasa menjijikkan. Aku sudah tak lagi dapat menguasai diri. Kupikir, tamat sudah riwayatku. Namun di saat-saat aku sedang bertarung dengan maut, bayanganmu muncul dalam sekelebat-sekelebat. AKu mencoba untuk menyebut-nyebut namamu, seolah engkau adalah Tuhan yang hendak menolongku dengan keajaiban. Hingga kurasakan tenagaku makin terkuras, aku tahu bahwa aku takkan lagi sanggup bertahan. Seketika itu juga, semuanya berubah menjadi gelap.

Pendar cahaya yang tiba-tiba menyeruak membuatku silau. Samar-samar aku dapat melihat jelas sekitarku. Ada ayah dan ibu di sampingku. Kakak-kakakku dan juga adik-adikku merubungiku. Ada juga tetangga-tetangga yang kukenal baik. Seorang mantri yang bertugas di puskesmas sedang berdiri di pojok ruangan di sisi meja memberesi peralatan medisnya. Lamat-lamat aku dapat merasakan sendi-sendi tubuhku yang seperti baru saja diremukkan. “Lihat! Ramu sudah sadar!” Aku menangkap pekik suara ibu. Seketika orang-orang mendekat mengerumuni ranjangku. Aku terbatuk-batuk, dan ayah sigap memegangiku sambil mengambilkan segelas air untukku. Saat kuteguk air itu, tenggorokanku sakit luar biasa. Rasanya seperti menelan duri dan kau tak bisa mengeluarkannya lagi. Melalui orang-orang yang berbisik-bisik itulah lamat-lamat kuketahui hal ihwal yang telah menimpaku. Menurut ibu, aku telah pingsan selama kurang lebih satu jam. Para tetangga dan nelayan itulah yang menolongku, mengangkatku dari lautan yang nyaris menenggelamkanku.

Aku langsung teringat semuanya, terutama saat-saat terakhir sebelum aku pingsan. Aku teringat kamu. “Kisha, bagaimana dengan Kisha?” aku memberondong ibu dengan tak sabar. “Heh, kenapa kau justru mengkhawatirkan Kisha? Dia tidak apa-apa. Justru dia yang menolongmu dengan segera memanggil orang-orang. Jika ia tak lekas mencari pertolongan, kau pasti sudah dimakan paus, tahu!” kata ibu sewot. Ia tampak sedikit gemas padaku.

Esok hari, kau menjengukku. Saat muncul dari balik korden kamarku, wajahmu memberengut seolah-olah kau sedang amat marah kepadaku. Saat kau mendekat padaku, kau langsung mendampratku, menumpahkan kekesalanmu. “Dasar bodoh! Apa yang telah kau lakukan? Kau pikir dirimu seorang atlet renang hingga nekat menerjunkan diri ke laut seperti itu? Apa kau mau bunuh diri? Dasar tolol! Apa jadinya jika aku tak segera melihatmu!” Emosimu meletup-letup. Kau bahkan meninju lenganku meski dengan pelan. Aku tahu sesungguhnya kau tak berniat benar-benar marah padaku. “Tapi… bukankah kau yang… Aku terjun karena melihatmu mengambang… Kupikir kau yang tenggelam, makanya aku terjun untuk menyelamatkanmu…” Dengan susah payah, aku mencoba untuk menyelamu, membela diriku. “Tenggelam apanya? Dasar anak bodoh! Yang kau lihat mengambang itu adalah bajuku! Sewaktu aku bermain dan berenang-renang, angin telah menerbangkan bajuku ke tengah-tengah. Meski aku lebih pandai berenang daripada kamu, tapi aku tak punya keberanian untuk mengambilnya. Kemudian aku bermaksud untuk meminjam bajumu tapi aku malu menghampirimu karena aku sendiri tidak memakai baju. Makanya aku bersembunyi di balik karang dan memanggilmu dari kejauhan. Tapi seharusnya kau tahu dimana aku berada. Siapa menyangka jika kau justru nekat terjun ke lautan… Apa kau tidak berpikir bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa denganmu? Bukankah kau tahu bahwa dirimu sendiri tidak bisa berenang? Huh, gara-gara kamu terpaksa aku harus berlari-lari dengan tak mengenakan baju. Tapi mau bagaimana lagi? Jika aku tidak segera memanggil orang-orang kau akan mati.” Kau terus saja mencerocos tak habis-habis, mengulang-ulang kembali, dan aku hanya diam mendengar – seperti biasa.

Ah, betapa tololnya aku ini… Betapa pendeknya pikiranku… Aku merasa sedikit bersalah terhadapmu karena telah merepotkanmu begitu rupa. Tapi kalau kupikir-pikir, momen yang telah terjadi itu begitu indah, begitu dramatis, dan aku tahu ini akan menjadi kenangan indahku. Ada sisa rasa manis yang kukecap dari kejadian buruk yang telah menimpaku. Aku senang karena ternyata kau begitu mengkhawatirkanku, mencemaskanku. “Memangnya… apa kau takut jika aku mati?” tanyaku iseng kepadamu. Sejenak kamu terdiam, tak segera menjawab. Aku jadi salah tingkah, sadar telah memberimu pertanyaan konyol. “Tentu saja aku takut! Bagaimana kalau nanti hantumu terus menghantuiku seumur hidupku?” Jawabmu dengan membeliakkan mata. Melihatmu dan mendengar jawabanmu, aku tak dapat menahan tawa. Kau selalu berhasil menghiburku dengan caramu. “Lagipula, siapa nanti yang akan menjadi temanku?” sambungmu lirih. Kemudian kamu tersenyum padaku. Senyum yang manis sekali.

Kisha yang manis,

Meski waktu itu aku tampak sedemikian konyol di depanmu, di depan orang-orang, di depan kedua orangtuaku, namun kini kusadari bahwa aku harus bersyukur atas kejadian itu. Kurasa aku benar-benar melakukan hal tepat dengan menerjunkan diri ke lautan. Andai saja tidak demikian, tentu aku tak akan pernah memiliki cerita indah yang kan kubuat sebagai kenangan. Asal engkau tahu, tindakanku yang bodoh dan konyol itu memang semata-mata kulakukan karena cinta, karena rasa sayangku terhadapmu. Karena aku takut kehilangan kamu. Terserah jika kau hendak mengolokku dengan sebutan gila. Tapi andai kau pernah mengalami rasa cinta, kau akan segera memahami – bahwa cinta itu memang membuat orang waras berpikir dan bertindak seperti orang gila. Aku jadi tahu bahwa di saat-saat tertentu, aku tak lagi dapat memikirkan apapun selain hanya memikirkanmu. Kamulah ratu yang berkuasa atas benak, harapan, dan impianku. Andai aku tak terjun ke laut, aku takkan pernah dapat membuktikan padamu betapa sesungguhnya anak yang kecil dan ringkih ini menyimpan cinta yang sedemikian besar. Saat memikirkanmu, aku tak lagi peduli pada hidup ataupun mati. Aku tak lagi peduli pada keselamatan maupun kemalangan. Bagiku, melakukan sesuatu untukmu, berkorban apapun untukmu, adalah perwujudan nyata dari besarnya cintaku.

Segala apa yang kukatakan ini memang terucap dari seorang lelaki berusia empat puluh lima tahun. Ramu kecil takkan dapat merangkai kata-kata seperti ini — melainkan hanya sekedar dapat merasakan. Namun ketahuilah, bahwa apa yang kuucap dan kuungkap saat ini adalah pengejawantahan atas perasaan Ramu kecil yang memendam cinta kepadamu. Barangkali saat itu, Kisha kecil pun takkan memahaminya. Lagipula, aku pun tak bermaksud untuk terburu-buru mengusikmu. Cukuplah itu semua sebagai bagian dari mengenali diriku sendiri. Ketika aku tahu bahwa diriku pun dapat menjadi seorang ksatria berkuda putih yang membawakan setangkai mawar setelah melewati ladang api yang berkobar-kobar, itu sudah membuatku cukup bahagia. Sangat bahagia.

Selain itu, jika aku tak menenggelamkan diri, aku takkan pernah merasakan kedekatan yang begitu intim denganmu. Aku sudah merasa sangat bahagia ketika kau duduk di sisi ranjangku, menatapku dengan pandangan iba dan penuh belas kasih, sesekali mengambil jeruk dan mengupasnya untukku. Kau pun membawakan buku-buku cerita barumu yang takkan sudi kau pinjamkan jika aku tidak sakit seperti itu. Bukankah itu indah? Bukankah itu romantis? Yeah… tak mengapa, meski keindahan dan keromantisan itu hanya kurasakan sendiri saja. Saat itu, aku justru berharap supaya aku tak lekas pulih. Karena saat aku sehat dan bermain denganmu, kau hanya akan berlari-lari mengitariku atau menyuruhku mengejar-ngejar kamu. Itu cukup melelahkan. Tapi sekali lagi kutekankan, apapun keadaannya, asal bersamamu, semua terasa menyenangkan.

Kisha yang kupuja,

Kini kau tahu seberapa dalam aku telah menancapkan cintaku di dasar hatiku, dan itu terjadi sejak awal mula. Apakah kau menilaiku terlalu berlebihan? Apakah kau mengira bahwa anak kelas enam tak sepatutnya merasakan hal-hal demikian? Mungkin karena kamu memang belum pernah merasakannya saat itu. Kau masih belum pernah jatuh cinta. Beruntunglah kamu, karena kadangkala cinta itu juga merupakan siksaan. Tapi ayolah, Kisha… Bukankah teman-teman kita sudah gemar saling membicarakan lawan jenis? Mungkin masalah-masalah seperti ini sepatutnya memang hanya berdengung diantara gemerisik bisik-bisik saja. Masih jarang yang memiliki nyali dan keberanian seperti yang pernah dilakukan Romi, yang telah kuceritakan pada surat sebelumnya. Dan aku, hanya satu diantara sekian banyak yang terserak, yang sekedar mampu memendam cintanya dalam-dalam, dalam kesenyapan.

Lega rasanya menungkap semua ini, meski aku pun tak berharap apapun lagi darimu. Bagaimanapun, kebijakan waktu tetap berlaku. Setelah berpuluh-puluh tahun terlewati, hal-hal yang telah kuceritakan kembali kini hanya menjadi semacam ulasan kenangan yang menghibur kita yang telah beranjak menua. Adakah senyum yang sempat terbersit di bibirmu, Kisha? Apakah kau tersenyum karena kekonyolanku? Apakah kau masih menertawai kebodohanku? Jika saat ini aku sedang berada di dekatmu, tentu aku akan ikut tersenyum dan tertawa bersamamu.

Ah, sialnya, saat ini aku jadi benar-benar merindukan senyummu, Kisha!

Mungkin lebih baik aku tidur sejenak. Siapa tahu aku masih dapat menjumpai senyum indah dan tawa renyahmu dalam mimpiku. Aku tak lagi berharap apapun pada kenyataan, tapi setidaknya aku masih memiliki harapan untuk kembali mengulang masa kecil dan keriangan kita di alam mimpi. Apalagi yang tersisa?

Istirahatlah, Kisha. Segarkan kembali pikiranmu. Kumohon jangan berpikir dan berprasangka apa-apa dulu terhadapku. Suratku masih amat panjang, dan masih banyak yang ingin kuceritakan padamu. Kuharap kau masih sudi membaca surat-suratku yang akan datang, dan aku akan berterima kasih sekali atas waktu luangmu. Nyamankan tempat tidurmu, basuhlah wajah cantikmu, dan aku akan senantiasa berdoa semoga kau mendapatkan mimpi terindah seperti yang kau harapkan.

Dari yang memujamu,

A. Ramu

ditulis oleh @bintangberkisah

Life Lesson yang Menor

This isn’t a love letter, this is a group of sentences contains words full of respect and a touch of humanity values, of a girl I hardly know.

Teruntuk kamu, SPG Alat Pijat Elektrik yang 2 bulan lalu datang ke kantor. Saya lupa namamu. Wajahmu pun hanya samar-samar kuingat. Yang kutau, dandanan kamu menor, make-up tebal yang kontras dengan kulit gelapmu. Oh iya, satu hal lagi yang saya ingat: gaya pakaianmu yang seronok.
Apa kabar, Mbak?

Bagaimana keadaan sekarang? Masihkah hari-harimu kau isi dengan berkeliling menjajakan Alat Pijat Elektrik? Saya turut doa ya, semoga hidup semakin membaik. Life ain’t easy, every day is a struggle. Seeing you that day has given me a lesson to not complain too much every time life gets harder.

Mbak SPG, mencintai pekerjaan yang dijalani adalah hal yang sulit buat saya, jujur. Setiap pagi berjuang melawan kantuk, buat seorang yang susah bangun pagi seperti saya, itu adalah perjuangan. Siang-siang yang panas masih berkutat dengan kerjaan kantor, itu juga perjuangan buat saya. Bertahun-tahun begini, saya telah menjadi seorang pengeluh yang tak menarik. Saya sadar itu tidak benar, mengeluh itu berarti kurang bersyukur. Tapi tetap saja saya sering melakukannya, walau hanya dalam hati. Tiap hari selalu saja begitu. Hingga suatu hari kamu mampir ke kantorku.

Masih saya ingat ketika mbak datang, di siang yang terik, menjinjing tas yang cukup besar, sumringah menyapa kami semua. Masih saya ingat bagaimana ketika semua orang kantor tak ada yang tertarik dengan produk yang kau tawarkan. Masih saya ingat juga bagaimana mbak masuk dari satu ruangan ke ruangan yang lain, dioper-oper oleh semua orang kantor, termasuk saya. Hebatnya, mbak tetap ceria dan tak terlihat kecil hati. Ketika kau akhirnya pamit undur diri pun kau tetap terlihat ramah dengan senyum lebar yang mengembang di wajah menormu. Mbak SPG, kau pasti tidak tahu kalau setelah kau meninggalkan kantor, kami semua berebut mengolok-olok mbak, penuh semangat mengomentari dandanan mbak yang menor, dan juga pakaian mbak yang tampak seronok dan dipaksakan untuk menonjolkan lekuk badanmu yang agak berlebih. Ah, kalau ingat itu, saya jadi tak enak hati.
Mbak SPG, ingatkah mbak ketika akhirnya kita bertemu lagi di mushola belakang kantor tak lama setelah mbak pamit pulang itu? Mungkin kau tidak tahu mbak, tapi saya kaget, tak menyangka kalau perempuan yang sedang berwudhu itu adalah kau. Mbak juga mungkin tidak tahu betapa saya terharu begitu saya masuk mushola, saya melihat mbak mengeluarkan mukena dari dalam tas besar yang mbak jinjing itu. Mbak, you were really something.
Mbak SPG, ingatkah mbak ketika selesai sholat dzuhur saya bengong melihat mbak yang sedang memperbaiki make-up mbak yang tadi terbasuh air wudhu? Tetap dengan bedak yang tebal, lipstik menyala dan alis yang kurang rapi. Tapi ntah kenapa, semua itu justru menyentuh buat saya. Saya tau pasti kalau mbak melakukan itu karena tuntutan pekerjaan. Saya tau dan mengerti bahwa mbak seorang pekerja keras.

Mbak SPG, terima kasih buat obrolan singkat kita di depan mushola. Saya jadi mengerti kenapa mbak berdandan dengan make up tebal itu: biar tidak cepat luntur. Saya terharu ketika mbak bercerita bahwa mbak akan melanjutkan jalan kaki keliling kantor dan rumah menjajakan alat pijat elektrik di siang hari yang naudzubillah teriknya itu. Saya tersentuh ketika mbak mengatakan bahwa mbak menikmati pekerjaan itu. Kalimat basi “yang penting halal” yang mbak ucapkan saat itu, ntah kenapa terdengar seperti kutipan keren.

“Mas Den, saya mah biar kerja begini, saya yakini kalau pekerjaan ini adalah pekerjaan yang saya pilih saat ini. Bukan karena karena tak pekerjaan lain sehingga saya terpaksa memilih ini. Kalau suatu hari saya dapat pekerjaan yang lebih baik, ya Alhamdulillah sekali.” Saya akan selalu ingat itu, Mbak :))

Mbak SPG, siapa pun kamu, di mana kamu, bagaimana keadaanmu, saya di sini berterima kasih atas pelajaran sederhana darimu. Semoga Mbak baik-baik saja ya. Terima kasih sekali lagi, Mbak SPG Alat Pijat Elektrik :))

January 18, 2012

― @dennyed

Kau Telah Beristri

Dear lelaki superhero tampan.

Bagaimana kabarmu sekarang? Aku jauh di rantau. Pergi bersama angin yang membawaku bersama motormu kemarin. Sekarang aku berada di kamar kos sendiri berteman sepi. Beberapa saat tidak berjumpa denganmu, sangat rindu. Meski rindu itu selalu tertutupi oleh sejuta aktivitas padat yang memburuku. Jarang sekali kau membuat handphoneku bergetar dalam aktivitasku. Tapi sekalinya bergetar karenamu, pastinya karena kepedulianmu padaku. Kau ingat segala kekurangan dan hal-hal kecil yang kupermasalahkan. Seperti sekedar ban motor yang oleng, atau lampu kamar kos yang mulai meredup. Kau selesaikan semua masalah kecil yang sebenarnya cukup memberatkanku.

Cita-cita yang kau impikan, tidak akan terbayar hanya dalam sekedar untaian kata dalam surat atau lagu. Kau lelaki yang sangat kucinta meski terkadang dengan mudahnya aku melupakanmu, tapi ajaib bin fakta, kau selalu mencintaiku. Apa adanya, meski aku tidaklah cantik.

Kau mencintaiku tanpa kenal lelah, bahkan tanpa diungkapkan. Ah aku tahu itu, sudahlah tak usah kau pungkiri. Kau selalu melihatku kan? Menatapku dari balik jeruji jendela kamar saat aku pulang ke rumahku. Saat aku beranjak tidur, kau rela menghabiskan beberapa menit tenagamu untuk membunuh nyamuk-nyamuk yang dengan ganas menggigiti kulitku yang juga sensitif. Hmm kau sangat menyayangiku kan! Mengakulah!

Tapi..Kau telah beristri…

Lelaki superhero itu telah beristri, aku menyebutnya Ibu.

Hidup damai bersama istrimu ya, aku darah dagingmu hanya bisa berdo’a dan berharap yang terbaik untuk kalian. Jaga selalu sayang kaliah. Mmuah, aku sayang kau dan istrimu J

Salam sayang,
Darah daging terkasih,


Oleh:

Diambil dari: http://whyyoulooksosad.blogspot.com


A Letter To Elisabeth; Home

Cha, ini udah mulai lagi #30HariMenulisSuratCinta kaya tahun lalu. Gue dong skarang jadi tukang pos! Dari bos dapet sepedah fixie item, lo boleh pinjem. Masih pengen punya sepedah fixie gak? Maaf dulu gue belom punya duit buat beliin, skarang malah dapet dari @PosCinta :))

Di sonoh gimana? Enak kagak? Ada yang suka mijitin lo gak? Hihii. Eh? Pasti dipijitin Oma-lah ya. Salam buat Oma.

Rumah sepi nih. Tapi gak banyak berubah. Mami masih bobo di kamar lo, tapi sama Papi. Dulu kan lo gak suka yah kalo bobo ada Papi, suka ngorok. Hahahaa

Babam berubah loh, Cha. Tambah baik ke gue. Kita jadinya tidur berdua tiap malem. Kita cerita2 dulu. Ceritain lo. Dia sempet bilang sama gue, kalo dia nyesel. Hari2 terakhir, gak ada buat nemenin lo. Jadinya sekarang, kemanapun gue mo pergi, pasti dianterin ama dia. :”)

Kalo Papi, gak berubah. Cuma kalo tiap doa pagi selalu mengulang kalimat yng sama, “Lisa sudah senang di sorga sama Tuhan Yesus”. Dan Papi, selalu manggil gue dengan nama lo, Lisa Lisa Lisa.

Yang kasian, Mami. Pasti lo ngerti. Kalo lu sempet ngunjugin Mami di mimpinya bilangin, jangan suka nangis di kamar.

Lo anak yang baik, gue tau itu. Semua orang tau itu. Lo sayang kita semua. Kadang gue musti nahan air mata gue saat mami mulai nyeletuk kalo dia inget kejadian yang bikin dia kangen lu.

Lo tau celengan Spongebob punya lu kan? Masih ada, gak dibuang. Mami suka liat sambil bilang ke gue, “Mami ingat Lisa, waktu mami lagi gada duit dia selalu bilang ‘Ambil aja tuh Mi uang Lisa di celengan buat beli makanan’..”

Duit lo di dompet juga masih utuh sampe sekarang, Mami masih simpen dompet Pink lo yang duitnya banyak. Duit yang Papi kasih ke lo tiap lo mau minum obat2 yang banyak itu.

Sekarang kita udah mulai gak susah lagi, Cha. :) Lo jangan salahin diri lo lagi karna gue brenti kuliah dulu karna ngalah biar lo punya biaya berobat ke rumah sakit. Kan kalo jadi juga gue tahun ini mau kuliah lagi. :D

Udah, lo senang2 ya disana. Doain kita yang masih di sini. Gue kangen banget. Kemaren pas gue lagi mo ke Jakarta siang2, ngelewatin sekolah lo pas jam pulang. Dan gue berhenti dulu sebentar. Gue kangen jemputin lo naek motor. Kangen nungguin lo di pagar.

Yaudah, segini dulu suratnya. Nanti gue nulis lagi ya. Si Babam juga katanya kalo jadi mo nulis buat lo. Ah tapi gosah dipercaya dulu si binungku satu itu.

Salam buat Oma dan semua2 yang sudah duluan Tuhan Yesus ajak pulang ya.. :)

Peluk Kenceng,

Kak Kila Yang Paling Ganteng





Oleh:

Diambil dari: http://heykila.tumblr.com

Eros Dewangga

Eros,

Apa kabar soremu di sana?

Tetiba winamp di laptopku memutarkan lagu Boyzone – I love the way you love me, lagu yang biasa kamu nyanyikan di telingaku sebelum kita tertidur.

“I like the feel of your name on my lips, and I like the sound of your sweet gentle kiss. The way that your fingers run through my hair, and how your scent lingers even when you're not there. And I like the way your eyes dance when you laugh, and how you enjoy your two-hour bath, and how you've convinced me to dance in the rain, with everyone watching like we were insane..”

Begitu katamu.. suaramu yang tak sebagus Ronan pun terdengar makin parau karena kamu menyanyikannya dikala kantuk menguasaimu.

Eros, kamu taukan, betapa bencinya aku ketika rambutku disentuh oleh siapapun? Entah, sihir apa yang tertanam di jemarimu, hingga sentuhan jemarimu justru menjadi candu di sela-sela rambutku.

Lelakiku, aku mengagumi caramu memaki dunia, namun selalu tersenyum saat menyapa sesama, dan.. masih saja tersipu saat kusapa. Erosku.. aku masih memakai kemeja yang terakhir kamu kenakan saat pertemuan terakhir kita, baumu masih melekat di sana, kukenakan untuk menemuimu di alam mimpi, satu-satunya tempat dimana aku bisa menatap matamu yang teduh untuk saat ini.

Eros, di sini hujan, ingat janji kita? Kita mau buat orang-orang iri melihat kita berdansa di tengah hujan selayaknya anak kecil yang kegirangan mendapatkan permen. Aku masih ingat tiap kata yang kamu ucapkan. “Tunggu” katamu, iya.. aku akan menunggu, Eros. Menunggu hingga akan terulang lagi pagi di mana wajahmulah yang kulihat pertama kali saat membuka mata, membuatkanmu sarapan roti isi kacang dan secangkir kopi hitam.

Oh iya, hari ini lagi-lagi aku mandi menghabiskan waktu satu jam, kamu pasti benci sekali mengetahui hal ini, dan tadi aku menggunakan handukmu, jangan tanya kenapa, alasannya masih sama dengan kenapa aku masih saja mengenakan kemejamu, agar aroma tubuhmu melekat di tubuhku, itu satu-satunya hal yang bisa sedikit mengobati rinduku. Semoga kamu tidak keberatan, aku berjanji, jika kamu pulang nanti, aku pastikan handukmu sudah tercuci bersih lagi.

Eros, aku mencintai setiap kenangan yang pernah kita tulis, aku mencintai setiap kata dan perbuatan yang telah kamu berikan kepadaku. Aku mencintai caramu mencintaiku.

Aku sanggup menuliskan satu persatu hal apa pun yang ada pada dirimu yang menjadi alasan kenapa kamu mudah sekali untuk dicintai, namun semuanya akan berakhir pada satu alasan—aku tidak bisa jika tidak mencintaimu.

“Strong and wild, slow and easy. Heart and soul so completely, I love the way you love me..”

Aku suka dengan segala yang ada pada dirimu, kecuali satu hal—aku belum bisa menyebutmu ‘miliku’.

Eros, salam untuk istrimu. Jangan lupa ingatkan dia untuk minum obat teratur, sahabatku yang satu itu sering kali lalai.




Aku mencintaimu,

Senja Sarasvati


(part. 1 bersambung..)

#NowPlaying Boyzone -I love the way you love me-



Oleh: @ekaotto

Diambil dari: www.ekaotto.tumblr.com

Selamat Tinggal Payung Kuning !

Halo Payung Kuning! Sosok kamu tuh kaya ilusi. Fatamorgana. Kadang dateng, kadang pergi. Hari ini, kamu masih ada di genggamanku. Erat, sangat.

Suatu ketika di istana hujan, dia menitipkanmu padaku. Menitipkan sesosok payung kuning kesukaannya, mempercayakanmu untuk kupinjam. Entah lah, apa dia akan mengambilnya kembali saat dia menemukan penggantiku?

Hari itu, dia kembali menghubungiku, Payung Kuning. Padahal segala upaya daya aku lakukan agar menghilang darinya. #sigh

Nyatanya, dia datang lagi, dan berkata, "Apa kabar kamu?"

Aku nggak mungkin nggak nangis, Payung Kuning, aku tau banget kamu mengintip dari balik lemari sana. Melihat aku terisak saat suratnya tampil dalam layar komputerku.

"Hujan ya hari ini?" ujarnya. Kamu pasti lagi mengejek muka jelekku yang kala itu sedang sembab deh. Yakin. Kamu curi-curi baca pesannya kan, Kuning?

Aku nggak tahu harus ngapain, Kuning. Kata "hujan" dan "gerimis" merupakan kata sakral untukku dan dia. Kamu saksi bisu dari semua itu. Aku tau pasti!

Baiklah, kulihat kuningmu sudah enggak secerah dulu, kamu pun sudah melupakan senandung hujan yang biasa kamu nyanyikan bertahun-tahun lalu.

Kenapa kamu? Kamu sakit? Panas? Kebanyakan hujan-hujanan? Keracunan kah? Atau kenapa?

"Saya ingin kalian main hujan-hujanan lagi, tapi kalian berdua. Hujan, dan gerimis," ujarmu letih. "Kamu tau kah? Saya sekarat."

Setiap hari, kamu hanya berdiam dalam lemari itu, murung. Bahkan cenderung berubah menjadi warna abu. Monokrom. Jiwamu nyaris terhisap oleh entah apa itu. Mana Si Payung Kuning cantik yang selalu bahagia?

Hari ini, aku akan mengembalikanmu ke pemilikmu, Payung Kuning. You doesn't belong to me anymore. Kamu nggak akan bahagia melihatku terus menangis, menghapus satu persatu lembaran memori sampai tak bersisa.

Tuh, lihatlah, pemilikmu - pria pecinta gerimis - sudah bersanding bersama seorang nona pagi yang manis. Dia juga menyukai hujan, Payung Kuning, dia pasti menyukaimu.

Baiklah, Payung Kuning, ini saatnya kamu pindah kembali ke rumahmu sebenarnya, lemari yang terkunci rapat dalam hatinya. Lemari yang sudah menjadi hak milik Pria Gerimis dan Nona Pagi.

"Kasihan Payung Kuningnya, kasihan hati kamu," ujar pria itu sembari tersenyum, melihatku sulit melepaskan genggaman dari batang tubuhmu, Kuning.

Iya, memang, kasihan kamu, kasihan dia juga. Berat? Sangat. Kamu sudah kujaga baik-baik, kusimpan erat di lemari tersembunyi itu. Memelukmu di kala hujan tiba atau saat nggak ada seorang pun yang tahu. Sekarang, aku harus pura-pura nggak pernah kenal kamu. Pura-pura menganggap kamu cuma seonggok payung biasa. Ga bernyawa.

Goodbye dear Yellow! Aku harus rela ngeliat kamu perlahan dikembangkan olehnya. Bukan aku yang ada di bawah sana.

Hey, tenang aja, nanti kelak kamu juga akan bahagia, warna kuningmu akan cerah kembali. Predikat 'hujan' yang ada pada nama belakangku pun akan lepas perlahan, berganti menjadi tahta seorang nona cantik di pinggir sana.

Dan ingatan tentangku pun akan menyurut, Kuning, aku yakin itu.

Goodbye dear, take care!

nb : halo pemilik payung, tolong jaga Payung Kuning baik-baik ya :)

-penceritahujan-


Oleh:
Diambil dari: http://ceritahujancandella.blogspot.com

Hey sky, will you marry me?

kau lihat langit biru? mereka itu aku!



Kepada langit,

Ini surat cinta pertamaku untukmu. Kamu tahu kan, kalau selama ini aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Aku mengucapkannya setiap waktu, aku bahkan pamer pada siapa saja. Katanya, cinta yang sungguhan, adalah cinta yang tak malu diungkapkan di hadapan dunia. Cinta yang sungguhan, adalah cinta yang mampu membuatmu menanggalkan semua ego. Dan hanya ingin semua orang tahu, bahwa kamu mencintainya. Hingga, tak ada yang berani mencintainya, sebanyak cinta yang kamu punya. Kamu memberinya batasan kepunyaan, ‘dia milikku’.

Dan langit, ‘kamu itu milikku’. Baiklah, anggaplah aku posesif.

***

Aku rasa aku mencintaimu sejak, sejak aku merasa bahwa kamu menyenangkan. Sejak setiap kali aku bahagia atau sedih, kamulah yang pertama kali terpikir untuk kusapa. Birumu, mereka melautkan langit. Mereka pun melautkan aku. Dan ya, kamu diam, kamu hening, kamu mendengarkan dan kamu menenangkan.

Kamu tahu, aku suka warnamu di pukul setengah sembilan pagi di hari yang cerah. Dengan bercak-bercak awan yang melayang. Biasanya, aku akan lari-lari kecil ke halaman, membawa ponselku dan mencoba menangkapmu dengan lensa camera ponsel seadanya. Ah, terkadang aku ingin beli kamera yang keren itu, hanya untuk menyimpanmu pada sebuah gambar yang lebih nyata. Tapi lensa mana yang lebih keren dari ke dua mataku? Dengan ke dua mataku yang bulat besar ini, aku selalu dapat menyimpanmu, di dalam diriku.

***





Cinta yang hebat, adalah yang menyatu dalam senyum dan tawamu. Mereka melebur dalam dirimu. -- falafu




Hey langit,

Oh come on, kenapa aku bisa secinta ini padamu? Kenapa aku selalu terpana setiap kali menatapmu, bahkan tanpa perlu lekat-lekat. Mungkin ini, adalah satu-satunya cinta pada pandangan pertama yang kupercaya ada di dunia. Kamu tahu kan manusia, aku tidak suka mereka yang sering menilai apa-apa dari bungkusnya. Mereka merendahkan isi. Mereka kerap menilai terlalu dini. Dan aku, kamu tahu aku kan, aku adalah pribadi yang tidak ingin repot-repot mencitrakan diriku untuk dicintai oleh cinta yang hobinya mengelupas kulit-kulit permukaan pada diri seseorang. Itu mengapa, aku tidak pernah percaya cinta pada pandangan pertama antar manusia. Setidaknya, sampai saat ini.

***

Kamu tahu langit, semua orang bilang Tuhan ada di atas sana. Lalu entah kenapa aku selalu percaya kau bersahabat dekat denganNya. Itu kenapa setiap kali memandangmu aku tak takut berharap. Kau, bukan cinta yang membuatku mengharap terlalu tinggi lalu takut jatuh tersungkur di suatu hari. Kau, memiliki kepercayaanku secara utuh. Keberanian untuk mencintai.

Kau tahu, biasanya ketika aku mendapatkan hari yang begitu buruk, aku akan memandangmu lalu hatiku akan bilang;

“Lihat Fa, dengan kau berada di bawah biru atap dunia ini, bagaimana mungkin Tuhan tak melihatmu yang tengah kesulitan. Semua akan baik baik saja. Karena kamu, kamu tidak pernah luput dari perhatianNya.” Dan seperti sebuah keajaiban, aku pun akan merasa baikan setelahnya.

***

Bagiku, cinta yang baik itu penyembuh. Mereka yang bisa membuatmu merasa baik-baik saja di tengah hari yang teramat membosankan. Mereka yang akan dengan setia ramah mendengarkanmu ketika semua orang tengah menyebalkan. Ya, bagiku kau punya itu. Kau, selalu baik padaku langit. Kau pun baik pada bintang bintang, kau beri mereka kesempatan untuk benderang. Kau bahkan membiarkan awan-awan menangis sesuka hatinya, membuatmu sering tertutup gumpalan abu-abu sepanjang musim penghujan. Kau, yang melautkan langit, dan kau pun yang mengairi lautan. Kau begitu baik.

Dan hey langit,

Kamu itu juga seperti atap. Bukan hanya atap yang melindungi. Kau atap yang mengajarkan. Kau memperlihatkan padaku bahwa dunia ini ada dalam dua sisi, selalu ada gelap dan terang. Dan bahwa tak ada gelap yang sanggup berlangsung selamanya dan tak ada pula terang yang mampu bertahan selamanya.

Seperti tidak akan ada sedih yang mampu menetap selamanya dalam hidup, begitu pun tidak ada bahagia yang bisa kamu dekap sepanjang hidupmu. Hidup ini bagiku bukan roda seperti kepercayaan orang kebanyakan. Bagiku hidup ini adalah tentang gelap dan terang yang terus mengganti harinya.

Kita, hanya tengah saling bergantian mendapatkan sinar. Kita pun hanya tengah bergantian menjalani malam. Dan bukankah malam, mereka pun mampu indah karena ada bintang. Jadi apa yang perlu lagi dikhawatirkan? Tuhan, selalu tahu apa yang kamu butuhkan. Hal-hal yang pada “akhirnya” akan membuatmu bahagia.

Kau mengajarkan padaku, bahwa sinar, mereka menjadi lebih berarti ketika aku tengah berada dalam kegelapan. Ya, kau menceritakannya lewat bintang-bintang itu. Seperti hal-hal kecil baik dalam hidup. Mereka yang ketika bahagia, kau bahkan tak sanggup melihatnya.

Darimu aku pun memahami, bahwa bahagia dan sedih, bukan hal yang bisa jatuh begitu saja dalam hidupmu, mereka adalah hal yang harus kamu percayai ada.

Kamu percaya kamu tengah bahagia apa pun keadaanmu, maka kamu akan menjadi manusia yang penuh syukur. Tetapi ketika kamu percaya hidupmu menyedihkan, maka kamu akan menjadi manusia yang lekat dengan ratapan, bahkan ketika kamu bukan seorang yang tengah dekat dengan kelaparan.


***


Dan langit, aku (akan) mencintaimu. Selalu.
Bahkan tanpa perlu kau cintai kembali J


Yang mencintaimu dengan sungguh-sungguh,

fa


Ps: Suatu hari kelak Tuhan, akan mengirimkan padaku pria, yang (berani) mencintaiku dengan sungguh-sungguh.



Oleh:

Diambil dari: http://mangkokata.blogspot.com

Hai Kakak Sis :’)

Ini gue gak tau ah mau ngomong apa. Kepalang janji aja gue bilang mau bikinin surat buat lo. Iya dong, iya kan? Iya aja sih! *disengat ubur-ubur*

Dulu banget ya, awal follow lo karena liat avatar bule kece yang Masya Allah tweetnya kayaknya jempol lo gak punya rem *ya menurut nganaaaa!* faktor avatar sih nomor satu kak. Biarpun lambat laun gue bingung sendiri kok fotonya beda-beda mukanya. Makanya gue mention lo bilang muka lo mana sih yang bener? Dan lo yang ngomel gitu. Dih…malesin!

Gue bingung deh hari ini kan tanggal 18 30 hari menulis surat cinta buat selebtweet yak? Eh by the way lo selebtweet bukan? Ya secara pernah masuk daftar drama papan atas dunia per-twitter-an gitu deeeeh~

Drama konyol yang menurut gue, pihak ono noh yang drama. Oke gak usah di bahas. Gak penting karena gue tau siapa yang sarap beneran.

Yang gue tau saat di twitter atau pun convo BBm lo sama-sama apa adanya. Ya, walaupun di twitter lo ketus sama gue, tapi di BBm juga sih. Jadi sama aja ya? Iya gak? *di cekek*

Udah ah kak, gue bikin surat ini kan terpaksa. Terpaksa ngakuin kalau lo itu sebenernya baik :P

Pesan gue sama lo ya, jangan kebanyakan hangover loh nanti mati! Mati di bunuh gengsi yang katanya gengsi lo ngalahin langit tingginya hahahahaaa *krik*

Baik-baik ya kak di Sydney. Pulang ke sini jangan lupa kabarin gue. Salamin sama temen kakak yang katanya mau di plonco lucu-lucuan sama aku *blushing* *dilelepin di lumpur hidup* *tetep di bahas* *konsisten*

Samlekom!

To: @fransMB :’)



Oleh:

Diambil dari: http://incrediblelifesong.tumblr.com

I’m not your follower, I’m your friend forever.

Surat ini kutujukan untuk kalian yang pernah mengisi hari-hariku, tidak hanya di linimasa namun juga di dunia nyata. Pada awalnya kalian datang menawarkan persahabatan yang berujung dengan pendekatan untuk hubungan yang disebut ‘pacaran’. Sangat disayangkan karena pada akhirnya, hubungan kitapun jauh dari kategori pertemanan dan kalian menjadi orang yang kembali asing walaupun kita tidak saling bermusuhan. Tapi toh setelah itu kalian masing-masing menemukan perempuan yang lebih menyayangi kalian lebih dari yang mampu aku berikan. Aku sungguh berbahagia karenanya, melihat kebahagiaan seorang teman.

Aku berharap setidaknya di dunia maya seperti di linimasa pada twitter dan blackberry messeger kita masih bisa berkomunikasi. Sayangnya ternyata harapanku itu tidak berlangsung lama. kalian menjadi sosok yang asing di dunia maya. Tidak ada lagi pesan, reply sekedar mengobrol, memberi support atau bercanda. Aku kehilangan itu semua. berbekal rasa iseng tingkat tinggi, kubuka profil kalian saat kalian melintas di linimasa.

It surprisingly surprised when i found the information at the bottom of your profile:


…. is not following you.

Tidak cukup rasa isengku sampai disitu, kucek nama kalian disana, dan VOILA! Salah satu dari nama kalian tidak tertera disana.

Apakah ini suatu kebetulan? dua lelaki berbeda dengan cerita yang hampir sama dan memilih ‘pergi’ dari hidupku dengan cara yang sama.

Rupanya butuh kebesaran hati untuk menerima bahwa (mungkin) kalian tidak lagi ingin kita berkomunikasi walaupun hanya sebagai teman. Aku tidak peduli jika orang lain yang tidak kukenal sama sekali kemudian memilih untuk pergi dari dunia mayaku. Tapi ini kalian, orang-orang yang kuberi label teman dekat. Dengan berat hati, aku coba mengerti. Terlintas tanya dalam benakku, apa harus sampai seperti ini?

Lalu teringat ucapan seorang sahabat ketika aku bercerita mengenai hal ini padanya. sahabatku bilang:

“Mereka kan udah punya pacar, mungkin mereka ngelakuin itu buat jaga perasaan pacarnya. gue rasa pacarnya pada insecure sama elo atau mereka masih ada perasaan sama lo, jadinya membatasi komunikasi buat menghilangkan hal itu”

Ucapan sahabatku tadi mampu membuatku merasa lebih baik. Entah yang benar yang mana akupun tidak peduli, aku jadi berpikir bahwa kalian telah memilih kebahagiaan dengan cara kalian sendiri. Itu membuatku cukup berbesar hati walapun cukup sedih sih ya tidak bisa menjadi bagian dari kebahagiaan kalian lagi.

Dengan cara yang sama, aku tidak lagi mengikuti kalian di linimasa. Aku pikir, kita tidak lagi perlu saling tahu mengenai kehidupan masing-masing, cukup dengan saling mendoakan, itu yang penting.

Dear A yang selalu menyebut dirinya dengan sebutan ‘susu coklat’,

Maaf jika pada saat itu saya lebih memilih segelas soda yang ‘berbahaya’ daripada segelas susu coklat yang banyak gizinya. Terima kasih atas segala kebaikan dan perhatian yang kamu berikan, semoga semakin sukses dengan kewirausahaanmu, tetap rendah hati sekalipun sekarang ketenaran kamu telah mampu disejajarkan dengan level selebriti. Sampaikan pada istrimu bahwa aku tidak pernah berpikir sedikitpun untuk merebutmu darinya, kalaupun iya aku menyukaimu, kenapa tidak kuterima saja tawaran menjadi pacarmu waktu itu? Jaga keluargamu baik-baik ya dan berbahagia selalu.

Dear B yang pernah menjadi sahabat lelaki terbaik di sekolah,

Maafkan atas sifat kekanakan saya yang menyebabkan kita jadi berjauhan. Saya sadar bahwa perasaan tidak pernah bisa disalahkan. Saya sempat berharap waktu diputar kembali dan hubungan kita dapat diperbaiki. Sayangnya tidak bisa ya, walaupun saat ini kita sudah kembali biasa saja dan saling bertegur sapa jika bertemu tidak sengaja. Tapi tetap ada rasa kehilangan yang masih membekas di hati saya. Terima kasih atas telepon rutinmu setiap malam, perhatianmu yang mengalir setiap hari, ketika kita masih di sekolah menengah pertama. Saya tahu kamu akan selalu dan bahkan telah menjadi orang yang hebat di bidang yang kamu geluti saat ini. Tetap semangat dan semoga nanti kamu mau mengundang saya untuk hadir pada acara pernikahanmu nanti.

—-

once you come in my life as a friend, you will be there till the end. there is no ‘were’, because you are still and will always be my friend though you don’t even think so.


i hope both of you have a good life and good times there, wherever you are.

best regards,

i’m not your follower, but i will always be your friend forever. :)




oleh @naminadini

diambil dari http://berceloteh.tumblr.com/

Anak Jalan Yang Baik Hati

Dani,

Aku sangat senang dan bahagia mengenal dirimu. Keindahan  dalam hidupku  bisa mengetahui siapa dirimu, dan anugerah terindah bagiku dapat mengenal dirimu.

Aku banyak mengenal arti ketulusan, cinta dan berbagi dari mu. Kau banyak sekali mengajarkan arti hidup yang sebenarnya. Yang tidak pernah diajarkan di sekolah.

Awalnya, aku mengira kamu dan teman-temanmu di lampu merah itu adalah gerombolan anak nakal berpakaian kotor nan kumuh. Namun ku mulai mengetahui, walau kau seperti tersingkirkan dari masyarakat kota. Kau tetap berjuang untuk mengais rezeki yang halal. Aku kagum kau mampu bertahan untuk tetap berjuang.

Daripada Koruptor yang berpakaian rapi namun rezeki yang ia dapatkan hasil dari cara yang haram, kau lebih bening dengan balutan kain lusuh itu. Wajahmu yang  kotor karena debu itu bukti perjuanganmu untuk tetap berjuang hidup. Wajah kotor itu seperti topeng yang menutupi kebaikan hatimu.

Terima kasih, Aku diperbolehkan mengenal dirimu. Aku janji tidak akan kabur dari rumah lagi. Aku akan mengerti kesibukan orang tuaku yang sebenarnya mereka memperhatikan aku. Ku sisipkan beberapa uang tabunganku agar kau bisa kembali bersekolah.

Tunggu aku di lampu merah pertama kali kita bertemu. Aku akan sering menemuimu disana sekaligus aku akan mengenalkan orangtuaku padamu.

Walau kau anak jalanan, kau adalah saudaraku dan sahabatku.
Sahabat Tuhan



oleh @KucingPerez

diambil dari http://kucingperez.tumblr.com/

Untuk Sahabat yang Belum Pernah Kujabat Tangannya

Hai, Esti!

Jangan heran kalau aku akhirnya memutuskan untuk menulis surat ini buat kamu. Iya, kamu. Aku ikut #30HariMenulisSuratCinta juga kan gara-gara kamu yang ajak hehe.

Bagaimana kabarmu di sana? Musim dingin sudah berlalu atau masih saja membuat ujung jarimu membeku? Jangan lupa pakai pakaian tebal kalau keluar rumah, ya!

Esti, maaf kalau kamu kurang suka kusebut ‘sahabat’ di judul surat ini. Ya, mungkin aku yang terlalu lancang sudah menganggapmu sebagai sahabat, padahal muka kita saja belum pernah sekalipun saling tatap. Sekali lagi maaf ya. Aku hanya merasa ketika awal kita ngobrol di twitter, bbm, sampai lewat komen di blog, aku seperti sudah lama mengenalmu. Itu saja sih, alasannya.

Esti, tahukah kamu kalau aku sangat senang saat pertama kali kau menyapaku di twitter? Kau bilang kalau kau sedang membaca isi Tumblr-ku. Sungguh, aku adalah orang yang akan sangat bahagia jika ada orang yang bersedia membaca tulisanku yang belum ada apa-apanya itu. Dan kau, kau yang sama sekali belum pernah aku jumpai adalah orang yang tanpa ragu memuji. Aku suka melihat caramu memuji karya orang lain. Tulus dan apa adanya. Padahal banyak tulisanmu yang jauh lebih bagus dari punyaku. Kau memang keren!

Hmm, sebenarnya ada banyak yang mau aku katakan, tapi sayangnya lagi-lagi waktu tak memberiku kesempatan. Psstt, asal kamu tahu, aku menulis ini sambil mencuri-curi waktu kerjaku di kantor. Hihihi :p

Jadi untuk mengakhiri suratku, aku mau menulis sesuatu untukmu…

Lilin
Itukah aku di matamu?
Jika aku adalah lilin, maka hidup ini adalah api
Aku butuh api untuk bersinar
Tapi ia juga yang membakar habis tubuhku
Lalu kamu
Kamu adalah udara yang ada di sekitarku
Meski kadang kau berlari sebagai angin
Yang menyebabkan apiku meredup
Tapi tanpamu, apiku justru akan padam
Dan aku kehilangan alasan untuk tetap bersinar
Mendekatlah, akan kubuat kau merasa nyaman ada di sekitarku
Kau tak perlu ragu
Karena aku juga butuh kamu

Maaf ya, jadinya kurang bagus. Lain kali pasti akan kubuatkan lagi tulisan untukmu yang lebih bagus. Tentu saat aku dan waktu sudah lebih bersahabat.

~ Semoga kau cepat pulang ke Indonesia agar kita bisa bertemu dan berbagi tawa di dunia nyata. Salam buat Hachi. *peluk dari Jakarta*

***

Untuk @estipilami, seseorang yang lebih suka memanggilku “Lilin”




oleh @manggarlintang

diambil dari http://lintangnagari.wordpress.com/

Sempurna

Jika sebelum ditambah aku hidupmu baik-baik saja, seharusnya setelah dikurang aku hidupmu tetap baik-baik saja. Tapi, aku tidak ingin jadi penambah, biarkan aku jadi penyempurna. Supaya bukan karena aku kamu sesak, tapi karena aku kamu senang.

Penambah seringkali dilakukan meskipun suatu hal telah sempurna, tetapi penyempurna harusnya dilakukan karena suatu hal yang belum sempurna. Karena aku datang untuk mengisikan apa yang memang kosong, bukan mengungsikan apa yang sudah ada. Supaya bukan karena aku kamu menambah berat, tapi karena aku kamu menjadi lengkap.

Seperti susu yang menjadi penyempurna ke-5 dalam 4 makanan sebelumnya, inilah surat tentang ‘Sempurna’-ku yang ke-5 setelah 4 surat sebelumnya.


Tangerang, 18 Januari 2012





Jika Tuhan Tidak Berkenan

Dear Asri Priyanti,

perempuan sederhana yang akhir-akhir ini telah merubah status single ku menjadi double.

Sekali lagi Tuhan memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki diri menjadi pendamping yg lebih baik lewat tanganmu. labirin-labirin kebetulan yang Tuhan ciptakan, pada akhirnya mempertemukan kita pada sebuah kesimpulan bahwa kehidupan kita akan saling bertautan. mungkin selamanya, mungkin juga sementara. tergantung kehendak-Nya. atau mungkin tergantung kita?

Apapun yg akan terjadi nanti, apapun Kehendak yg ingin Dia berikan pada kita. kuharap akhirnya akan mengenakan ya. buat kamu, ataupun aku.

Dear Asri,

seperti namamu, yang Asri itu. aku sering berteduh di kedua kelopak matamu. menghangatkan diri disepasang lenganmu. kemudian berkeluh kesah layaknya seorang anak hilang menemukan induk yg tepat untuk duduk nyaman dalam sebuah rangkulan. aku kembali menemukan kehidupan.

Ya, mungkin ini terdengar sedikit lebay buat kamu. tapi tidak untukku, yg sudah sering mengalami dan merasakan sekejam apa rasa sepi. sedingin apa rasa sendiri. kuharap aku tidak mengecewakanmu ya. seperti katamu, “jalani saja dulu. jangan buru-buru”. betul itu, seperti cintaku yg tumbuh pelan-pelan. karena yg instan tak pernah lama bertahan #halah #apaansih #indomiekaleee

ada yg ingin kuberikan, bukan gadget mahal lho. apalagi rumah baru. cuma beberapa baris kata.

Jika nanti aku menyakiti, jika nanti aku tak cinta lagi. kesalahan bukan terletak padamu. sebagai perempuan, kamu lebih dari pantas untuk dipertahankan. namun jika aku cinta mati, ingatkan juga aku. kau tak lebih dari manusia tak sempurna ciptaan-Nya yg bisa saja mencampakkan aku begitu saja. kita manusia, yg tak harus saling mengagungkan atas nama cinta.




oleh @kacang_almond

diambil dari http://kacangalmond.tumblr.com/

Akhir Zaman

Hai, Amalia, aku mau menceritakan satu hal padamu. Kau boleh membacanya, boleh mengabaikannya. Namun aku harap kau mau membaca baris terakhirnya, jika ternyata paragraf pertama saja sudah dapat membuatmu mengantuk. Sebelum kaujenuh membaca basa-basinya, aku mulai saja suratnya =).
Oh, aku juga menyelipkan dua sajakmu sebagai inspirasi.

/1/
aku mungkin hanya ingatan samar di kepalamu, potret buram di pigura kenangmu–kau pahami sebagai cinta yang gegas.
— @ama_achmad

Aku bayangkan. Di masa depan, ada virus mematikan dan hanya menyerang manusia. Saking hebatnya virus tersebut, hanya dalam satu hari, Homo sapiens mengalami kepunahan. Bumi pun menjadi kota mati tanpa kehadiran kita–manusia. Bangunan-bangunan, meskipun masih berdiri tegak, terlihat begitu menyedihkan–temboknya lembab, rumput menyembul di keramiknya, di sudut-sudut ruangan, kecoak, tikus dan laba-laba membangun bahtera keluarga. Rumah-rumah menjadi bongkahan fosil dipenuhi ngengat dan ular, kolam renang lambat laun mengering dan dipenuhi rumput liar. Hanya dalam hitungan abad (mungkin satu abad saja), tiba-tiba ada hutan rimba di seluruh bumi. Kota besar dan segala kemewahannya tak lagi tersisa, benda-benda an-organik–seperti kaca, plastik dan sebagainya, meskipun memakan waktu berabad-abad, pada akhirnya toh terurai lagi menjadi komponen tak berbahaya seperti muasalnya.

Lantas, bagaimana kita bisa menandakan, bahwa kita pernah ada? Kita–manusia, selalu merasa sebagai spesies tercerdas dan terpandai, namun kenyataannya seringkali terbalik, spesies terlemah justru dapat bertahan lebih lama. Sudah berjuta-juta tahun dinosaurus punah, sementara kecoak masih ada sampai sekarang, bukan? Lalu, bagaimana aku bisa mempertahankan abadinya cinta jika aku sendiri begitu sementara?

/2/
senja lindap di peron stasiun, menyisa aku di bangku tua bersama sebuah tunggu purba–kereta yang dinanti tak kunjung tiba
— @ama_achmad

Barangkali, Amalia, ketika manusia punah, hanya dalam hitungan tahun, peron tempatmu menunggu sudah dipenuhi pohonan rimbun. Di sana, ada dua anak sungai mengalir jernih, menemani rel-relnya. Sementara kereta tua di sudut stasiun sudah dipenuhi burung-burung dan laba-laba, rumputan dengan cepat merambat di trotoarnya, dan bangku tempatmu duduk sudah melapuk dimakan rayap–bahkan deritnya tak lagi terdengar. Seketika, tercipta taman firdaus mini di sana, di mana surga seakan mengabadikan segala penantianmu–selaksa rindumu.
Namun, Amalia, aku selalu percaya, meskipun alam semesta kelam dan peradaban punah, pasti ada sudut-sudut abadi di balik setiap kehilangan. Sebab, akhirnya aku mengerti, — kamu, seperti halnya cinta, tak akan pernah tiada =).


Salam,
Raf

— 18 Januari 2012 —
Sebagian terganti, sebagian tak terganti. Sebagian menghilang, sebagian abadi





oleh @opiloph untuk @ama_achmad

diambil dari http://yanuar1319.wordpress.com/

Selepas Terbang

Hai kau, Wajah yang Tenang,

Ketika aku menuliskan surat ini, rupanya sudah cukup lama sejak aku melepaskanmu. Aku sudah sempat lupa dulu lebih mengakrabimu dengan panggilan apa, elang penjelajah rimbakah? atau, gunung biru? Aku cuma ingat sosok kokoh dan parasmu yang jernih, yang sempat membuatku berpikir, mungkin Tuhan menciptakanmu dari segelas susu putih hangat.

Kalau kemudian ini adalah pucuk surat cinta… harus kuakui, bahwa walaupun aku telah melepasterbangkanmu dengan rela, cinta itu cuma berkurang manifestasinya. Residunya sendiri akan mengerak abadi di sudut hati. Menunggu waktu saja. Aku tetap percaya, pada kehidupan tak bermasa nanti, aku akan dipertemukan kembali denganmu. Aku pernah bilang begitu pada Tuhan…

Jadi, untuk sementara ini cukuplah. Mengenal dan mengharapkanmu sudah membuatku melangkahkan kaki jauh dari batas yang kupikir tadinya tak mungkin kulalui. Keberanian-keberanian untuk mengalahkan kegelisahan sendiri, menjejakkan kaki ke bukit-bukit yang pernah kau lalui, kutempuh hanya demi merasakan bagaimana menjadi kamu. Aku ingin mengecap dingin dan letih yang menggigitimu di puncak pendakian atau rawa-rawa yang senyap. Bahkan kuhikmati kegamangan dan debar haru ketika kau melawat tujuh puncak dunia, kisah-kisah yang sebelumnya tak pernah kudengar. Terima kasih sudah membukakan mata dan mengukuhkan derapku. Kau benar, surga-surga kecil di dunia itu adanya di kesunyian alam.

Seluruh rasa yang pernah menyala padamu itu mungkin serupa gunung-gunung yang kauakrabi. Teguh dan diam, tak berlalu ke mana-mana, bersembunyi dalam relung gua-gua di kelebatan rimbanya.

Ketika surat ini kutulis, kubakar agar abunya terbang sampai di halamanmu, aku tak merasa bersalah sedikit pun. Cinta itu tak bersalah, dia hanya perlu tahu diri akan batas-batas dan tidak menginginkan milik orang lain. Selamanya penilaianku akan tetap sama: kau, lelaki yang mulia.

Sampai jumpa di kemudian.



oleh @LilyaR

dimbil dari http://lily4poems.wordpress.com/

Sabar Ya Nak, Sabar

(sebuah surat cinta)

Sabar ya Nak, sabar..

di saat kita bukan siapa-siapa
tak punya wewenang
tak ada kuasa
tak berpangkat dan berjabatan

yang paling gampang memang mangap selebar-lebarnya, berteriak
yang paling mudah memang menuding dengan segenap jari jemari

tapi sesungguhnya bapak dan ibumu ini ya ragu,
apakah kami memang sudah sempurna juga ya?

malu tho nak, mengeluhkan pekarangan orang yang kotor dan rusak
ternyata dalam rumah kita sendiri, kamar bahkan mungkin tempat tidur kita sendiri debunya tebal..

memang nak, baru debu.. belum jadi lumpur
tapi katanya, sedikit-sedikit lama kelamaan menjadi bukit lho..

takutnya bapak ibumu ini,
terlalu sibuk mengurusi pekarangan orang itu,
si debu di rumah kita menjelma jadi lumpur pun bisa-bisa kami tak sadar


Sabar ya Nak, Sabar…

sebab bapak ibumu ini ya nggak bisa memastikan
seperti apa nanti masa depanmu
barangkali kepintaranmu akan membawamu
pada pangkat yang tinggi, jabatan yang hebat
yang artinya juga.. amanah yang besar???

bapak ibumu ini ya deg-degan
apa bisa cukup kasih kamu sangu iman dan kekuatan hati
buat menghadapi godaan di jamanmu nanti

karena pasti ada godaan nak.. pasti banyak
bahkan mungkin jauh lebih ‘nggilani daripada godaan di jaman bapak ibumu ini

lha wong sekarang saja kadang susah bagi kami

kalau sudah berbentur dengan kepentinganmu,
kebahagiaanmu.. urusanmu
rasanya kami ingin segala yang ‘paling’ bisa kami sediakan buatmu
ya mungkin dengan kecil-kecilan mengabaikan kaidah benar salah
yang penting kallian bahagia dan nyaman.. begitu kah?

[ … Astaghfirullah.. Maafkan kami ya Allah
jangan-jangan sering kami berkolusi dan bernepotisme,
mengkorupsi amanah yang kami emban, demi alasan memberikan yang terbaik buat anak-anak??… ]


Sabar ya Nak.. Sabar

nanti kamu pun akan sampai pada giliranmu

buat membuktikan kamu bisa tidak korupsi
atas segala hal, dari yang terkecil dan tersembunyi,
apalagi yang jelas tampak mata

nanti ya nak,

kalau kamu ada kuasa, ada pangkat, ada amanah
baru nanti itu akan teruji
bagaimana bentuk jiwamu
bagaimana bangunan integritasmu
seberapa utuh nuranimu

bukan sekarang nak..

sekarang waktunya bapak ibumu ini

buat menanam rasa malu di dalam benak dan hatimu,
bila dirimu sampai mengambil hak orang lain

buat mengajari rasa bersalah dalam dirimu,
jika perbuatanmu merugikan orang lain

buat mendidikmu artinya aib,
bila mencemooh perbuatan orang lain, tapi diri sendiri sebetulnya melakukan hal yang sama


Sabar ya nak, Sabar…

sekarang biar bapak ibumu dulu bekerja keras

mengisi pundi-pundi kantong sangu-mu
dengan pelajaran kejujuran
dari yang sepele dan remeh
dari mulai matamu terbuka di pagi hari
sampai menutup beristirahat di malam nanti


Bersabar ya Nak,
anteng-anteng tunggu giliranmu..

dan bila saatnya tiba
ada atau tiada bapak ibumu ini di sampingmu
semoga kuatlah pertahanan hatimu, selalu…


Be a good sport, Nak ; follow the rules, don’t cheat and play fair.




oleh @nyi_demang

diambil dari http://kayla80.tumblr.com/

Sahabat Peri

Hai..
Lama aku tak mendapatkan pesan singkat darimu di henfonku. Apa kabarmu sekarang? Terakhir kita berbincang mengenai koleksi film-film korea milikmu. Hahaha…aku masih tidak habis pikir, kenapa kau bisa begitu menyukai film korea. Aku penasaran! Tapi baguslah, aku jadi tidak repot mendapatkan film-film kesayanganku.
Alfan Nur Ihsan, bagaimana tugas akhirmu? Masih semangat kan?
Ayolah demi masa depanmu :)
Apang, aku lupa bagaimana persisnya kita berkenalan. Yang kuingat saat itu kita berkawan lewat friendster, pun yahoo messenger. Tapi aku lupa bagaimana bisa kita mulai akrab. Saling bertukar nomer henfon, saling berkirim pesan singkat, dan seringnya kau yang menelfonku :) Aku bahkan tidak tahu mengapa kau bisa dipanggil apang.
Bagiku kau sahabat baikku, entah apa artinya aku untukmu. Ingatkah kamu waktu aku berulang tahun ke 22, kau orang pertama yang memberikan selamat padaku. Kekasihku justru sesudahmu. Dan saat dia memutuskan berpisah denganku, kau pun langsung menelfonku, menanyakan keadaanku, membiarkanku menangis sepuasnya. Ingatkah kau itu terjadi sekitar pukul 2 dini hari? Kau tak henti-hentinya menghiburku agar aku cepat pulih, sampai-sampai kau kirimkan beberapa bait puisi cantikmu untukku. Hei…aku rindu kumpulan sajak-sajak cantikmu.
Apang, cepat selesaikanlah tugas akhirmu, supaya aku bisa membalas budi baikmu menemaniku belajar sebelum bersidang. Tentu kau masih ingat, ketika aku bersidang, kau yang menemaniku belajar, kau yang membangunkanku tengah malam, menjagaku supaya aku tidak tertidur. Ketika keluargaku saat itu tidak ada untuk mendukungku, justru kau yang menyemangatiku supaya aku berhasil mengejar gelar sarjanaku. Dan akupun ingin melakukan hal yang sama untukmu nanti, aku harap segera.
Apang, pertemuan kita yang pertama kurasa aku telah sangat menyakiti hatimu. Mungkin pertemuan itu juga menjadi yang terakhir, aku harap tidak. Malang. Di kota itu kita pertama kali bertemu, kau menjemputku. Saat itu tidak ada canggung sedikitpun di antara kita. Aku tahu aku tak boleh menyukaimu, kaupun tak boleh menyukaiku. Namun aku merasa nyaman saat kau mengusap kepalaku, sebagai sahabat tentunya.
Apang, hari itu kita bermain-main di Batu Night Spectaculer, kau kenalkanku dengan teman baikmu, Shinta dan Yudhis. Sungguh aku tak enak saat itu merepotkan kalian semua. Minggu itu kau ajak aku memutari kota Malang, dan entah mengapa aku terfikir untuk ikut denganmu pulang ke Surabaya. Iya aku menyesal, bukan karena henfonku yang hilang di Lapindo, tapi karena akhir perjalanan hari itu, kau marah padaku. Maaf. Aku menyesal apang.
Semenjak itu, hubungan kita merenggang. Tak pernah lagi kudapat telfon-telfon malam darimu, pun pesan singkatmu yang lucu. Tak kudapati lagi kau menjadi orang pertama yang memberikan selamat padaku di saat kuberulang tahun. Aku tak tahu pasti bagaimana, tapi kita memulai kembali pertemanan seperti semula. Namun, tetap saja kau menjadi asing bagiku.
Apang, bersama surat ini aku selipkan sejuta maaf untuk segala kesalahanku. Aku tahu aku bukan teman yang baik. Aku sertakan pula ucapan terimakasih untuk tawa, senyum, dan air mata berkat kiriman film-film koreamu. Apang….semoga persahabatan kita ini tetap selamanya ya. Apapun yang terjadi esok :)
ps. Imelda sudah ga sama Ravi lagi :) *objek gossip kita*

Salam hangat,
peribiroe :)
Rabu sore - 18 Januari 2012

oleh: @peribiroe
diambil dari: http://theresiafafa.tumblr.com

dear (i)gaa

hai
bukan bermaksud mengganggu atau mengusik hidupmu lagi
hanya saja ada beberapa hal yang harus aku sampaikan
kamu tau kan kita tak pernah komunikasi lagi sejak hari itu
jadi sempatkanlah membaca surat singkat ini
singkat saja, tidak akan menyita banyak waktumu kok
itupun kalo kamu sudi untuk membacanya

ada apa akhir akhir ini denganmu?
kenapa jadi sering sakit sekarang?
aku baru tau jika selama ini kamu punya maag
aku juga baru tau jika selama ini kamu punya amandel

setau aku dulu aku yang sering sakit sakitan
kenapa sekarang kamu jadi ikut ikutan?

aku bukannya sok peduli atau bagaimana
aku memang masih peduli samamu
aku memang masih khawatir jika tau kesehatanmu menurun akhir akhir ini
wajar aja kan mengkhawatirkan orang yang sedang sakit?
tidak ada masalah kan?

sekedar info aja
kalau nanti sakit maag mu kambuh lagi
langsung periksa ke dokter Parmin sebelum semuanya makin parah
ntar disana kamu minta obat tablet hijau sama kapsul merah
kalau maag ku kambuh biasanya aku langsung minum itu
lumayan meredakan nyeri sih
coba aja, rasanya enak kok macem permen mint

tapi kunci utamanya ya menjaga makanan lah
kamu teratur makan, jangan sering gak turun makan
jangan sepele sama makanan
nanti kalo kamu udah punya maag akut kyk aku pasti repot lah
kamu harus sedia obat di tas setiap hari
kan gak enak kalo gitu

kalau untuk amandelmu
kamu pergi aja ke apotik, cari obat yang namanya FG troches
semacem permen tapi untuk meredakan amandel
aku juga uda pernah nyoba
enak sihh

kamu jangan minum yang dingin dingin dulu
kamu jangan makan yang berminyak minyak
mau cepat sembuh kan?
minum air putih hangat banyak banyak
supaya gak sakit lagi amandelnya

eh iya kalau sewaktu waktu sakit mu kambuh dan gak ada obat
kamu minta aja sama aku
aku selalu punya obat, kamu tau sendirilah
dulu waktu kamu sakit juga aku kan yang kasi obatnya?
dulu kita pernah saling berbagi, kenapa sekarang tidak lagi?
itu sih opini aku ya, aku tau opini kita selalu berbeda

aku masih tetap bawel kan?
aku masih tetap cerewet kan?
haha, ya inilah aku
dari dulu pertama kita kenal aku tidak pernah berubah
semua masih sama, masih sangat sama
aku juga masih merasakan yang sama
ah kamu tau sendirilah apa yang aku maksud
ini bukan tempat untuk menjelaskan semuanya

jaga kesehatan ya
badan kamu punya batas nya
jangan terlalu dipaksa, jangan terlalu diporsir
kamu banyakin istirahat
segala sesuatu itu harus seimbang lah
aku tau kamu sayang sama basket
tapi kamu juga harus sayang sama kesehatanmu
yaya, maaf kalo aku sedikit sok tau

eh kyk nya surat singkat ini udah terlalu kepanjangan lah
maaf lagi kalau semua ini mengganggumu
and for the last, 91225

with love
your ex
.nda.

#30harimenulisSuratcinta
hari ke 5

PS : @poscinta, tolong sampaikan surat ini ke @Goldry yaaaaaa :)



Oleh:

Diambil dari: http://greeninda.tumblr.com