25 January 2012
Iri
Jakarta, Ku Titipkan Dia Padamu
Niat datang ke kota begitu sederhana, mencari cinta. Sesampainya disana, baru kusadari Jakarta lebih rumit dari apa yang ku kira.
Selama lebih dari lima tahun, engkau menjadi kota kedua yang paling sering ku kunjungi setelah kota dimana aku tumbuh dewasa. Karena di jakarta, tepat di selatannya, disana ada sosok yang selalu ku pinta dalam doa. Sosok wanita yang membuatku berkali jatuh, dalam cinta.
Jakarta, sosok kota yang menggambarkan semua. Terang lampu saat malam yang tak ada dua, kepenatan siang yang selalu muncul di setiap kepala. Aku satu, dari beribu yang mencacimu. Aku juga satu, dari beribu yang mengagungkan namamu.
Jakarta, entah apa kata orang tentangmu. Bagiku, kau tempat dimana aku akan mewujudkan salah satu mimpi, nanti. Terlepas suka atau tidak aku terhadap keras kehidupanmu, tapi apa dayaku yang mencintai salah satu penghunimu.
Jakarta, berulang kali kau telah menjadi saksi, bahwa niat sesederhana untuk mencari cinta, tak semudah apa yang dibicarakan para pujangga. Pada salah satu penghunimu aku jatuh cinta untuk yang pertama, di depan matamu juga wahai Jakarta, aku patah hati dan kau hanya puas tertawa.
Haruskah ku ucapkan terima kasih padamu, Jakarta? Atas semua tawa yang pernah ku rasa? Atau harus ku acungkan jari tengah tepat di wajahmu, Jakarta? Saat semua yang kau beri hanya luka?
Suatu hari nanti, saat apa yang ku bawa lebih dari sekedar cinta untuk ku berikan pada salah satu penghunimu, semoga kau melihatku dari sudut pandang yang berbeda. Bukan hanya seorang pemuda yang tak tahu cara menikmati kota. Suatu hari nanti, aku akan datang kembali. Mengadu nasib tentang hidup dan cinta. Tunggu aku, Kota Tua!
Jakarta, sudikah kau kabulkan permintaan dari lelaki udik sepertiku ini?
Ku titipkan dia padamu, Jakarta. Jaga dia setiap kali kau mendengar rinduku padanya diterbangkan angin menuju utara. Peluk dia sehangat engkau memberikan nafas bagi para penghirup kota.
Tak akan habis jika ku tulis semua tentangmu, Jakarta. Maka ku sudahi untuk saat ini. Sampai bertemu di keadaan yang lebih baik dari terakhir kita bertemu.
salam,
@_FHMY
Oleh: @_FHMY
Diambil dari: http://aksarabicara.tumblr.com
mulakk tu jabu (pulang ke rumah)
Lama aku tak pulang, ke kota tempatku dibesarkan. Aku rindu banyak pepohonanmu, juga sejuk karena dekat pegunungan. Danau Toba yang dua jam dari kota masih indah? Apa kabar lae? semoga baek.
Masih ada becak kita? kendaraan yang dikayuh memakai bak kayu untuk penumpang. Dulu aku suka menaikinya tiap pulang kuliah. Menyambung dari terminal angkot menuju rumah.
Kalau hari lebaran, inilah alasan pulang setiap tahun yang kami tunggu-tunggu. Hanya untuk mencium tangan papa – mama, dan memeluk adik kami yang paling kecil. Tak lupa pula oppung, tante, tulang*serta sanak keluarga lainnya. Rindu lebur suka cita. Juga serunya beramai – ramai ke pusat kota – menabuh takbir bersama. Masih meriah kan, woi?
Yah, begitulah caraku mengingatmu dan selalu ingin kembali padamu, Medan. Bagiku engkau adalah rumah, tempat aku pulang melepas rindu dan lelah. Kadang aku senyum sendiri, setiap bertemu orang Medan di Jakarta ini.
“Alahmakjang*, sudah jauh – jauh ke tanah Jawa, jumpa kita – kita jugak ya.” Logat khas, susah ditiru oleh orang yang memang belum pernah tinggal di Medan.
Ada marga melekat di belakang nama, yang ditanya bila tiap kali orang Medan bertegur sapa, mengakrabkan seketika. Meski kata papaku, sebaiknya marga tak usah dipajang – kalau belum sukses jadi orang.
Kalau pulang ke Medan pasti beratku bertambah, semua makanan rasanya enak, apalagi sambal buatan mamak. beselemak muncungku!* . Bah, macam mana ini ?* jadi makin rindu.
Tetaplah jadi kota yang ramah ya. Agar nanti ketika aku pulang dan pergi lagi, semakin banyak kenangan indah yang bisa kubagi – atas namamu, Medan.
Anak Medan,
Ika
Catatan* : oppung = kakek/nenek| Tulang = paman| Alahmakjang = wow, wah| beselemak muncungku = belepotan mulut saya, makan saking enaknya| bah, macam mana ini = aduh, bagaimana ini.
Oleh: @ikavuje
Diambil dari: http://eqoxa.wordpress.com
I ♥ BPN!
“Dimana kaki berpijak, disitu langit dijunjung.”
Daerah Gunung Sari diambil dari GEREJA GEKARI FILADELFIA
Kepada kota yang dikelilingi kaki-kaki pantai berombak rindu. Kota yang klasik. Hangat senyum masyarakat, selimut di kala senja. Yang masih hidup dengan tawa anak-anak kecil bermain di pelatarannya.
Kau harus tau mengapa aku menuliskan surat ini untukmu.
Aku termasuk anak yang entah harus dimana menyebutkan keberadaan kampung halamanku. Lahir di Jakarta, pernah menghabiskan masa kecil di kota kembang Bandung. Dan orang tua? Ayahku Manado, Ibuku Ambon.
Sejak kelas 4 Sekolah Dasar hingga lulus Sekolah Menengah Atas, aku hidup di atas tanahmu, Borneo.
Entah aku akan berkelana sampai kapanpun nanti, sejauh mana aku akan pergi, engkaulah kampung halaman. Kota yang aku merasa, iya, ini rumah saya.
Rumah tempat membangun hidup, yang hidup didalamnya dengan banyak orang yang kita sebut keluarga. Menangis, tertawa, jatuh, bangun, berlari kemudian terbang tinggi.
Di atas tanahmu, aku mulai belajar dewasa. Di atas tanahmu aku bertemu mereka yang bisa menangis bersamaku melebihi keluarga dekat. Di atas tanahmu aku pernah jatuh, kemudian berdarah. Lalu ada hujan dari langitmu yang menghapusnya.
Ada kenangan. Banyak. Air mata. Yang mengajarkan aku, ini sudah waktunya dewasa. Harus punya sayap lalu terbang mengejar mimpi.
Sampai akhirnya di hari aku harus pergi, angin dari pantaimu mengusap pipiku seakan berkata, “aku tau, pasti kau akan kembali lagi, suatu hari nanti”
Dan beberapa bulan lalu aku memang kembali. Dan kau masih sama. Hangat. Kau masih seperti dulu, cantik dengan banyak bunga di sisi jalanmu. Gempita anak muda masih memahkotaimu di malam hari. Pelabuhanmu, masih berpeluk rindu.
Terimakasih untuk tanah yang mengajarkanku tentang banyak hal. Satu hal yang pasti, aku akan selalu kembali. Berjalan di sudut kotamu sambil pelan-pelan kau akan mengingatkan aku tentang kenangan-kenangan yang ada di situ.
Sampai berjumpa lagi saat aku kembali lagi. Sampai kapanpun, jika mereka yang di luar sana belum pernah menyinggahimu, dengan bangga aku akan menceritakan dirimu. Menceritakan aku pernah ada di dalamnya.
Pantai di belakang Wisma Bhayangkara ( Depan R.S Pertamina )
Oleh: @heykila
Diambil dari: http://heykila.tumblr.com
Untukmu, Jogjaku..
Aii Misses You, Tangerangs
metro yang bukan politan
Kota Penuh Peluh
Tidak banyak lagi keindahan yang bersisa di sudut-sudutmu, bahkan hampir semua orang mengakui bahwa kamu lebih banyak menunjukkan kekacauan dari pada keindahan. Tapi ada sesuatu yang membuatku selalu rindu, membuatku jatuh cinta.
Ada sesuatu yang berbeda, tentang senja yang aku lihat ketika berjalan menuju terminal TransJakarta, tentang semburat sinar yang hampir menghilang yang aku lihat dari balik jendela rumah nenekku ketika di bawahnya hanya terlihat pemandangan kacau orang-orang berjualan atau saling memaki, tentang suatu malam yang panas dan pengap namun membahagiakan saat menghadiri salah satu festival di sudut kotamu.
Aku sudah pernah pergi ke berbagai sudut dunia, bukan sombong atau menghina, namun kamu memang kota yang sudah rusak, penuh dengan kekumuhan, ramai namun sarat kekacauan, nyaris tidak aman, dan sudah kehilangan masa jayanya. Aku pun pernah melihat banyak kota yang jauh lebih cantik, lebih tertata, lebih tenang, lebih aman. Tapi kamu akan tetap menjadi kota yang akan selalu aku rindukan, kota penuh kekacauan, namun memberikan rasa damai, bahkan ketika keindahan kota lain terhampar di depanku.
Aku hanya berharap kamu akan menjadi lebih baik, agar suatu saat nanti peluhmu terusap oleh segar pepohonan yang orang-orang akan tanam untuk menyegarkanmu. Tapi meski begitu, meski perubahan itu belum hadir, ingatlah, aku sudah lama jatuh hati, dan selamanya akan selalu jatuh hati.
Kepada kamu, Jakarta. Kota tempat aku akan selalu berpulang.
Aku Pasti Kembali
A city is a place where there is no need to wait for next week to get the answer to a question, to taste the food of any country, to find new voices to listen to and familiar ones to listen to again.
~ Margaret Mead
Teruntuk kota yang kutitipi separuh cintaku.
Waktuku bersamamu selalu singkat. Tapi kamu selalu membuatku terjatuh dan terjatuh lagi. Terus dan berulang. Tanpa henti.
Tiga kali aku mengunjungimu, ratusan kali aku jatuh cinta.
Saat aku bertelanjang kaki berjalan di pasir lembut pantaimu. Saat aku menyelami lautmu yang biru, menyaksikan dengan mataku sendiri Manta Rays yang seakan tengah terbang di air dan menyentuh coral yang berwarna-warni.
Dan saat aku merasakan sendiri senja di kotamu. Aku merasa begitu hangat.
Mengingatmu saja didalam perutku banyak kupu-kupu yang beterbangan dan menggelitikku. Ah, aku teramat rindu padamu. Aku ingin sekali bertemu lagi denganmu. Secepatnya!
Kamu tahu mengapa hanya separuh cinta saja yang aku tinggalkan disana? Agar aku selalu punya alasan untuk kembali. Suatu saat nanti aku akan datang lagi kesana, memberikan sisa cintaku dan tetap tinggal disana selamanya.
We all become great explorers during our first few days in a new city, or a new love affair.
~ Mignon McLaughlin
Bali, aku pasti kembali. Aku ingin jatuh cinta lagi.
Oleh: @heyechi
Diambil dari: http://flanelmerah.tumblr.com
Paris - La Ville Que J’aime De Loin
Meaning : Paris - The City I Love From Afar
Bonjour, Paris - ou bonsoir, I don’t know.
Paris, aku cinta kamu - banget. Aku belajar bahasa prancis karena aku keterlaluan cintanya sama kamu. Sayang aku belum pernah bertemu kamu. Belum pernah nikmatin semua cantik dan jeleknya kamu.
Paris, kalau nanti aku bertemu kamu, kita jalan jalan yuk. Berdua aja, aku sama kamu. Kita ke Pont Des Arts. Itu, tempat paling romantis di tempat kamu. Dan itu jembatan. Iya, jembatan, keren ya, jembatan bisa cantiknya sebegitu.
Masih nanya kenapa aku nggak jatuh cinta sama kamu, Paris?
Abis dari Pont Des Arts kita ke Jardins du Trocadéro. Liat Eiffel nyala terang waktu twilight, terus kita lari sampe di bawah Eiffel, persis. I’ve dreamt about us kissing in the top of Eiffel Tower, but underneath? Better.
Sebelum malam habis, kita naik perahu ke bawah Pont-Marie ya. Pont-Marie itu ssering disebut Bridge Of Love kan? People said, if you kiss under Pont-Marie and wish for eternal love, your wish will be granted. Paris, kalo kita kesana nanti, may I borrow a kiss? siapa tahu kita jodoh :)
I swear I’ll kiss you here, Paris.
Besok paginya, kita jalan ke Jardin des Tuileries yuk. Abis itu ke Musee du Louve, ngeliatin Monalisa, dan masterpieces lainnya. Kita jalan kaki aja. Sampe patah juga nggak kerasa kali ya, soalnya yang dilihat cantik semua. Abis dari Louvre kita ke L’avenue des Champs-Élysées. Belanja!! Kamu mau beliin aku apa, Paris?
Jangan lupa ke Place de La Concorde, sama ke Notre-dame. Aku tahu tempat di taman belakang Notre-dame yang cantik banget. Nanti petang, kita ke L’arc de Triomphe de L’etoile, liat petang dari atas sana.
Aku sudah punya jadwal kalau kita bertemu nanti, Paris. Tapi, aku nggak tahu kapan kita bertemu, tapi kamu mau nunggu kan, Paris? I’ll be there soon, Paris.
Oleh: @hunnahunny
Diambil dari: http://hunnamiraaah.tumblr.com
Surat kepada Tanah Rantau
Apa saya sudah bilang kalau saya cinta kamu?
Sumpah, saat ini saya kangen Solo dan pengen buru- buru kembali kesana. Pegang janji saya ya, 2 minggu lagi saya akan kembali kesana.
Luar biasa sekali saat saya bisa tinggal, beradaptasi dan mulai berpikir dewasa disini.
Oh ya, sambil mulai menghitung dengan jari-jari tangan saya ternyata gak kerasa ya kurang lebih seribu hari-an aja gitu . Pertama menginjakkan kaki di bulan Agustus 2009, dan sejak saat itu bermetamorfosa menjadi seorang mahasiswi sejak tanggal 24 Agustus 2009, that was the sweetest moment ;) Mulai dari masih pake rok putih seragam SMA saya ke kampus di hari pertama ospek, sampe akhirnya bisa bener- bener bebas dari label anak SMA itu.
Tiga tahun ini saya belajar banyak loh. Belajar hidup mandiri tepatnya, yang dulunya makanan 3x sehari aja disediain mama, sekarang mesti usaha dulu ya keliling nyari makanan, kadang waktu yang mepet juga bikin makan gak teratur. Awalnya saya benci banget harus stay lama- lama di Solo, pengen rasanya tiap weekend tiba tuh buru- buru ambil kereta dan pulang ke Jakarta abis itu balik lagi hari senin nya. Tapi itu gak mungkin, bisa rontok badan saya kalau bolak balik Solo- Jakarta selama 12 jam.
Bersamaan dengan surat ini, saya mau mengikat perjanjian denganmu wahai Solo. Saya mau mencoba membuat komitmen. Hmmm, baiklah jadi begini, terkait dengan masa studi saya yang saya targetkan hanya 4 tahun ini, maka tahun 2013 kita harus berpisah. Berat sih mungkin nantinya, tapi saya memang harus pergi dari kamu, Solo. Ingatkan saya ya tentang perjanjian ini, pastikan saya tak melanggarnya.
Selama 3 tahun berkelana di jalan-jalanmu, saya pernah mencium perihnya aspalmu, sampai seminggu lebih ga bisa jalan dan motor saya lecet lumayan parah. Pernah juga menggigil kedinginan akibat hawa malammu yang kadangkala dingin menusuk tulang, namun pernah juga bercucuran keringat ketika bangun di pagi hari saking panasnya. Pernah juga berkali- kali merasakan sakitnya demam, gejala tipus, dan penyakit- penyakit rese lainnya serta berjuang sembuh sendiri tanpa keluarga. Tapi, untungnya saya punya temen-temen yang luar biasa, yang selalu bersedia menemani, menghibur, membantu saya waktu itu.
Saya rasa gak salah waktu mama mengarahkan jarinya, memilihkan saya universitas di Solo. Rencana Tuhan memang indah dan tak terduga ya. Solo jauh lebih santai dan tenang dibanding Jakarta, dan anti macet pastinya. Dan saya jadi tahu bahwa saya datang ke Solo untuk menemukan sebuah kota yang damai dan tenang, jauh dari ingar bingarnya ibukota yang selama 17 tahun ini saya diami. Meskipun pada awalnya saya harus repot banget mulai belajar bahasa Jawa dari nol, tapi...Terima kasih ya Solo untuk kenangan- kenangan manisnya, untuk kisah inspiratifnya, untuk senyuman ramah orang- orangnya, untuk teman- teman yang menjadi keluarga kedua saya, untuk pelajaran hidup, untuk batik indahnya yang tenar sekali dan untuk nasi liwetnya yang saya suka.
Solo, saya kangen deh menikmati senja di langitmu, saya rindu sapaan angin malammu di wajahku, saya ingin (lagi) menikmati dinginnya pagi hari, saya rindu saat-saat sibuknya mengatur tugas disimak oleh teriknya panas mataharimu.
Dua minggu lagi kita ketemu ya.
Jangan telat, jangan hujan please.
Penghuni mu sementara waktu, penggemar mu, penduduk maya mu yang tak terekam dalam sensus,
HS
Bogor-Sebuah Kota dalam Ratusan Kata
Bandung, 24 Januari 2012
Dear Bogor,
yang tiada pernah terbuang kenanganku tentangmu
Selamat pagi..
Belum genap 24 jam meninggalkan kamu, tapi rasanya sudah gak sabar ingin menujumu lagi, Bogor. Sepagian kemarin saya masih bergelung dalam selimut bunga-bunga di kamar saya. Sebetulnya sekarang saya juga sedang bergelung dalam selimut, tetapi bukan lagi di bagian utara peta tubuhmu.
Bagaimana kabarmu hari ini? Masih berangin besarkah seperti kemarin? Atau gerimis sudah datang duluan seperti biasa? :)
Selalu ada dalam ingatan saya saat-saat sekolah beberapa tahun lalu. Yang paling diingat tentu saja sekitaran Jalan Djuanda, Jalan Dadali, Jalan Polisi, Jalan Pajajaran, Jalan Merdeka, Jalan Salak, Jalan Pakuan, Jalan.. ah, ternyata terlalu banyak untuk saya sebutkan satu per satu. Begitupun kenangannya, jika ada kata yang bisa deskripsikan sesuatu yang melebihi kata ‘terlalu banyak’, saya rasa itulah kata yang cocok.
Saya paling mencintai kamu saat pagi hari. Warna merah kekuningan, kadang masih biru-hijau zamrud menggantung di langit. Membingkai jendela dekat kamar mandi. Penuh senyum saya ucapkan syukur. Kamu cantik sekali.
Saya paling mencintai kamu saat siang hari. Walaupun kadang pengapnya panas terbitkan peluh di dahi, tetapi penat bakal terusir oleh lantun nyanyian adik pengamen dekat Tugu Kujang dan pepohonan di kiri-kanan jalan. Kamu cantik sekali.
Saya paling mencintai kamu saat sore hari. Antara pukul tiga sampai lima sore saat matahari sudah seperempat menggantung. Apalagi ditambah hujan rintik kecil. Juga kapas putih yang kadang beterbangan dari pohon-pohon sekitaran Kebun Raya, seperti salju. Kamu cantik sekali.
Saya paling mencintai kamu saat malam hari. Saat warung-warung tenda penuh disesaki muda-mudi bercengkrama. Saat tukang sekoteng rasa surga keliling komplek rumah saya. Saat ahirnya sepi jemput selimut bunga-bunga dan bantal empuk, lalu antarkan sejuta mimpi. Kamu cantik sekali.
Kamu, meski gak seramai ibukota, gak secanggih Seoul, Kuala Lumpur ataupun Singapur, akan selalu miliki porsi terbesar dan terpenting dalam hidup saya. Mungkin juga dalam hidup teman-teman masa kecil saya. Dalam hidup orangtua saya. Dan dalam semua hati yang ikut jatuh cinta padamu, Bogor..
Tetaplah secantik kamu yang saya hapal betul, yang bikin saya selalu rindu ingin pulang. Karena pulang, hanya berarti padamu.. :D
Dari saya,
sebuah jiwa yang selalu terperangkap di dalammu,walau kemana tempat lain sudah pernah pergi
Oleh:@idrchi
Diambil dari: http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com
Kota yang Selalu Memanggil Untuk Kembali
Ngga lama banget hidup dalam balutanmu, sekitar 3,5 tahun. Tapi, membekas sekali dihati. Lwtakmu yg ada di Pulau Lombok, menyuguhkan banyak hal baru, yg belum pernah kulihat sebelumnya. Kulinernya seperti plecing kangkung, sate bulayak, ayam taliwang dan favorit, telur bunting! Ngga bunting sih telurnya, cuma telur gulungnya tu gendut di tengah, kaya bunting gitu. Lucu pokoknya. Terus alamnya, walaupun ngga di kota Mataramnya, tapi kan deket Mataram, domisili juga di Mataram. Bisa lah ya? Pantainya tu loh, Senggigi, Malimbu, Kuta (Mandalika Resort sekarang), Pusuk, Gili-gili yang ada, Rinjani, dll. Keren lah pokoknya waktu hidup di Mataram. Dulu, hampir tiap weekend kerjaannya ke pantai. Nginep di hotel yang ada di tepi pantai. Hampir tiap weekend, jadi berasa tajir banget waktu itu.
Kamu ngga cuma tentang kuliner sama pariwisata aja yang membekas. Yap, temen pasti sangat membekas dihati. Dulu SD tempat saya sekolah namanya SDN 08 Pagutan, diganti jadi SDN 44 Ampenan. Disini, saya mengenal Wulan, Ristha, Jaka, Chicha, Mira, semuanya deh. Pegel kalo diketik one by one. Pertama sampe di Mataram, biasalah ada culture shock. Tapi namanya anak-anak, cepet lah ngatasinnya. Langsung berbaur. Yang bikin lumayan bingung tu, di Mataram kebanyakan pake 'saya', padahal saya kan kalo ngomong sehari-hari pake 'aku'.
Beranjak SMP, kamu menyuguhkan dunia yang lebih luas buat saya. Kamu menghadirkan teman-teman baru. Winda, Dodi, Raqib, dan sebangsanya. Ohiya, Rangga juga. Thanks loh buat Rangganya. Berhubung sekolahan jauh dari rumah, kamu menyediakan kendaraan khas yang mengantarkan saya kembali ke rumah, cidomo. Seru banget naik cidomo. Sport jantung!
Ninggalin kamu itu beraaaaaaattt banget rasanya. Ngga tau kenapa. Kamu terlalu indah buat ditinggalkan, Mataram. Makasih ya buat pengalaman 3,5 tahunnya. Ngga bakal dilupain kok. Kamu itu ngangenin. Untung kemarin masih bisa balik lagi ya kekamu. Setelah tujuh tahun, banyak yang berubah. Untung penghunimu, temen-temenku, masih ramah-ramah, seramah kamu. Karena kamu, saya rela kembali menempuh perjalanan jauh dan kocek yang dalam. Makasih buat semuanya. Makasih. See you soon :)
Mereka yang berbaik hati menyambut saya: