10 February 2012

Bagaimana Angka 18-mu?

Teruntuk sahabatku, Bernita Nur Cahyani

Hai, bagaimana kabarmu setelah enam jam tak bertemu denganku? Masih sehat kan? Alhamdulillah jika iya

Oh ya, untuk ketiga kalinya aku ingin menyerukan, selamat ulang tahun!

Mungkin terdengar aneh menyerukan kalimat itu lewat sebelas hari dari ulang tahunmu, tapi tak apa, kan? Masih tetap istimewa kan jika yang menyerukannya adalah aku?

Awalnya surat ini memang terrencana dibuat dan dikirim di hari dimana aku dan tiga orang –yang mungkin tidak perlu disebut namanya, tapi kalau tidak salah namanya Zakiyah, Ain, dan Aden- menumpah ruahkan tepung di bajumu. Namun terkadang takdir suka melawan omongku. Alhasil, surat ini baru bisa dibuat dan dikirim hari ini. Tepat di hari dimana kado sederhana untukmu kusampaikan tadi sore. Sepertinya hanya bagian itu yang sesuai dengan rencana semula.

Oh ya, bagaimana kadoku? Mengecewakan atau membuatmu tersenyum senang? Maaf jika bungkusannya jelek. Aku memang terlalu pede untuk melakukannya sendiri.

Seperti judul surat ini, aku ingin bertanya, bagaimana angka 18-mu? Bagaimana rasanya memenuhkan 18 x 365 hari? Apakah biasa-biasa saja? Tentunya menyenangkan lebih berkuantitas banyak dibanding menyedihkan kan? Yes, I hope so. Ah, bahkan aku belum menyelesaikan angka enam belasku, sementara kau mulai menginjak angka sembilan belas? Ah, ini tidak adil. Tapi tenang, usia hanyalah angka mati yang difungsikan untuk memenuhi kolom biodata. Jadi, kita masih bisa jadi jodoh, kok. *kedip manja* *dikeplak Aden* *lirik Zakiyah*

Untuk sahabatku yang (diharuskan) makin dewasa,

Di harimu tahun ini, ada berapa banyak doa yang kau panjatkan? Adakah namaku kau selipkan di dalamnya? Apa pun doamu, asalkan itu sesuatu yang dibaikkan dan diridhoi Sang Pencipta, aminku selalu tertuntun di belakangnya.

Aku punya sebuah pesan untukmu :

Tetaplah seperti itu, ketika menjadi lebih buruk adalah mudah dan menjadi lebih baik adalah susah.

Kamu makin dewasa ya. Kalau kekanak-kekanakan, nanti aku akan susah membedakan mana Bernita, mana Naufal –ponakanku. Tapi jangan terlalu dewasa. Nanti aku akan susah membedakan mana Bernita, mana ibunya Bernita. Yah, pokoknya terserah deh…

Cukup sekian ya, terima kasih telah membaca surat aneh ini. Untuk selebihnya, kita bicarakan langsung saja kalau kamu mau.



Untuk @bernitanc

Dari teman yang kau bagi meja dengannya



Oleh:

No comments:

Post a Comment