31 January 2012

Hujan dan Alasan

Dear hujan,

Apakah kau masih suka basah? Apakah kau masih suka bingung dalam memilih cara untuk jatuh? Lalu, bagaimana caranya kau bisa menggigilkan tubuh orang, sementara kau sendiri tak sedikit pun merasa kedinginan? Atau sebenarnya seusai menjatuhkan diri pada bumi, kau segera bersembunyi di balik awan tebal, dan memintanya untuk menghangatkanmu? Aku tak tahu pasti. Namun, jika spekulasiku itu benar, aku minta maaf, karena terkadang akulah yang memohon pada Tuhan untuk menampakkanmu di muka bumi.

Orang-orang selalu mengatakan bahwa kau ini spesial –termasuk aku. Bahkan ada yang bilang bahwa kau itu terdiri dari 1% air dan 99% rindu. Apa itu benar? Bagiku, iya. Kau selalu berhasil membuat orang merenung, merindu, dan menyendu. Apa kau sendiri menyadarinya? Apa kau tahu, bahwa aku pun pernah jadi salah satu korbanmu? Tapi, tidak semuanya salahmu. Rindu memang semestinya datang pada waktunya. Entah itu ada sosokmu, atau tidak. Hanya saja terkadang kau seperti backsound (dung-dung-deng) di balik adegan menegangkan dalam sinetron-sinetron norak di televisi : mendramatisir cerita. Sekali lagi, itu bukan salahmu. Kamilah –manusia- yang terlalu mudah terbawa suasana.

Dear Hujan,

Tahukah kau, kau selalu berhasil membuat segala sesuatu nampak lebih romantis? Tetapi berhubung aku single, aku tidak menikmatimu dari dalam warung tenda mie ayam pinggir jalan bersama seseorang. Aku lebih sering (dan senang) mengamati gerak-gerikmu sendirian. Kau selalu pandai menjadwalkan diri untuk jatuh, yaitu ketika bel terakhir sekolahku berbunyi. Aku berlari-lari kecil menyeberangi jalan depan sekolah –sedikit menghindarimu yang akan membuat basah bajuku, lantas menaiki sebuah bus yang akan mengantarku sampai rumah tanpa kakiku harus tergerak. Kau bisa datang kapan saja, dan dengan cara apa saja. Dengan cepat menghantam tanah, atau pelan-pelan untuk sekadar membiarkan baju kami tak teramat basah. Kau jatuh ke bumi tanpa menyentuhku. Dan aku hanya bisa memandangimu dari balik jendela bus kota yang memburam –karena tingkahmu. Sesekali kuusapkan tanganku padanya, untuk menjernihkan pandanganku menuju keadaan luar yang berhasil kau buat menggigil kedinginan.

Tetaplah menjadi hujan yang rela kupandangi sambil menyesap rindu. Tetaplah menjadi hujan yang selalu ada ketika kumohonkan pada-Nya. Terima kasih telah membuat hari-hariku (dan hatiku) basah, tak kering membatu.

Sekian surat dariku. Oh ya, aku punya satu permintaan untukmu, kumohon jangan mengunjungi bumi ketika jemuranku sedang menikmati sinar mataharinya



Penggemarmu, yang selalu menantimu bersama rindu


No comments:

Post a Comment