Halo, Pa. Di suatu tempat yang aku harap Papa sedang duduk-duduk di taman Surga sana, bagaimana kabarnya ? Baik pasti, karena doaku masih terus terjalin satu per satu untukmu.
Hari  ini aku ke toko bahan bangunan, Pa. Beli lem kayu. Jangan pura-pura  bertanya “Toko bangunan yang mana ?”, karena sebanyak apapun toko  bangunan yang ada di kota kita, kita berdua hanya gemar pada satu toko  kecil yang terdekat dengan rumah. Begitupun hingga sekarang ketika aku  harus ke sana sendirian tanpa Papa. Iya, baru kali ini aku menjejakkan  kaki lagi ke sana sejak Papa pulang ke Tuhan. Penjaganya masih sama, Pa.  Masih Ibu tua dengan anak laki-lakinya yang jari tangan kanannya cacat.
Ah,  tentang untuk apa aku membeli lem kayu itu tidak penting Pa. Yang  penting adalah ketika sampai di sana, rasanya seperti aku ingin  mengaitkan tanganku ke lengan Papa. Seperti aku ingin berjalan di  belakang Papa seperti biasanya. Seperti di sebelah kananku, masih saja  aku harap ada Papa yang selalu mengajakku ke tempat-tempat yang jarang  dikunjungi anak perempuan lain dengan ayahnya. Dan toko bangunan itu,  salah satunya.
Beberapa  hari yang lalu, aku bermimpi tentang Papa. Papa yang tiba-tiba pulang  dari rumah Tuhan, membenarkan atap rumah kita yang bocor. Saking  senangnya Papa kembali, aku nyaris mengirim pesan singkat ke  teman-temanku, “Hei, Papaku udah nggak meninggal !!” begitu isinya  kira-kira. Tapi urung, Papa dengan cepat menarikku, mengajakku ke toko  penjual ikan.
Di  sana, Papa membeli sebuah akuarium superbesar berisi ribuan ikan  mutiara warna putih-oranye yang entah untuk apa ikan sebanyak itu. Lalu,  perjalanan kita berlanjut ke tempat karaoke. Random sekali, kita  bernyanyi dalam waktu singkat dan menghabiskan uang satu juta rupiah  untuk itu.
Lalu  papa pergi lagi, aku pulang sendirian. Tapi kemudian aku bangun. Bangun  dan menyadari penuh bahwa keberadaan Papa makin sebatas fiksi adalah  hal yang paling miris. 
Ah, sudahlah. Aku menyeka air mataku lagi ketika aku begitu antusias menceritakan mimpi semalam kepada Mama sampai menangis.
Ketika  membaca surat ini, semoga Papa tidak sedang menikmati anggur hijau  dalam nampan emas bersama para bidadari Surga, karena aku dan Mama pasti  akan cemburu. Bacalah surat ini sebelum tidur saja, Pa. Biar aku bisa  terbawa dalam mimpimu. 
Semoga Tuhan menjagamu, Pa. Juga kita.
Anakmu yang rindu setengah mati, Putri.
oleh: @pupusupup
diambil dari: http://sepotongkeju.blogspot.com
No comments:
Post a Comment