14 February 2012

cerita seorang sahabat

hai kawan, jika dan hanya jika kalian berkehendak aku memanggil kalian begitu, sebagaimana aku ingin kalian memanggilku begitu.

apa kabar kalian? sengaja aku luangkan waktu untuk membuat surat ini di perjalanan menuju Semarang, agar kalian tahu, kemanapun aku menuju, hatiku tetap tertambat pada kalian. aku tak tahu harus bagaimana memulai surat ini, karena sebagaimana awalnya ketidaksengajaanlah yang mempertemukan kita. dan aku amat berterimakasih pada ketidaksengajaan yang memperkenalkanku pada kalian, yang dapat kupastikan akan kulakukan apapun demi berada di wisuda, pernikahan, maupun khitanan anak kalian nantinya.

kawan, aku mengutip surat taty “no one understands me quite like you do..” adalah interpretasiku atas bagaimana cara kita saling memahami dan mengerti satu sama lain tanpa perlu terucap kata permintaan. dan aku menyayangi kalian sebagaimana aku menganggap kalian saudara sepupuku. karena tak ada yang lebih menyenangkan daripada aku menggenggam jemari kecil anakku nanti dan mengetuk pintu rumahmu lalu mengucap salam. melihat anak-anak kita berbagi gelak tawa seperti kita.

kawan, sepuluh tahun lagi jika raga masih mengikat jiwa kita, takkan kusia-siakan waktu bertemu kalian. kelak kita bertemu lagi berbagi perih dan tawa yang sama. namun bukanlah pemilihan ketua ldk, perpisahan, ataupun mbs nantinya yang mempertemukan kita sebagaimana dulu kita duduk melingkar saling bersandar di ruang osis.

tidak ada orang lain yang mengerti sebagaimana besar rasa saling mengasihi kita. mereka hanya tahu bahwa kita sekumpulan remaja saling sindir, saling nyinyir, dan saling ejek. mereka tak perlu tahu berapa banyak derai air mata yang kita bagi bersama, berapa erat genggaman kita kala push-up dibawah air terjun, berapa seri hutang yang kita bayar bersama. bagi mereka, hanya kekonyolan dan ketidakbergunaanlah yang kita lalui.

aku ingat kita pernah mengikat janji akan menggunakan gelang yang sama di hari wisuda kelak. maafkan aku kawan. aku terlalu teledor hingga lupa dimana meletakkan gelang oleh-oleh kota tua saat itu. tapi aku ingin kalian tahu, nama kalian dapat dipastikan akan bertengger disana, skripsiku kelak.

terimakasih banyak kawan, karena menerimaku sebagaimana aku, mau berbagi waktu, tangis, tawa, sindiran, ejekan, kwetiaw goreng, es bubble, lidi-lidian, jajanan lapak ganesa, selimut, eskrim, busway, bajaj, ruang osis, kopsus alo, nyanyian, dsparted, pak tanto, dan masa putih abu-abu bersamaku.

dari aku, giustia puspa geoda.


Oleh:

No comments:

Post a Comment