08 February 2012

Dari Aku, yang Menaungimu

Hei, juga kamu.. Kebetulan sekarang sudah sore. Jadi selamat sore!
Ini saya. Iya, anggap saja saya yang sering mondar-mandir di pikiranmu.
Nggak perlu dimengerti kenapa aku rajin mondar-mandir di sana. Meski beribu kali kau usir, aku akan tetap ada di sana. Saat kau tak tau alasannya, bagaimana aku bisa mengetahuinya.

Maaf ya membuatmu merasa terpenjara. Aku nggak bermaksud melakukannya, sungguh. Aku bahkan ingin membebaskanmu, karena kamu tak salah apa-apa. Tapi bagaimana aku bisa membuatmu merasa bebas? Apa kamu tau, aku lelah menyalahkan diri sendiri. Aku lelah membuatmu sakit, dan aku jauh lebih sakit, dijangkiti rasa bersalah ini.

Iya, aku maling. Aku maling hatimu. Tapi kenapa baru sekarang?! Lalu, sebelum aku pergi aku ini apa? Penjaga hati? Yang menemani hatimu? Atau apa? Iya aku sakit jiwa! Sakit jiwa karena hubungan ini. Pernah nggak kamu mikir kalo aku itu sakit jiwa karena kamu?! Sadar nggak kalo kamu yang bikin aku maling hatimu! Siapa suruh punya hati baik?! siapa suruh kamu manis? Siapa suruh perhatianmu menggenapi malam-malam sepiku? Tapi apa?! Kamu nggak pernah kasih kejelasan hubungan ini, sementara di luar sana banyak yang menawarkan “manis” sekalipun semu. Ya semu, karena aku maunya kamu! Jadi jangan bilang aku menggantung apapun ya!

Iya aku sakit jiwa, aku gila! Gila karena sayang aku ke kamu! Mana tega aku menyebarkan virus ke kamu? Kamu itu orang yang aku sayang! Sedikit pun aku nggak pernah kepikiran untuk nyakitin kamu. Tolong dong ngerti, aku pun sedang bersabar menghadapi kamu. Kamu yang setiap hari, tiap jam, tiap menit dan detik, menggerogoti warasku!

Sesungguhnya kalau ku mampu, aku mau menjadi hujan. Hujan membuat pohon-pohon lekas menyudahi keringnya. Meranggasmu berhenti, dan akan kamu tak akan mengering. Kamu akan bertahan dan tak akan jatuh, terlepas dari rantingmu. Tumbuh dan membesar. Terus menghijau indah, dan nanti bungamu akan merekah.

Tau kah kamu, aku adalah awan yang menaungimu. Melihatmu dari kejauhan. Air mataku pun rasanya ingin ku teteskan sebagai hujan. Hujan yang membuatmu merasa sejuk. Mengurangi pedihmu. Seandainya aku sanggup mencegah gugurmu.

Kamu yang telah gugur, seandainya aku mampu menjelaskan kegelisahan ini. Aku ingin memilikimu, utuh. Penuh dengan keyakinan dan utuh, berdua menjalani hidup bersama, dari waktu ke waktu. Merengkuhmu dalam batas jarak yang memisahkan kita, jauh. Ya, batas ini yang memisahkan kita. Sanggupkah kau menggapaiku, di atas sini, wahai kamu yang telah gugur?























Surat Balasan untuk surat cinta @JinggaPagi "Dari aku, yang telah gugur"

oleh @nandaindrih

diambil dari http://nandahadiyanti.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment