03 February 2012

Dua Dalam Diam

Untuk yang duluan memilih diam.

Surat ini kusampaikan karena aku tak mau menahan semua rasa yang tak bisa kuberikan lewat diam. Surat ini tak punya suara. Mereka hanya seonggok kata yang (mungkin) tidak bisa menyogokmu bersuara. Ramuan kata yang dibuat jemariku ini memang tak punya suara, tapi mereka punya rasa. Mungkin semacam rasa yang bermacam-macam karena diammu yang menghadirkan. Semacam rasa yang saling berteriakan. Semacam rasa yang membuatku geregetan. Kurasa mereka perlu disampaikan karena hanya disini aku bisa bersuara dalam diam. Aku tau kita sedang sama-sama sibuk dalam diam. Diam yang mungkin (tidak) mengasyikan. Entahlah, tapi diammu menyadarkanku, aku rindu suara itu. Kecintaanku pada ceritamu, pada suara yang menyatakan kehadiranmu.

Diammu itu menghawatirkan. Sedang dihampiri dukakah kamu hingga senyummu pun tak kelihatan. Diammu itu selalu kupertanyakan. Apa diammu itu justru adalah jawaban? Diammu itu seperti meragukan. Apa ada salah yang telah kulakukan? Diammu itu seperti menghanyutkan sehingga aku ikutan diam.  Aku tak ingin mengusikmu, hanya diammu justru yang mengusikku. Apa justru diammu karena suaraku tak keluar lebih dahulu? Mungkinkah begitu? Sungguh, aku tak bisa membaca kodemu. Karena garis transparan itu sudah menjadi garis pekat yang susah dilewati. Jujur surat ini kusampaikan karena aku sudah tidak tahan. Ingin bangun lalu pergi menemukan kita sudah tidak saling diam-diaman. Aku takut lama-lama diammu itu membuat posisiku tergantikan. Karena diam sudah seperti teman. Kita memang dua dalam diam. Tapi surat ini bukti aku bersuara hari ini, menyatakan rasa yang sejak lama rindu ingin lagi ku bagi.

Ps : Tolong jangan lama-lama diam. Aku lebih cinta ketika kamu memunculkan keberisikan.

Tertanda pengirim tanpa nama.




oleh @lovepathie

diambil dari http://simpleloveable.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment