08 February 2012

Variatio 25. a 2 Clav.

Untuk kakak perempuan yang kupayungi saat bumi menebar wangi,



Kakak, pernahkah hujan membikin telinga pekak?



Kata banyak kumpulan, hujan bisa mendamaikan. Bisa menabur serpih – serpih kenangan sang masa memakan. Alam adalah Ibunda kedua. Hanya saja, belaian ibu hangat; sedangkan jemari hujan yang menyelusup dingin menyengat.  Tapi keduanya tulus, membuat pongah hati luluh rupa disapu iring gambus.

Aku tak pernah meminta ibu, juga hujan. Tidak pula ribu, cukup kepingan. Aku mencintai berdua, dalam masa bersamaan. Bahagia diam – diam merasuk mereka dalam dekap dan butiran. Aku kegirangan.



Sudah barang tentu, hujan adalah surga yang jatuh dalam bentuk tetesan air, kakak.



Buku – buku di rumah sudah lusuh, tapi ilmu takkan jadi musuh. Dan tanya padaku waktu itu, semacam rindu yang membasuh peluh. Dimana mimpi, yang membikin ini kaki jadi kukuh, Ilmu jadi suluh, Tubuh teguh topang mimpi selaksa angin bertekuk pada rumpun buluh

Ada dinding, meja, dan papan kapur tak terlihat di jalanan ini, Kak. Menghujam tajamkan Aku dengan pengetahuan yang tiada seorang-pun jumpa di sekolah, tumpah ruah seolah.  Lurus, tiada dusta tersisa walau se-noktah.

Papan kapur dan bangku – bangku kayu beri aksara, baca, perhitungan nan magis;  yang pada suatu akan redup. Hujan menempa jalanan bak tangis, memberi Aku ilmu hidup.


Jika pada tahun kesekian kemudian Kakak rapi berpakaian, janganlah lupa padaku yang tengil, menggigil di tepian. Mungkin sudah berubah rupa, tapi hujan masih tetap sama.





- Celotehan  anak kecil yang sedang membenarkan payungnya. Kutulis ulang sembari diam – diam mendengar pikirnya.





” While we try to teach our children all about life, our children teach us what life is all about.” - Angela Schwindt








Balasan untuk surat cinta @IkeYuningsih ”Si Tukang Ojek Payung

oleh @MungareMike

diambil dari http://mungaremike.tumblr.com/

1 comment:

  1. salam kenal .. nice blog.. semoga berkenan untuk berkunjung balik..

    syukron

    ReplyDelete