16 January 2012
Luffy Hanya Sesosok Chara? Aku Tak Peduli.
Aku lupa sejak kapan aku bisa sangat mengagumimu. Oh iya, sejak SMP. Sejak kamu tayang setiap Minggu di salah satu stasiun tv swasta waktu itu. Pukul 10 pagi. Ternyata aku masih mengingatnya.
Tau kenapa aku menulis surat untukmu? Karena kamu berada di sebuah kanvas dan tulisanku juga berada di sebuah kertas. Kita sama-sama dalam sebuah doa dan masa depan.
Langsung saja. Aku selalu heran dengan semangat yang kamu punya. Rasa kebersamaan yang sangat kental antar nakama. Aku selalu iri untuk menjadi Zoro, Usop, Nami, Sanji, Robin, Choper, Franky, dan juga Brook. Terutama Zoro. Dia orang kepercayaanmu kan? Seseorang tolol yang selalu lupa arah. Kenapa kamu bisa memilih Nakama seperti mereka sih? Tapi mereka memang orang-orang terhebat. Tak pernah ada duanya untuk berada di atas kapalmu, Going Merry dan ThousandSunny. AKU IRIIII…!!!
Eh iya, setelah melawan Hody dipulau fishman, kenapa kamu bisa-bisanya menantang Big Mam hanya gara-gara permen? Kamu selalu sesimple itu ya. Aku hanya bisa berharap. Kamu menang dan menyelamatkan pulau manusia ikan tersebut. Jinbei dan raja neptunus saja sudah menyetujui untuk menggantikan bendera bajak laut Big Mam tersebut dengan bendera bajak laut Topi Jerami punyamu suatu saat nanti. itu sesuatu kepercayaan yang sangat besar. Sangat besar.
Terakhir tapi tak mengakhiri, semoga selamat sampai di dunia baru dan Luffi, semoga kamu menjadi RAJA BAJAK LAUT seperti apa yang kamu cita-citakan. seperti Gold D. Roger, ayah dari saudaramu Ace.serta mengalahkan Kurohige yang kejam itu. Aku sangat benci kepadanya. Jika ketemu sabo dan ayahmu nanti “Monkey D Dragon” salam ya. Tanyain ke dia, sebenarnya dia tipe DF apaan. Haha.
Oh hampir lupa. Aku menamai hamsterku dengan nama kapalmu itu. tapi saying mereka mati sebelum berkembang biak. Ah, aku terlalu banyak mengoceh seperti usop. Sudah dulu ya. Aku juga ingin berpetualang di duniaku sendiri. semoga aku bisa sepertimu, selalu semangat.
Salam lapar "Panda Women."
Halo Yang Tercinta, Ini Aku
Halo Yang Tercinta, ini aku. Apa Kau masih mengenaliku? Biasanya aku datang dengan penampilan kesukaanMu. Dengan berbasuh muka, tangan, dan kaki, supaya Kau senang berada dekatku.. Kemudian kita akan bercakap-cakap di atas beludru merah yang lembut dan harum. Kali ini tidak. Aku menemuiMu seadanya. Semoga Kau masih Mengenaliku.
Kekasih, apa kabar? Selama ini Kau selalu Menanyai kabarku. Aku memang berubah- ubah. Kadang senang, sedih, marah, kecewa, berbunga- bunga. Kau selalu Mendengarkan cerita apapun yang kubawa padaMu. Jangankan balas bertanya, menjawab pertanyaanMu saja seringkali aku abai. Maafkan aku, selalu mempertanyakan banyak hal tanpa memperhatikanMu. Kini biarkan aku yang bertanya.
Apa kabar? Aku terkejut ketika mencoba memikirkan lagi tentangMu. Kegelisahan merayap lebih cepat senja renta yang ditelan keremangan malam. Apa Kau Baik- Baik saja? Kau selalu Sibuk. Kau begitu Baiknya sehingga orang tak dapat menahan diri untuk tak meminta bantuan padaMu. Tepat seperti yang Kau Inginkan: Direpotkan. Kau memang Luar Biasa. Apakah Kau pernah Berpikir untuk Beristirahat barang sejenak saja? Tapi, ah. aku tak dapat membayangkan jadinya mereka—dan aku—jika Kau Memutuskan untuk Rehat. Jangan dulu, Kekasih. Tampaknya kami masih perlu banyak bantuanMu untuk menyiapkan diri sedikit lebih lama lagi. Aku harap Kau tak letih menghadapi pekerjaanMu, ya?
Aku jadi teringat tentang pekerjaan- pekerjaanku yang tak kukerjakan. Aku tahu Kau sering Menegurku, dalam hati Kau pasti Dongkol sekali. Tapi Kau sangat Mencintaiku sampai- sampai Kau tak pernah Mengamuk atas perlakuanku padaMu. Seperti pacar temanku yang mengumpat- umpat ganas di media online ketika tidak berbalas SMS. Atau pacar- pacar di sinema yang biasanya membanting barang- barang sambil menangis, tahu bahwa ia telah diduakan. Terima kasih, Kau selalu Sabar menghadapiku. Aku ingin Kau Tahu, meski terkadang aku lalai denggan pekerjaan- pekerjaanku, mendua bahkan mentiga-atau-empatkanMu dengan remeh temeh di sekitarku, aku selalu menyempatkan diri bertemu denganMu.
Pujanggaku, tentang pertanyaan yang sepertinya terus Kau tanyakan itu sekalian akan kujelaskan disini. Belum, aku belum membaca puisi- puisiMu sampai habis. Sesungguhnya aku sendiri tak paham kenapa aku tahan semalaman suntuk membaca puisi- puisi dari buku- buku koleksiku, sedangkan puisiMu saja tak selesai. Tentu aku mengecewakanMu. Maafkan aku. Aku benar- benar pelupa, bukan tak suka. Bagaimana aku bisa tak jatuh cinta dengan rangkaian kata- kataMu yang begitu memabukkan? Ketika aku tengah membacanya, seringkali aku tersentak. Kata- kataMu begitu memesona. Kau Mengemas kejujuran dan kebenaran dengan begitu indah.
Aku berjanji aku akan segera menyelesaikannya. Berbesar hatilah sedikit lagi untukku, oke?
Oh iya, berbicara tentang puisiMu, satu kali aku pernah membaca soal penampilanku. Kau Menulis beberapa hal di sana. Aku tahu itu tapi tak pernah menghiraukanMu. Bahkan saat inipun aku menemuiMu dengan rambut digerai, kaos lengan pendek yang membuatku bisa memperlihatkan gelang- gelang keren di lengan bawahku, serta rok pendek kembang- kembang lucu yang kubeli bulan lalu. Jelas bukan favoritMu. KataMu, hal- hal indah dan berharga seharusnya disimpan untuk orang- orang berharga. Yah, Kau Benar. Seharusnya aku sadar jauh hari. Kau hanya Menjaga dan Membuatku indah dan berharga. Terima kasih. Aku akan terus mencoba untuk mempertahankan kesukaanMu seperti saat- saat kala kita bertemu.
Baiklah, mari kita sudahi pertemuan kita lewat secarik surat ini. Aku Tak ingin menyita waktuMu lebih banyak lagi. Atau…waktuku. Kau pasti Kesal kalau aku berlama- lama menulis lagi. Aku tahu Kau selalu Ingin bercakap- cakap langsung denganku.
Kekasihku, aku memang kekasih yang buruk. Maafkan aku yang sering lupa bahwa aku adalah milikMu dan Kau satu- satunya untukku. Terkadang seseorang bisa dengan gampang melupakan betapa berlimpah cintanya sendiri sampai kerinduan membuncah tak terbantah. Saat ini dadaku hangat penuh dengan Kau, Tuhan.
dikirim oleh @chaoticvel
Monalisa yang Hilang
Begitulah baris pertama surat cinta yang harusnya aku berikan padamu empat tahun yang lalu. Kamu jangan marah dulu dan membuang surat ini sebelum membacanya sampai huruf terakhir. Karena di dalam surat ini, kamu akan menemukan alasan yang akan membuatmu mengerti bagaimana perasaanku padamu sebenarnya.
Aku mengenalmu dari kelas 3 SD, kamu menyamar sebagai murid pindahan dari Kupang, tapi aku tak percaya, karena aku yakin kamu sebenarnya malaikat yang akan menjagaku sampai akhir. Bagaimana tidak, kita duduk sebangku sampai kelas 6 SD, satu sekolah waktu SMP walau tak sekelas, dan rumahku dan rumahmu hanya berjarak 3 rumah. Jangan mengelak lagi, aku sudah tahu dari awal.
Seiring berjalannya waktu, aku merasa makin terikat padamu, tapi aku tak keberatan, karena kehadiranmu yang selalu kutunggu. Lalu kamu menghilang selama beberapa bulan, tak ada kabar. Ku tunggu setiap pagi agar kita bisa berangkat ke sekolah seperti biasa, kamu tak datang. Ku datangi rumahmu, tak ada orang. Bahkan aku sampai mendatangi ruang administrasi sekolah, menanyakan kabarmu, apakah kamu pindah sekolah, tapi sama saja, tak ada informasi. Padahal di hari kamu menghilang, kuselipkan surat cinta di laci mejamu.
Itu semua tak menyurutkan harapanku untuk selalu menunggumu. Sampai surat darimu datang, tanggal pembuatannya sama dengan surat cinta yang aku letakkan di laci mejamu. Sayangnya suratmu bukan surat cinta. Kamu pamit. Tiga bulan setelah kamu menelantarkan surat cintaku sampai usang.
Setiap sore yang cerah, kita naik ke atap rumahku, menebak bentuk awan sambil berkhayal bisa menaikinya dan menjadi yang tertinggi di antara manusia. Aku iri padamu, karena kamu sudah mendahuluiku menaiki awan. Dulu memang aku yang menunggumu, sekarang kamu yang harus menungguku, aku akan menyusulmu suatu hari nanti!
Dari: Kolektor kenangan yang kamu tinggalkan
dikirim oleh @aramochis
Aku Telah Berjanji untuk Menyayangimu
Apa kabarmu? Semoga hari ini tak terlalu melelahkan, ya… Ini adalah surat kedua dariku. Dan semoga ada sedikit minat bagimu. Saat jarak dan kekosongan merentang begitu lebar diantara kita, rasanya semakin banyak hal yang ingin kuungkapkan. Seringkali aku membayangkan sedang berbicara denganmu, mengungkap banyak hal tentang kisah hidupku, kenangan kita, perasaanku terhadapmu, dan banyak lagi hal lainnya sembari menatap mata cokelatmu yang indah. Tapi kurasa dua puluh empat jam takkan pernah cukup untuk menceritakan segalanya. Kita telah tidak bertemu sekian lama, dan itu membuatku harus menyeret berkarung-karung kisah dan kerinduan untuk kutumpahkan padamu. Namun lihatlah! Saat ini, ketika aku bahkan hanya sekedar menulis surat tanpa menatap binar matamu, pikiranku serasa tersumbat. Jemariku kaku. Benakku terjebak di antara ruang kekosongan dan keriuhan. Aku bingung apa yang harus kuungkap pertama kali. Kenangan-kenangan tentang kita mendesak-desak ingin diprioritaskan. Hasrat batinku menggedor-gedor ingin didahulukan. Aku serasa gagu. Namun hanya satu yang masih kurasakan jelas. Desir kerinduanku padamu semakin menghangatkan jiwaku, menguatkanku.
Oh ya, bagaimana kabar ibumu? Apakah sudah kau sampaikan salamku pada beliau? Semoga Tuhan masih memberiku kesempatan untuk berjumpa dengannya suatu saat nanti. Ia masih serupa cahaya kemilau di mataku.
Bagaimana pula dengan kabar ayahmu? Apakah ia baik-baik saja? Kuharap demikian. Asal kau tahu, meski telah kuungkap pada surat sebelumnya bagaimana reaksiku saat mengetahui watak asli ayahmu, aku masih memiliki rasa hormat pada lelaki tangguh itu. Apalagi mengingat jasanya yang turut andil atas keberadaanmu di dunia. Aku takkan pernah henti untuk menghormatinya, Kisha. Lepas dari perlakuannya terhadap ibumu, ada begitu banyak hal yang membuatku kagum padanya. Terutama pada caranya mendidik dan menerapkan kedisiplinan, yang dapat kulihat langsung hasilnya melalui dirimu. Jika bukan karena ayahmu, kau takkan jauh lebih hebat dari Kisha yang kukenal dulu. Kisha yang selalu juara kelas, yang aktif di kegiatan apapun, yang disiplin dengan berbagai jadwal, yang selalu menjadi bintang dimanapun ia berada… Terutama di sekolah, kau menjadi bintang yang bersinar sangat terang…
Sejujurnya, saat pertama kali kau masuk sekolah dan berada pada kelas yang sama denganku, akulah murid lelaki yang paling bangga di kelas itu. Siapa yang tidak bangga menjadi orang pertama yang dikenal oleh calon primadona sekolah? Kulihat tatapan-tatapan mata yang mengarah padamu. Murid-murid lelaki yang tak sabar untuk mendekatimu, murid-murid perempuan yang menyimpan perasaan iri terhadapmu. Kau terlihat begitu berbeda di antara kami, anak-anak asli Sammoa. Kami berkulit coklat nyaris gelap, sedangkan kulitmu begitu putih. Baju-baju seragam kami begitu kusam dan kumal, sedangkan baju seragammu begitu putih dan harum. Penampilanmu cukup mentereng. Tak ada seorang pun yang menandingi barang atau peralatan yang kau bawa ke sekolah; mulai dari tas sekolahmu, sepatumu, hingga penghapus dan kotak pensilmu. Segala kepunyaanmu terlihat mewah, sedang kami hanyalah anak-anak yang terbiasa dengan kekurangan, kesederhanaan.
Selain itu, tulisanmu pun jauh lebih bagus. Bahkan paling bagus jika dibanding dengan anak kelas enam sekalipun. Menurutmu, itu semua berkat ketelatenan ibumu dan kegigihan ayahmu. Ibumu begitu sabar melatihmu menulis indah huruf demi huruf, baris demi baris pada buku tulis yang bergaris tipis. Katamu, buku tulis itu khusus untuk belajar menulis. Kau tunjukkan hasil tulisanmu pada ayahmu. Jika menurutnya tulisanmu kurang memuaskan, ia takkan mengijinkanmu bermain atau melakukan aktivitas lain. Aku ternganga karena takjub. Heran, bagaimana mungkin ayah ibumu menyempatkan diri untuk mengajarimu menulis indah. Sedangkan kami, anak-anak Sammoa belajar sendiri sesuka-sukanya karena orang tua kami tak pernah peduli. Mereka terlampau sibuk menghitung uang dan mencari utang. Tak heran jika dalam kelas kami pun masih terdapat banyak murid yang belum bisa menulis.
Namun yang membuatku lebih takjub lagi adalah ketika kau membisikkan padaku bahwa kau pun dapat menulis indah dengan tangan kirimu. Kemudian kau buktikan itu di depanku. Melihatku bengong dan ternganga, kau justru terkikik. Kemudian kau ambil buah jambu, dan kau kupas dengan pisau di tangan kirimu. Aku bahkan sampai bertepuk tangan dan kau pun kegirangan. Dengan suara lirih kau ceritakan bahwa sesungguhnya kau adalah kidal. Tapi orang tuamu memaksamu untuk menggunakan tangan kanan. Jika kau mangkir, mereka tak segan menghukummu. Ayahmu akan memukulimu dan menguncimu dalam kamar mandi. Itulah sebab mengapa kini kau lihai menggunakan tangan kanan. Tapi kemudian kau bisikkan padaku bahwa keahlian itu adalah rahasiamu yang hanya kau bocorkan padaku. Kau paksa aku untuk berjanji tidak akan menceritakannya pada siapapun, terutama pada ayahmu. Aku sendiri sempat mencoba untuk menirumu menulis dengan tangan kiri, tapi ternyata itu memang benar-benar bukan keahlianku.
Tulisanku sendiri pun sebenarnya masuk dalam kategori buruk. Kau sendiri yang mengatakannya padaku, bukan? Aku ingat dengan wajah lucumu yang memberengut saat pertama kali kau mengetahui tulisanku. Waktu itu kau hendak meminjam catatan IPAku setelah dua hari absen karena sakit. Tapi setelah membuka buku catatanku, kau katakan bahwa kepalamu semakin pusing. Tulisanku dapat membuat demammu kambuh lagi. Kau mengomel panjang lebar; bagaimana bisa anak kelas dua tulisannya seperti ceker ayam? Tapi pada akhirnya kau justru memperdayaku. Kau minta aku mendiktekan satu persatu catatanku. Butuh waktu dua jam untuk menyelesaikan catatanmu. Setelah itu, aku sungguh merasa lelah. Ludahku seperti terkuras hingga tak lagi berminat untuk bicara. Itu karena kamu gemar sekali menjahiliku dengan berpura-pura tidak mendengar. Terpaksa aku harus mengulang berkali-kali. Jika aku tersedak, kau akan terpingkal-pingkal. Kau tak peduli meski suaraku nyaris parau. Kau benar-benar raja tega sejati. Herannya, aku mau saja melakukan apapun sekehendakmu.
Asal kau tahu saja, sejak itu aku bertekad untuk memperbaiki tulisanku. Aku belajar menulis indah dari jam delapan hingga tengah malam. Tapi aku tak mempergunakan buku tulis bergaris tipis karena tak ada satu warung pun yang menjualnya. Terpaksa kugunakan buku tulis biasa yang kemudian kugarisi tipis-tipis dengan penggaris. Butuh waktu yang cukup lama untuk menggarisi buku dan belajar menulis. Tulisanku baru benar-benar bagus saat aku menginjak kelas empat. Memang lambat, tapi bukankah tak ada kata terlambat? Kala kutunjukkan tulisan terbaikku, kau katakan aku hebat.
Selain belajar di sekolah, keluargamu pun mendatangkan guru les ke rumahmu. Guru les itu tak lain adalah Ibu Runi, guru kelas empat kita sendiri. Setiap Jumat pukul tiga sore kau sudah harus duduk di ruang belajar bersama Ibu Runi, sementara ibumu mengawasimu dari ruang tengah. Kadangkala ibumu menyuruhku turut bergabung supaya waktu les bagimu terasa menyenangkan. Tapi setelah beberapa kali kemudian ibuku melarangku datang ke rumahmu pada tiap jadwal lesmu. Katanya, aku tak sepatutnya mengikuti les bersamamu karena aku tak ikut membayar. Dan ibu pun tak punya uang untuk membayar uang les tersebut. Menurut ibu, aku sudah cukup pintar meski tanpa les sekalipun. Apalagi jika aku mau belajar lebih giat lagi, maka aku pasti bisa mengalahkanmu. Kata ibu, seharusnya aku tak boleh kalah darimu. Karena jika aku lebih bodoh darimu, orangtuamu pasti akan menganggapku dan juga keluargaku lebih rendah. Mereka takkan memperbolehkan anak mereka bermain dengan orang-orang bodoh sepertiku, karena mereka menganggap kebodohan itu serupa dengan sejenis virus. Sangat menular. Sejak itu aku berniat untuk menjadi anak pintar. Aku menambah waktuku belajar. Tapi tetap saja aku tak bisa benar-benar mengalahkanmu meski selisih peringkat kita tak terlalu jauh. Kau ranking satu, akulah yang menduduki ranking dua. Akhirnya aku belajar untuk menerima dan memahami kenyataan, semua itu karena aku memang tidak ikut les.
Tapi pernah pula kau membolos dari jadwal lesmu. Saat itu kebetulan sedang diadakan lomba permainan banteng di lapangan voli tak jauh dari sekolah. Banyak anak-anak yang mengikutinya, karena ini memang permainan favorit masa kecil kita di Sammoa. Kau pun sangat ingin berpartisipasi. Apa kau mengingat peristiwa ini, Kisha? Waktu itu kau merasa takut untuk meninggalkan jadwal lesmu. “Bagaimana bisa? Mama tentu takkan mengijinkanku…” Begitu keluhmu. Tapi aku mencoba untuk memprovokasimu. Kamu sudah sangat pintar dan terlalu rajin. Kupikir tidaklah mengapa jika sesekali membolos les. Bahkan kukatakan aku dapat menjamin bahwa kepintaranmu takkan berkurang sedikitpun meski kau membolos les satu hari. Kau mulai ragu. Kau mulai memikirkannya. Dan aku memberikan strateginya. Kuajak kau keluar diam-diam dari rumahmu pada pukul setengah tiga sore.
Strategi itu benar-benar kau lakukan. Sesungguhnya aku takjub dengan keberanianmu. Aku tak menyangka jika kau benar-benar melakukannya. Padahal aku hanya sekedar omong saja. Kau bergegas menyusulku ke rumah. Kita berlari mengendap-endap melalui jalan belakang supaya tak berpapasan dengan Ibu Runi. Sesampai di lapangan, kau ingin bergabung dalam permainan bersama anak-anak lainnya. Tapi kukatakan bahwa jika kau ikut bergabung, ibumu pasti akan dengan mudah menemukanmu. Ia pasti menduga bahwa kau sedang bermain disini, karena semua orang tahu bahwa anak-anak mereka sedang berkumpul di lapangan ini. Kuajak kau untuk sekedar menonton dari pohon mangga rimbun bercabang rendah yang tak jauh dari lapangan. Dengan muka muram, kau terpaksa menyetujui saranku. Aku dan kamu memanjat pohon mangga itu, mencoba bertengger di dahan yang lebih terlindung dari dedaunan. Dahan yang agak tinggi namun cukup kuat untuk menopang dua bocah kecil yang hendak menonton pertandingan Banteng.
Ibumu kebingungan setengah mati mengetahui anaknya menghilang saat jadwal lesnya sedang berlangsung. Seluruh penjuru rumah ia jelajahi namun sama sekali tak menemukan jejakmu. Kemudian ia bergegas ke rumahku, bertemu dengan ibuku dan menanyakan apakah anaknya sedang bermain denganku. Tentu saja ibuku tak tahu karena aku pun tak pamit saat itu. Tapi ibuku sudah menduga bahwa aku pasti sedang berada di lapangan voli bersama anak-anak lainnya. Maka saat itu juga ibuku dan ibumu berjalan bersama menuju lapangan.
Sesampai di lapangan, ibuku dan ibumu mencari-cari kita. Mereka menanyai anak-anak satu per satu tentang keberadaan kamu. Beberapa anak mengatakan bahwa mereka memang sempat melihatku, namun kini mereka tak lagi tahu dimana aku atau kamu berada. Sementara itu, melalui sela-sela cabang dan dedaunan, aku dapat melihat sosok ibuku dan ibumu yang nampak bingung mencari-carimu. Terlebih ibumu, yang terlihat amat cemas. Ia meremas-remas tangannya sendiri. Kuberi tahu kamu tentang ibu kita yang sedang sibuk mencari kita. Akhirnya kau pun dapat menangkap sosok ibumu yang sepertinya hendak mendekat ke arah pohon mangga yang kita panjat. Kau menjadi panik. Gelagatmu gugup, keringatmu bercucuran. Kau nampak ketakutan. Kau mengajakku untuk segera naik ke dahan yang lebih tinggi lagi demi bersembunyi, tapi kukatakan bahwa disini pun cukup aman. Seharusnya kau tak perlu khawatir berlebihan sepanjang kita tidak membuat keributan. Namun kepanikanmu melebihi segalanya. Kau tak menghiraukanku. Dengan terburu-buru, kau berjingkat ke arah dahan yang lebih tinggi. Namun naas, karena kekuranghati-hatianmu, kakimu meleset dari dahan yang seharusnya kau injak. Kau limbung. Keseimbanganmu hilang. Akhirnya kau terjatuh ke bawah, berdebum di tanah. Posisimu yang berada lebih tinggi dariku membuat kejatuhanmu semakin menyakitkan. Apalagi ada banyak batu-batu di bawah. Melihatmu jatuh, aku terpekik kaget. Saat itu juga aku turun ke bawah. Kulihat kau tak tergeletak tak sadarkan diri. Kepalamu mengucurkan darah hingga membasahi tanah. Pelipismu berdarah, lututmu pun berdarah. Kali ini aku benar-benar panik. Aku berteriak sekeras-kerasnya demi mencari pertolongan. Tapi aku juga takut.
Sudah barang tentu ibumu kaget mendengar teriakan panikku. Ia menjadi lebih kaget saat menyadari apa yang terjadi. Anaknya jatuh dari pohon, dan sekarang sedang dikerubungi oleh banyak orang. Mereka beramai-ramai memberi pertolongan. Akhirnya beberapa orang membopongmu pulang.
Aku segera merangsek ke arah ibuku yang ternyata telah siap menyambutku dengan jeweran. Sepertinya ia segera memahami bagaimana sejatinya permasalahan. Ia menggiringku pulang dengan berjuta-juta omelan. Katanya, ia telah menyerah menghadapi kenakalanku yang sudah kelewatan.
Tak lagi disangsikan, aku didera perasaan amat bersalah kepadamu. Ayah dan ibuku telah menceramahiku panjang lebar. Apalagi jika hal yang lebih gawat terjadi padamu, kami harus bersiap-siap untuk bertanggung jawab. Ibuku bahkan menakutiku bahwa jika sampai ayah atau ibumu menuntutku ke pengadilan karena membuat anaknya cacat, aku dapat dipenjara. Membayangkan hal ini membuatku sangat ketakutan. Akankah aku benar-benar dipenjara? Aku sering menonton film-film yang menggambarkan penjara, dan itu benar-benar buruk. Banyak orang yang mati dan menjadi gila di penjara. Penjara adalah tempat terburuk di dunia, dan aku tak mau dipenjara. Aku menangis terisak-isak. Ibu tak menggubrisku. Ayah menyuruhku untuk segera meminta maaf padamu, terutama pada ayah dan ibumu.
Aku sadar bahwa aku telah membuat malu kedua orang tuaku, terutama di hadapan keluargamu. Tapi nasi telah menjadi bubur. Yang telah terjadi tak lagi dapat diperbaiki. Maka tak ada lagi yang dapat kami perbuat selain memohon maaf sebesarnya.
Esok harinya, aku ditemani ayah ibuku menjengukmu. Ibu menyiapkan begitu banyak bingkisan makanan untuk keluargamu. Ayah telah memberitahuku berulang-ulang apa yang harus kuucapkan nanti, terutama di depan orang tuamu. Sebenarnya kami semua agak gugup saat menginjak rumahmu. Tapi kami pun tahu bahwa ini adalah perbuatan benar yang memang semestinya kami lakukan.
Kedua orang tua kita bercengkerama di ruang tamu. Aku telah mengatakan permintaan maaf persis seperti yang diminta ayahku pada kedua orang tuamu. Ayahmu menatapku sembari tersenyum. “Tenang saja, nak. Temanmu itu akan segera sembuh. Kau akan bisa segera bermain kembali bersamanya” katanya ramah. Aku benar-benar merasa lega. Ingin rasanya aku bersujud untuk mengucapkan syukur. Ayah dan ibumu tak marah padaku. Menurut ibumu, setelah diobati di puskesmas lukamu akan segera sembuh. Kau pingsan karena benturan keras sekaligus teramat shock. Tapi luka itu, meski mengalami beberapa jahitan, tidaklah terlalu dalam.
Ibumu mengantarku untuk menemuimu di kamar tempat kau beristirahat. Namun sebelum sampai ke kamarmu, ia sempat mendudukkanku di sebuah sofa. Ia berkata padaku bahwa ia tak pernah marah dan menyalahkanku atas kejadian tempo hari. Tapi ia memohon padaku supaya lain kali tidak mengajak atau mendukungmu melakukan hal-hal yang tidak baik. Ia memintaku untuk berjanji. “Jika kau sayang Kisha, jika kau ingin terus menjadi sahabat baiknya, maka berjanjilah pada mama untuk tidak mengajaknya nakal. Mama percaya padamu karena mama tahu kau anak yang baik. Mama percaya kau pun bisa menjaga dia. Kau sayang dia, bukan?” Ucapannya lembut. Meski demikian, ungkapan dan pertanyaan seperti itu tentu terdengar cukup berat bagi seorang bocah kelas empat yang polos sepertiku. Aku tak bisa menjawab selain “Ya, mama… aku sayang Kisha. Aku berjanji tidak mengajaknya nakal lagi. Aku berjanji untuk menjaganya…”. Aku seolah telah tersihir oleh kebaikan dan kelembutan ibumu, sekaligus direjam rasa bersalahku. Ibumu tersenyum. Ia memberikan segelas jus mangga kepadaku kemudian membiarkanku mengobrol begitu banyak rupa denganmu. Kau sudah dapat tertawa lagi. Tapi aku tak pernah mengungkap perihal perbincangan dan perjanjianku dengan ibumu itu kepadamu, setidaknya sampai saat ini.
Kisha yang kusayang,
Kini kau tahu bahwa aku telah menyayangi kamu sejak semasa kita kecil. Namun demikian, aku akan ceritakan bahwa rasa sayang itu pun mengalami metamorfosis. Rasa sayang yang tumbuh pada bocah lelaki kelas empat itu murni ditujukan untuk seorang sahabat yang paling dekat dengannya. Kasih sayang seorang bocah yang sekedar ingin sahabatnya pun dapat merasakan kegembiraan pada mainan yang sama. Sungguh, kau pasti takkan keberatan dengan kasih sayang serupa itu. Tidakkah kau ingin mengulang kembali masa-masa terdahulu andai saja kesempatan itu ada? Karena aku, jujur saja, sangat ingin!
Tapi kita tak lagi dapat mengecap kenangan-kenangan lalu selain sekedar membicarakannya seperti yang kulakukan saat ini. Cara terbaik untuk memperlakukan kenangan adalah membingkainya dengan indah sementara kita terus maju ke depan. Aku berharap semoga ini adalah cara terbaik yang kulakukan demi membingkai kenangan kita dengan indah. Kau tidak keberatan, bukan?
Kisha tersayang,
Kurasa kau pasti merasa lelah. Istirahatlah. Kadang hidup ini memang cukup melelahkan. Tapi kita hanya memerlukan beberapa waktu untuk memulihkan tenaga demi kembali melangkah ke depan. Andaikata surat ini memang membuatmu lelah, pulihkanlah sejenak tenagamu. Esok aku akan kembali menjumpaimu, dan kita akan kembali bercengkrama seperti dulu, seperti saat-saat yang sering kita lakukan dulu.
Salam rindu selalu,
A. Ramu
dikirim oleh @bintangberkisah
Halo Tuan Arsitek
Kalian yang Pertama dan Tak Terlupakan
Kita belum pernah kenal, sebenarnya. Untuk sekadar bertegur sapa, apalagi bertukar pandangan mata. Aku mengenal kalian sebatas karya, sebatas nama. Walau keinginan untuk mampu bertemu sangatlah bertubi-tubi, namun kesempatan saat ini mungkin bukan untukku.
Hai Kak Kariz! Sosok pertama yang membuat aku kemudian makin mendalami bidang tulis-menulis. Yang membuat aku lebih intim lagi dengan kata, lebih akrab lagi dengan bahasa, lebih dekat dengan aksara. Akun twitter yang pertama aku follow, dan kemudian menjadi salah satu inspirasi, dan juga alasan, bagaimana aku bisa menjadi seperti sekarang. Tetaplah menulis dengan kalimatmu yang selalu sederhana, agar aku terus mengagumimu dengan apa adanya.
Mengingat adalah cara mengadakan sesuatu, yang bahkan sudah tak ada.
Hai Kak Zarry, akun kedua yang aku follow setelah Kak Kariz. Yang selalu aku ganggu lewat pertanyaan-pertanyaan aneh di tumblr, yang juga membuatku lebih memaknai kata. Dengan rangkaian kata dan beribu makna, namun aku sangat menyukai struktur katanya. Yang selalu menjadi penghibur di linimasa. Aku menyukai kesederhanaan yang kamu tunjukkan lewat kata-kata, kak. Seperti ada suatu rasa syukur di sana. Tetaplah menjadi Kak Zarry yang apa adanya, tanpa banyak mempedulikan tanya.
Kau mengejek kesukaanku seakan kesukaanmu hanya mengejek.
Kata-kata di atas sanggup membuatku bertahan hingga saat ini, Kak.
Yang terakhir, dan yang paling cantik di antara ketiganya. Hai, Kak Rahne! Wanita dengan segudang bakat yang sanggup membuatku ternganga. Membuatku bertanya, saat sedang membentukmu, apa yang sekiranya sedang Tuhan rasa? Aku tak pernah bosan membaca rangkaianmu, yang berdua dengan Kak Zarry sekalipun. Aku mulai mencintai karyamu, jadi jangan pernah berhenti. Aku mengagumimu, lebih dari apapun yang mengagumkan.
Jika semua doa kita dikabulkan Tuhan, apa kita sudah siap?
Akhirnya kutemukan jalan untuk mengucap terima kasih pada satu per satu dari kalian, idola dan inspirasiku. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu, namun aku suka. Di sana pasti tempat ternyaman untuk kata-kata berkarya dan berlarian sesuka hati. Tanpa kalian sadari, kalian sedang dan sudah menjadi motivasi. Sekali lagi, terima kasih.
dikirim oleh @estipilami
Untuk Perasaan yang Kupendam
Maafkan aku menyimpanmu dalam-dalam. Dalam kotak hitam, dalam gelap jauh darinya yang kau sayang. Kau begitu berdebu, serpihan-serpihan kenangan melapis tebal tubuhmu. Tapi dibalik debu-debu itu, kau masih sama walau 5 tahun telah berlalu.
Aku punya berita untukmu. Pasti kau akan suka mendengar ini. Aku ingin kau keluar kembali, menangkap cinta seseorang yang dulu pernah menghidupkan debar dalam nadi.
Kau pasti tahu maksudku memendammu selama ini. Dulu aku memang ingin kau menangkap cintanya untukku, pasti kau ingat itu. Tapi saat itu juga ada ragu yang buat limbung kaki-kaki penopangmu. Sehingga ku urungkan niatanku, dan memilih memendammu. Aku terlalu pengecut saat itu, aku mengkhawatirkan ragu akan robohkan kaki penopangmu, kau jatuh pecah hingga tak lagi satu padu.
Tapi kini berbeda. Aku makin tau apa itu arti cinta. Jadi aku tak lagi ragu melepasmu. Tapi satu pesanku, jika kau merasa lelah tuk menangkap cintanya, tak usah memaksa. Yang terpenting kau berbagi rasa sayang padanya, masalah ia membalas atau tidak, serahkan pada pemiliknya, Tuhan.
Pemilikmu yang dulu pernah ragu,
dikirim oleh @biazrio_
Teruntuk Rindu
Dear rindu,
Percuma rasanya menanyakan bagaimana kabarmu, karena kamu akan semakin menggila. Dan aku takut setiap kali aku bertanya, kamu malah tak dapat dibendung. Seperti air yang meluap karena tidak lagi dapat ditampung oleh sebuah bendungan. Keluar begitu saja, lalu lari tanpa kendali.
Aku baik-baik saja. Surat ini aku tuliskan hanya untuk menenangkanmu, meskipun aku tidak yakin rentetan kata-kata ini mampu membuatmu tenang. Tapi setidaknya kamu tahu bahwa aku tidak tinggal diam saja.
Kamu tahu? Setiap malam aku berdoa - semoga kamu segera sembuh. Ya. Kamu sakit, rindu. Rindu itu sakit. Ah, jangan mengelak. Rindu itu semacam gila. Dan orang gila mana yang mau mengakui dirinya gila? Sama seperti maling.
Dear rindu,
Seandainya saja pertemuan tidak pernah ada, dan pengharapan itu hanya ditujukan kepada kepastian, mungkin kamu tidak menderita begini. Salah merekakah? Bukan. Tidak ada pertemuan yang terjadi begitu saja. Tidak ada harapan yang tidak berujung, meskipun ujung itu, maaf, adalah kematian.
Ah.
Sepertinya aku bukannya menenangkanmu, malah makin membunuhmu. Maafkan aku. Jangan musuhi aku, rindu. Aku ingin tetap menjadi sebagian dari kamu - setidaknya di hatinya. Kamu tentu tahu siapa yang aku maksud. (Sekarang pipiku merona. Haha. Duh. Malu.)
Selamat malam, rindu. Banyaklah beristirahat. Kenakan selimut flanel biru itu. Tutup jendela kamar. Banyak nyamuk malam ini. Cobalah berhenti merindu sejenak. Semuanya mungkin tidak berakhir baik-baik saja seperti kata mereka. Tapi setidaknya semuanya akan berakhir nanti.
Peluk cium untukmu.
P.S. Oh aku hampir lupa menyampaikannya. Cinta kirim salam. Aku harus bilang apa?
dikirim oleh @dear_connie
Dear Supir Taksi Bertopi Kuning
Terima kasih sudah mengantarku di sore itu, ditengah hujan, selamat sampai lapangan softball, khusus untuk menemui orang yang kuanggap sangat spesial. Meskipun akhirnya juga cintaku bertepuk sebelah tangan.
Terima kasih sudah diam, tanpa tanya, meskipun isak tangisku yang mengiringi perjalanan sore itu tak kunjung berhenti.
Terima kasih, Pak, semoga rejeki selalu lancar, deras mengalir, sederas hujan yang mengiringi air mataku sore itu.
Love,
Penumpang yang menangis tiada henti
dikirim oleh @ayurianna
Kamu Terlalu Sabar dan Aku Takjub!
Sary,
Sudah berapa lama sih kita saling kenal? Ada 20 tahun? Belum. Ada 10 tahun? Belum. Baru juga 4 tahun. Itu pun melalui blogwalking, yang justru aku tahu dari blognya Mas Aar dan Mbak Lala. Hihihi… Karena dulu kamu salah satu penggiat homeschooling, kan?
Lantas, sudah berapa kali kita ketemu? Setiap bulan? Boro-boro! Seminggu sekali? Yakale bisa? Kita baru saja bertemu dua kali dan itu pun di acara Nulis Buku Club tahun 2011, kan?
Tapi Sary yang baik,
Apakah kuantitas pertemuan tatap muka itu dapat diartikan bahwa kita hanya berteman biasa? Bagi kebanyakan orang mungkin, ya! Tetapi bagiku pribadi, mengenalmu baru hari ini, kemarin, empat tahun lalu, atau satu dasawarsa yang lalu ya sama saja. Kamulah yang paling mengerti aku. Ini, suatu kelebihanmu yang tak dimiliki oleh banyak perempuan.
Sungguh demikian,
Kamu adalah perempuan dengan segenap kekuatan yang maha dahsyat di balik tubuh mungilmu. Membesarkan empat anak yang beranjak remaja tidaklah mudah. Jika aku menjadi kamu, tak akan sekuat dan setegar itu. Kamu mengenalku sebagai pribadi yang cengeng kan? *yak, sadar diri!*
Banyak pelajaran yang dapat kupetik hikmahnya dari perjalanan hidupmu. Tentang pernikahan, tentang pergaulan, tentang mengasuh dan mendidik anak, tentang berdamai dengan diri sendiri, dan tentang arti berpikir positif.
Sary,
Bagaimana kamu bisa sesabar itu? Kamu tahu aku selalu menangis panik jika ada sesuatu yang tak beres. Kamu, selalu hadir seperti peri yang menenangkanku hingga reda tangisku dan lega hatiku. Sungguh, ingin rasanya aku memiliki sedikit saja kekuatan darimu.
Mama Moses,
Tak banyak yang akan kutulis di sini. Coba saja, belum lagi tuntas surat ini, aku sudah menangis. Menyadari betapa beruntungnya aku memilikimu sebagai kakak dan sahabat.
Sudahlah, cukup sekian saja. Daripada terlalu panjang surat ini, kamu malah akan meledekku habis-habisan. “An lebaynya kumat!”
Terima kasih Sary,
Dari lubuk hatiku yang paling dalam. Semoga Allah memberimu yang terbaik sepanjang sisa hidupmu.
PS: lah trus kapan dong kita rumpi lagi?
dikirim oleh @andiana
YOGYA KITA...!
@monyetsexy
Halo onyet,
om em sebenernya bingung nih mau tulis surat cinta buat siapa. Tapi yah berhubung bingungnya nggak selesaiselesai, yah omem kirim ke onyet ajah. Emang sih omem gak cintacinta amat sama onyet, tapi kan ini surat.
Di surat ini, omem cuma mau pesenin. Kalau onyet belum packing buat ke Yogya besok. Berikut beberapa hal yang onyet harus perhatikan kalau mau jalanjalan bersama seorang omem:
1. Tidak usah bawa baju yang anehaneh dan spektakuler, seperti misalnya high heels setinggi burung onta, atau gaun pesta. Inget kita di sana mau jalanjalan bukan hedon.
2. Dari sekarang belajar untuk gak ngeluh panas atau jauh cos kalo di Yogya omem hobby jalan kaki.
3. Gak boleh gangguin omem kalo omem ada kentjan.
4. Makannya gak boleh pilihpilih atau minta yang macemmacem, apalagi minta Mad For Garlic di sana. Heh!
5. Gak boleh centil, pokoknya yang laku di sana harus omem duluan.
Nah, itu saja pesan dari omem. Semoga jalanjalan kita seru yah, nyet. Kalaupun nggak seru yah artinya garagara onyet nyehehehehehe
Salam jalanjalan penuh cinta
Pengintaibintang
Oleh --@omemdisini
diambil dari http://penyairduamusim.blogspot.com/
Tas Merah
Hay, Tas merah...
Apa kabar? Sudah lama kita gak ngobrol soal cinta.
Belum kapok jatuh cintakan?
Kalau berani jatuh ya harus siap patah, itu yang selalu lo bilang ke gue loh. Sekarang gue balikin lagi kata-kata itu ke elo. Masih berani jatuh cinta?
Ah, I know u, lo pasti gak akan kapok. Kita pernah bahas kan.. seberapa patah dan sakitnya hati karena cinta terakhir yang sempet dipercaya, kita gak akan nyesel, malah nagih, nagih cinta baru, nagih cinta baru buat nyembuhin yang terakhir.
Lagiankan yah, bukan waktu yang bakal nyembuhin luka lo, tapi cinta baru. Tas merah, mau sembuh gak? Ya jatuh cinta lagilah kalau mau cepet lupa luka yang lama.
Sekarang lagi dekat sama siapa?
Jangan balikan, kata mereka, balikan itu suatu bentuk move on yang mundur. Kinda oxymoron, right? Rrrr.. lo gak maukan pangilan gue berubah dari tas merah jadi moron ke lo? Jangan jilat ludah sendiri kalau kata orang tua jaman dulu.
Nah, nunggu apa lagi? Cakep udah, sexy udah, pinter udah, pakai baju yang cantik gih, pakai blush on pink, muka lo tuh pucet banget sekarang.. Yang cantik, liat sekeliling, jangan berfikiran terlalu jauh, I mean.. keseringan ngarep yang jauh-jauh, padahal di sekitar lo juga banyak pria yang layak dicintai. Ayolah, tas merah.. buka hati lagi. Cinta bukan hal yang perlu dikapokin.
Lo pikir kalau keseringan jatuh maka gue lo bakal remuk? Gak… justru gue makin kuat, makin keren, makin bisa tau mana yang layak masuk, mana yang cuma pantes ditaro di pinggiran.
Udah.. lupain dia yang udah nyakitin lo, maafin, dia bakal nyesel ngeliat lo yang sekarang. Gosipnya sekarang udah kurusan? Rambut makin panjang? Dan lagi proses perapihan gigi dengan pasang behel? Woooo.. gue jamin, nanti pas dia liat lo bakal nyesel sampe galau mampus di timeline karena udah pernah nyianyiain rasa sayang lo.
Dan jika saat itu tiba, lo udah gak peduli lagi, karena elo udah bahagia dengan cinta baru yang bisa bikin lo tersenyum tiap kali namanya tereja di kepala lo. Ngaku deh, sekarang udah ada yang barukan? Cuma masih aja lo ngeyel dan gak mau masukin dia ke gue? Yakan?
Ah, tas merah.. lo emang harus jaga gue baik-baik sih, tapi tenang, imun patah hati gue udah keren, udah sering jatuh, udah gak akan berasa lagi kalau ada yang matahin, malah gak akan bisa patah lagi. Gak apa, gue gak akan kapok kok nerima nama baru di sini. Asal lo seneng, gue pasti bahagia.
Kabar-kabarin kalau udah ada taksiran baru.
Dan stop dengerin Adele! U don’t need to find someone like him.
Ketjoep,
Hati lo
Oleh: @ekaotto
Diambil dari: www.ekaotto.tumblr.com
Untuk Ibu Di Sudut Pagi
Untuk Bob Sahabatku Setelah Ibuku
Untukmu, Sahabatku ... B
Dear B, orang terdekatku setelah keluargaku..
Selama 22 tahun perjalanan ku di dunia, hampir 10 tahun terakhir ini kamu yang menghiasi hari-hariku. kamu lebih dari seorang teman ataupun sahabat. kamu seperti kakak laki-laki yang tak kupunya. walaupun sempat terjadi confession akan sedikit 'rasa' yang kamu alami saat itu, tidak ada yang berubah setelahnya. (setelah beberapa lama lebih tepatnya :p)
kau ada di saat titik puncak kebahagiaanku dan menenami di titik terendah. ya, titik terendah seperti yang sedang aku alami sekarang ini. mungkin persahabatan kita tidak termasuk sahabat yang bisa bertemu setiap waktunya karena terpisah akan jarak. tetapi disaat aku tertawa, terkadang kau hadir disitu dan menikmati waktu senda gurau kita. even itu melalui bbm, chat atau sms. di saat aku menangis, aku selalu mengadu kepada kamu. meminta solusi, meminta nasihat, meminta pertolongan. aku ingat betul terakhir aku mengadu kepadamu by phone sambil menangis tersedu-sedu. umur memang sama, but somehow i feel that you are so much mature. begitu sabarnya kau B, padahal aku tau kamu juga ada masalah.
ga perlu panjang2 ngirim suratnya yaaaa. karena kita berdua bukan orang yang suka basa basi. :p
well I just wanna say.. thank you brother for all that you've done to me. no words can describe how grateful I am having you in my life. makasih udah nguatin aku sekarang ini. Terimakasih udah mau jadi sahabat selama 10 tahun terakhir. Jangan lupa janjinya ya, di umur 39 kalo kita belum ada pasangan, kita married. hahahahahahha [jangan sampeeeee gue single selama ituuuu!!!! :))]
Love you, B
-Your favorite girl -
You Break My Heart
Teruntuk Suami
Hakuta Matata Friends
The Man Who Can't Be Moved
kamu yang bertahun-tahun membuat saya tetap menunggu,
"going back to the corner where i first saw you, gonna camp in my sleeping bag, i'm not gonna move...", hummm...mendengarkan lagu The Script ini membuatku ingin menuliskan surat untukmu. Entahlah...setelah dengan berbagai cara, mungkin cara ini akan membawaku kepadamu. Mungkin...
"...There's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year, gotta stand my ground even if it rains or snows, if she changes her mind this is the first place she will go...". Ah...been there, done that! minus "rain and snow". Duduk setiap hari di kafe yang sama, di sudut yang sama, di meja yang sama, nyaris 24 jam kalo saja tak ingat cafe itu tidak buka 24 jam. 7 hari pertama karyawan dan pemilik yang juga barista di cafe itu memandangku dengan aneh, sampai hari ke-8 mereka mulai terbiasa...bahkan mencari-cari kalo sehari saja tidak melihatku di sana, di sudut yang sama, di meja yang sama...menunggu kamu...di tempat kali pertama kita bertemu.
"...'Cause If one day you wake up and find that you're missing me, and your heart starts to wonder where on this earth I could be. Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet...". Aku juga berfikir seperti itu, used to. Tapi sampai seminggu setelah hari ke-60 sejak aku mulai menunggu tak juga ada tanda-tanda kehadiranmu. Oh, dan cafe yang buka tidak 24 jam itu berpindah lokasi, mereka butuh tempat yang lebih besar untuk menampung pengunjung yang semakin banyak, dan aku "dipaksa" berhenti menunggumu. And i did.
Or not. Karena nyatanya aku masih mengharapkanmu kembali. Masih menunggumu meski tidak lagi di sudut yang sama, meja yang sama. Masih mencari cara menemukanmu, atau membuatmu menemukanku. So, mungkin ini cara itu, menulis surat untukmu, menitipkannya pada "tukang Pos Cinta" dan membiarkan takdir yang menemukanmu untukku. Atau kamu yang akan menemukanku.
Kamu, perempuan dengan wajah terlugu dan senyum terlucu yang pernah aku tau. Kamu, perempuan yang langsung bisa akrab denganku meski belum genap sebulan sejak pertama kali kita bertemu. Kamu, perempuan riang yang selalu bersandar manja di pundakku hampir di setiap kita bertemu. Kamu, perempuan dengan baju merah di setiap senin dan hitam di setiap minggu, "ga ada alasan, aku suka aja, jadi kebiasaan" katamu ketika aku tanyakan alasannya. Kalimat yang sama ketika kamu bilang kamu cinta aku "ga ada alasan. Aku jatuh cinta sama kamu, dan itu ga butuh alasan". Jadilah kamu, perempuan pertama yang bilang kamu cinta aku, teman perempuanmu.
Kamu, cantik, pintar, lucu, sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mencintaimu. Aku hanya tidak tau kalo sebenarnya aku juga mencintaimu. "aku sayang kamu La,tapi kamu perempuan, aku juga perempuan, kita sahabatan aja yah" kataku waktu itu, dan kamu terisak, menunduk menyembunyikan matamu yang basah di pelukanku.
Itu, hari terakhir aku melihatmu. Hari-hari berikutnya aku tak pernah berhasil menemuimu. Pun aku tidak tau kemana harus mencarimu. Hanya alamat sekolahmu yang aku tau, dan kamu pun sudah tidak lagi ada di situ. Mungkin kamu tau aku kehilangan kamu, mungkin kamu tau aku mencarimu, mungkin kamu tau aku kangen kamu. Tapi satu yang kamu tidak tau, sekarang aku sama sepertimu. Bukan laki-laki tapi perempuan yang membuatku jatuh hati. Dan perempuan itu adalah kamu. Starla Cecilia Putri, I LOVE YOU.
"...Maybe I'll get famous as the man who can't be moved, maybe you won't mean to but you'll see me on the news and you'll come running to the corner 'Cause you'll know it's just for you. I'm the man who can't be moved...I'm the man who can't be moved..."
Perempuan yang masih menunggumu,
-Red-
Lembayung Senja, Kembali Pulang
Ini adalah kelanjutan dari surat cinta Kepada Lembayung Senja
Bi’ Sum begitu kami memanggilnya 32 tahun bekerja untuk keluargaku, setiap malam aku selalu duduk di belakang sambil mendengar dia bercerita tentang kehidupannya dulu di Desa. Untuk umurnya yang 60an, sudah hal yang lumrah kalo kadang dia selalu mengulang cerita yang sama.
Dia buta huruf, karena tidak mengenyam yang namanya pendidikan sejak ia kecil. Dan ini, akan aku tuliskan surat cinta kepada seseorang yang pernah ada dihatinya. Yang sering ia ceritkan padaku.
Kepada Lembayung Senja yang perlahan sudah memudar,
32 tahun sudah aku berada di ibukota ini. Sedikit demi sedikit, aku mulai terbiasa tidak lagi menghirup udara segar. Tak ada satupun sudut di kota ini yang mampu membuatku seakan-akan berada di rumah. Di kota inilah aku mulai merasa membangun hatiku kembali. Rindu yang dulu sering menyakitiku diam-diam, sekarang malah mati diantara kata-kataku sendiri yang tak pernah aku ucapkan padamu.
Usiaku sudah mulai renta, aku sudah tak sanggup lagi melakukan banyak hal. Aku rasa, 32 adalah angka yang cukup. Sembari surat ini ditulis, aku mungkin sudah di jalan pulang menujumu.
Aku tau, pasti tak akan ada sambutan. Hangat yang aku harap hanyalah nanti. Saat aku menatap nisanmu.
Kamu sudah tidak lagi menjadi tujuanku untuk kembali. Aku mungkin memang terlalu mencintaimu, sampai aku terlalu naïf untuk merelakanmu menikahi sahabat baikku.
Selesai sudah perantauanku. Selesai bersama lembayung senja yang mulai memudar dibalik sayu mataku. Kini aku hanya akan menunggu semesta mengembalikan jasadku pada yang maha kuasa.
Aku tidak pernah menyesal pernah meninggalkanmu, yang aku sesali hanyalah, setengah umur hidupku harus aku lalui tanpa melihat senyummu lagi.
Aku akan kembali, makammu adalah tujuannya, bukan untuk menangisimu tapi untuk mengubur rindu-rinduku yang tak pernah aku ucapkan.
Sumiarti Ajeng
Oleh: @heykila
Diambil dari: http://heykila.tumblr.com
Suratnya Si Kura-kura
Aku menulis surat ini ketika hari hujan. Disini hujan, dihatiku juga hujan.
Semesta sepertinya terlalu bersemangat mengaduk-aduk perasaanku hari ini.
Dia menumpahkan hujan, menyiangi tanah rindu dan membuatnya basah lagi.
Apa kabar, Kamu?
Rindu ini masih sama, menyebut namamu dalam luka.
Meneriakkan namamu setiap saat, di dalam hati.
Apakah kamu sudah makan siang hari ini?
Sebelum kamu selesai membaca surat ini, makanlah dulu sana.
Masih ada lain kali untuk membaca surat ini.
Bagaimana tugas akhirmu?
Selesaikah?
Coba beri tahu aku, siapa yang membantumu mengejar batas waktu?
Beri tahu aku, apa yang kau kerjakan malam ini, Kamu?
Apa yang kau lakukan jika sedang merindu?
Beri tahu aku, karena aku tidak tahu apa-apa tentangmu.
Tuliskan beberapa bait rindu
Aku selalu menunggu
Oleh:
Diambil dari: http://uniquerela.blogspot.com
Hei.. Kamu Wanita Berhidung Besar
Tulisan ini di dedikasikan untuk kamu wanita berhidung besar, yang terlalu bodoh untuk mencicipi rasa sakit hati. Cuma kamu yang merasakan sakit hati dengan sabar, dan mengetahui sakit itu melebihi banyaknya garam yang ada di lautan. Kata orang bijak, orang baik itu dapat membuka hati seseorang, aku hanya ingin seperti itu, mencoba membuka hatimu, walau aku tahu ada tulisan "siapkan jaket yang tebal, karena di dalam sangat dingin sekali" hati kamu telah membeku.
Ketika kesepian melanda, ada kalimat-kalimat sakti yang kamu tulis, yang bahkan untuk orang bodoh sekalipun tahu, kamu sedang bersedih, dan melampiaskan sepimu bersamaku. Ketika tak ada orang lain disana bahkan tak ada teman , kamu hadir mengisi kesepianku. Di mana setiap jengkal kata-katamu yang menderu, mengebu-gebu, melampirkan sebuah senyum untukku, kata-katanya menyibak kenangan terbaikku. Lalu, ketika jiwa ini kosong tanpa ada yang menemani bagiku itu biasa, yang tak biasa adalah jika aku kesepian tak kutemukan satu hurufpun, yang kamu tulis. Bagiku itu sungguh menyayat hati
Kamu tahu ga wahai wanita berhidung lebar? kamu itu berbeda, dan justru karena kamu sungguh berbeda dengan yang lain makanya kamu sangat menarik.. aku ga peduli hidungmu besar, hingga separuh oksigen di kamar ini kau hisap. Kamu tetap cantik! Setidaknya bagiku seperti itu ..
Apa kau tahu ?? apa yang membuatku sangat bahagia.. itu adalah dimana aku dapat membuatmu tertawa dan memberikan keceriaan kepadamu, suatu saat nanti, dan memberikan kasih sayangku hingga kamu menemukan orang yang tepat. Aku bahagia jika kamu bahagia, walaupun hatiku terasa sakit. Itu lebih baik, daripada melihatmu berlinang air mata, menjemput kenangan lama.
Apakah kau pernah merasakan hal yang seperti ini .. disaat dekat dengannya kau menjadi sangat senang .. hatimu pun merasa sangat gembira .. dan bila kau jauh dari nya kau akan merasa sangat sedih, itulah yang terjadi dalam 30 hari mengenalmu.
Oleh:
Diambil dari: http://jimmylucu.blogspot.com
Kepada Kamu Yang Tidak Pernah Mencintaiku
Selamat sore. Bagaimana harimu kali ini? Kali ini aku memberanikan diri menuliskan surat ini untukmu, untuk kamu yang tidak pernah mencintaiku.
Ingat bagaimana kita berjumpa? Awal mulanya hanya karena website yang disebut YouTube semata. Kamu dengan video-mu yang menurutku sangatlah lucu. Entah bagaimana semuanya berkembang menjadi bibit cinta di hatiku.
Mungkin sebenarnya aku pun tidak pernah mencintaimu, aku hanya jatuh hati. Atau kamu hanya berada pada saat yang tepat pada waktu yang tepat. Bagaimana pun saat kita pertama kali bertatap muka, aku sedang dirundung duka. Tetapi ada kamu, yang memperlakukanku seakan aku seseorang yang berharga.
Sudahkah kamu menemukan cintamu? Kamu berbeda, sampai saat ini pun kamu tetap lah tidak sama. Kamu akan selalu menjadi seseorang yang memperlakukanku dengan manis, meski pun kamu tidak pernah mencintaiku.
Sungguh benar aku berharap kamu akan bahagia dan menemukan cintamu yang selalu kau tunggu itu. Terima kasih sudah membantuku melupakan masa lalu dan bergerak ke depan.
Dari Sahabatmu. :)
Oleh:
Diambil dari: http://8sha8.blogspot.com
Rekan Stalker, Apa Kabar?
Oleh:
Diambil dari: http://idhaumamah.blogspot.com