09 February 2012

The Dearest @scifo4

Kepada kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, (diulang sampai kata “kamu” tertulis 31 kali).


Ya, surat ini ditulis untuk kamu semua. Entah namanya surat massal atau apa, yang penting satu buah surat ini ditujukan untuk kamu, kamu, …. , kamu –tanpa menyertakan “kamu” yang lain.

Kita dipertemukan di sebuah bumi dengan ukuran yang lebih sederhana, namanya smansa –sekolah menengah atas tercinta kita. Aku sendiri tidak yakin, jika smansa tidak ada, apakah kita akan pernah bertegur sapa?

Pada mulanya, kita dipertemukan oleh kejahilan guru-guru BK yang entah sengaja atau tidak, menggabungkan kita dalam sebuah ruang kelas. Kala itu, kita bernama sebelas ipa 4, hingga deret 365 hari menggantikan namanya menjadi dua belas ipa 4 –kita sekarang. Entah mau berganti nama seratus kali atau puluhan juta kali, bagiku tak akan ada bedanya. Komposisi kita akan tetap sama.

Lewat surat sederhana ini, ada satu hal yang hendak dan memang harus kukatakan :

Terima kasih.

Terima kasih untuk apa? Ah, itu akan jadi pertanyaan terkonyol abad ini. Atau barangkali kalian memang telah benar-benar menjadi penganut teori lupakan kebaikan kita, ingat kebaikan orang lain. Jika iya, maka biarkan aku sedikit menggelitik impuls memori kalian.

Terima kasih untuk segalanya. Untuk kebaikan, kebanggaan, tawa, kesenangan, kebahagiaan, rasa nyaman, pemahaman, ketenangan, keceriaan, dan hal-hal lain yang kulupa namanya –tapi masih teramat jelas untuk kurasa. Aku sendiri tak tahu, kenapa kalian bisa begitu mudah membuatku mengembangkan tawa. Kecuali jika kalian ternyata personil srimulat. Jadi, bagaimana bisa pipiku yang mengusut seperjalanan menuju sekolah, tetiba menjadi kelu karena terlalu banyak menebar tawa yang diuntai dari canda yang kalian bawa? Ah, kalian teramat canggih untuk menjelmakan kata menjadi tawa.

Tentu, tak lupa terima kasih juga untuk duka dan kesedihan yang terkadang datang menyelinap. Namun percayalah, ia lebih sering memerankan diri sebagai pelajaran ketimbang sebagai sebuah penyesalan.

Kalian, pernahkah mendengar kata perpisahan?

Ah, bahkan kata itu cukup ngeri dan nyeri untuk dibayangkan. Tapi, masing-masing dari kita telah meramalkan, bahwa dalam hitungan bulan kata itu akan jadi sesuatu yang kita sesalkan. Kita akan memencar langkah, entah ke kota seberang, ke kota tetangga, ke kota nun jauh di sana, atau bahkan ke negeri seberang. Kita, yang telah mengkhatamkan tiga tahun proses belajar dengan melewati destinasi dua-huruf dan enam-huruf. Mohonku hanya satu, jika kelak entah itu sepuluh tahun lagi, atau tiga puluh tahun lagi kita telah menjadi orang yang berbeda –syukur jika masih sama, kita masih ingat bahwa kita pernah hidup dalam satu masa.



Teruntuk @scifo4 , tempat dan teman menaungku memintal ilmu

Dariku, satu dari 32-mu



Oleh:

No comments:

Post a Comment