26 January 2012

cerita untuk masa lalu. . .

kejadiannya sekitar awal tahun 2010, sudah dua tahun yang lalu..tapi aku masih saja ingat setiap jengkal cerita antara aku dan kamu..seperti baru kemarin saja aku melaluinya, padahal tidak. Aku menyimpan cerita itu begitu rapi, sampai-sampai aku tak mau merusaknya begitu saja..


Aku mengenalmu sudah sejak lama, sejak kita sama-sama menginjakkan kaki di tempat yang mengubah seragam putih-biru menjadi berwarna abu-abu. Aku dan kamu memang tak pernah saling menyapa waktu itu, apalagi untuk saling tahu. Aku sibuk dengan duniaku sendiri dan kamu juga sibuk dengan duniamu sendiri. Padahal kelas kita bersebelahan. Jujur, sikap arogan yang terlihat jelas dari wajahmulah yang selalu membuatku malas untuk mengenalimu, berbeda saat aku ingin berkenalan dengan teman dekatmu. Sampai pada akhirnya, aku tahu siapa namamu karena kita, ya kita, sama-sama diberi beban untuk bekerja di organisasi sekolah.


Hari, bulan serta tahunpun berganti.Sudah hampir satu tahun kita masuk dalam organisasi yang sama, itupun juga kita sama sekali bersikap masa bodoh. Untuk apa aku harus dekat denganmu ? begitu pikiranku saat itu. Dan semua berubah ketika kita sama-sama mulai menginjakkan kaki di jenjang paling akhir di sekolah, ya..saat kita mulai duduk di kelas tiga. Aku masih ingat, pagi itu saat pembagian hasil ujian semester satu kamu mendapat nilai yang sama sekali tak pernah aku duga. Mungkin teman-temanmu juga punya pemikiran yang sama denganku. Entah karena aku kagum atau apa, yang jelas mulai detik itu aku mulai merubah cara penilaianku tentangmu. Dulu memang aku sempat meremehkanmu, tapi tak pernah sedikitpun aku menunjukkan sikap seperti itu. Aku ingin menjaga perasaan orang lain saja. Tidak lebih.


Setelah kejadian di Senin pagi itu, aku mulai ingin mencari tahu lebih banyak siapa kamu. Aku ingin tahu semuanya, untuk apa ? Sederhana, karena aku diam-diam jatuh cinta pada wajah aroganmu itu. Kamu benar-benar membuatku penasaran. Caramu berbicara, caramu tersenyum dengan teman-temanmu membuatku semakin ingin tahu. Memaksaku menjadi detektif amatiran yang sedang menyelidiki suatu kasus. Usahaku untuk mencari tahu pun sedikit demi sedikit membuahkan hasil. Hei, apakah kamu tahu..saat pertama kali aku mendapatkan nomor teleponmu, aku seperti anak kecil yang mendapat hadiah permen yang bahagianya minta ampun. Berlebihan ? menurutku tidak, karena memang seperti itulah yang saat itu aku rasakan.


Aku masih ingat ketika aku membuka percakapan melalui pesan singkat yang aku kirim sekitar jama delapan malam. Satu pertanyaan yang memang sebenarnya aku bisa mencari tahu sendiri jawabannya. Tapi tak apalah, saat itu terpaksa aku berubah menjadi "bodoh" dengan menanyakan hal itu terhadapmu. Reaksimu apa? Melalui pesan singkat darimu aku bisa langsung menilai kalau kamu masih dengan sifat aroganmu itu. Tidak, aku bukannya kapok untuk berhenti mencari tahu lagi soal dirimu. Semakin kamu arogan terhadapku, semakin besar pula rasa penasaranku..


Dengan segala upaya yang aku lakukan untuk menarik perhatianmu, semula kamu yang (mungkin) tak pernah menganggap aku ada, kini kamu mulai menyadari kehadiranku dalam duniamu. Kamu mulai bisa membalas senyum dariku, kamu mulai bisa untuk tersenyum dan bahkan menyapaku terlebih dahulu. Ah, saat seperti itulah yang sampai sekarang membuat aku benar-benar merindukanmu. Dan aku masih ingat, pertama kali kita dekat, begitu dekat. Adalah saat kita ada di dalam ruang komputer. Kamu duduk disampingku, sambil melihat dengan serius apa yang sedang aku kerjakan. Aku pura-pura konsentrasi, pura-pura tak mengacuhkanmu dan pura-pura sibuk dengan apa yang saat itu tengah aku kerjakan. Padahal tidak, aku berusaha keras untuk menyembunyikan perasaan bahagiaku saat itu. Aku berusaha keras untuk memperlambat detak jantungku dan berharap kamu tidak mendengarnya sama sekali, degupan jantung seperti orang yang sedang lari ketakutan.


Terlalu asyik denganmu, sampai-sampai aku lupa menanyai diriku sendiri, aku ini kenapa? Ya, dengan segala sifat dan perilaku ku yang berubah saat itu semua juga sudah tahu kalau aku memang sedang jatuh cinta. Tapi bukan itu yang aku tanya. Aku ini kenapa? Aku mencintainya karena apa ? Karena arogannya, karena pikirannya yang realistis atau karena yang lain ? Dan memang aku tidak pernah menemukan jawaban atas pertanyaanku itu sendiri. Tidak ada alasan, tidak ada faktor apapun. Pernah aku ditanya salah seorang temanku, "kok bisa kamu suka sama dia? Nggak ada cowok lain gitu?" Aku hanya tersenyum, tersenyum dan tersenyum. "Aku juga nggak tahu..."


Semakin hari kita semakin dekat. Dekat sekali. Walaupun sesekali kita duduk bersama, tapi itu sudah cukup membuatku tersenyum senang. Melihat caramu berjalan, berlari, tertawa, tersenyum bahkan caramu melihatku masih aku ingat hingga saat ini. Diam-diam aku mengagumi caramu tersenyum. Misterius. Tatapan matamu itu juga pernah menyita seluruh perhatianku. Karena seringnya kita duduk berdua, samapi-sampai ada yang bilang kalau kita pacaran. Hmm, kamu hanya tersenyum menaggapi berita itu. Sangat berbeda jauh dengan apa yang aku lakukan. Aku berusaha menyakinkan mereka bahawa di antara kita memang tidak ada apa-apa. Padahal, hatiku berteriak kalau aku memang ingin hubungan kita terjadi seperti apa yang mereka katakan. Tapi rasanya tidak mungkin. Aku siapa dan kamu siapa. Aku tahu itu. Tapi benar, ada satu kejadian yang membuatku cemburu, ya cemburu. Saat kamu pergi ke sekolah dengan perempuan yang dulu pernah menjadi musuhku, yang kebetulan saat itu dia menjadi teman sekelaku. Berantakan. Seharian itu aku tidak menaruh konsentrasi pada pelajaran. Tindakan bodoh, bukan? Tapi itulah kenyataanya. Dan itu terjadi sebanyak dua kali. Dua kali ? Ya, tapi itu sudah cukup membuatku menangis di depan teman dekatku.


Hinnga sampailah kita mulai sibuk dengan ujian akhir. Kita sama-sama sibuk, sama-sama serius dan sama-sama melupakan kedekatan kita selama ini. Mungkin kamu dengan mudah untuk menghapus sejenak ceita kita selama empat bulan itu, tapi tidak denganku. Aku berusaha mati-matian untuk sebentar saja melupakanmu. Mati-matian. Semakin aku paksa semakin sulit rasanya.


Terlepas dari banyaknya ujian-ujian yang menyita perhatian kita, entah kenapa kamu mulai menjauhiku. Semula kamu selalu tersenyum begitu melihatku, kini senyum itu hilang seketika. Kamu malah membuang wajahmu, seolah-olah tak ingin melihatku lagi. Semula kita suka duduk bersama, kini kamu mulai menghindar ketika aku mendekatimu. Semula kamu suka melemparkan lelucon yang sanggup membuatku tertawa, kini kamu mulai bersikap dingin terhadapku. Sifat aroganmu kembali, sama seperti pertama kali aku melihatmu disini. Kamu kenapa? Aku salah apa?


Susah payah aku berusaha untuk dapat berdua denganmu lagi. Dan siang itu, sebelum kamu melakukan aktivitas kesukaanmu, kamu memberiku kesempatan untuk dapat duduk bersama lagi. Kamu kenapa? Kenapa menjauhiku? Aku salah apa?
Masih dengan senyuman itu, kamu hanya menjawab "Tidak ada apa-apa"
Dan semua pertanyaanku mengenai perubahan sifatmu yang mencolok akhir-akhir ini di siang itu hanya kamu jawab dengan senyum, senyum dan senyum. Aku ingin marah, tapi sulit. Mungkin kamu merasa bersalah denganku selama ini, akhirnya kamu mengurungkan niatmu untuk pergi bersama teman-temanmu. Dan kita pun kembali seperti dulu, kembali dekat. Kembali menyatukan cerita kita yang sempat terhenti sejenak.


Sampai suatu saat, pagi itu kamu datang dengan wajah yang gembira. Ada apa? Aku penasaran dengan raut wajahmu seperti itu yang pernah hilang sesaat dari hadapanku. Usut punya usut, ternyata kamu akan pergi. Pergi sangat jauh meninggalkan teman-temanmu, meninggalkan aku, meninggalkan cerita kita yang belum selesai.

Tak ada satu patahpun kata yang keluar dari bibirmu itu untukku. Kamu hanya sempat berbincang sejenak dengan segelintir teman-teman dekatmu, itu saja. Kamu tidak menghampiriku, malah justru buru-buru pergi ketika melihat aku bergegas mendekatimu. Kenapa? Dan berita yang aku dengar esok harinya kamu akan pergi. Jauh. Aku hanya diam, hanya termangu di tempatku berdiri waktu itu. Mimpiku menjadi kenyataan. Ya, aku pernah bermimpi bahwa kamu akan meninggalkanku. Dan itu, benar-benar terjadi.

Pulang, aku menangis. Aku menangis sepuasnya. Sampai mataku bengkak tak karuan. Teman dekatku juga membiarkan aku untuk menangis, sepuasnya, sebanyak yang aku mau, secapeknya aku..
Ditinggal seseorang tanpa satu kepastian itu sakit. Itulah yang aku rasakan. Padahal kita begitu dekat. Aku, kamu, kita. Begitu dekat.

Entahlah, aku tak tahu apa yang saat itu ada di pikiranmu. Mungkin kamu tak ingin menyakiti perasaanku saja. Tapi tidak begitu caranya.

Sudah dua tahun peristiwa itu terjadi. Sudah selama itu pula aku tak tahu bagaimana keadaanmu disana. Mungkin, entah kapan kamu membaca tulisanku ini, kita sudah berlainan. Sudah hidup di dunia masing-masing.
Kini aku mulai bisa melepasmu, mulai bisa untuk menerima kenyataan yang aku hadapi. Aku sudah bisa tersenyum tanpa kamu dan kamu juga sudah menemukan orang lain yang lebih baik dariku, perempuan yang sudah kamu beri kepastian hingga sekarang..


terima kasih atas cerita kemarin..
terima kasih atas senyum yang pernah kamu berikan untukku walaupun hanya untuk sesaat..
ini hanya sepotong cerita dua tahun yang lalu, dimana aku mengenali duniamu dan kamu mengenali duniaku..


tidak usah protes, karena inilah kenyataan yang memang pernah aku alami. Setiap manusia, sekeras apapun hatinya, sesombongnya apa pun dia..pasti akan tersentuh hatinya karena cinta..
ya cinta, satu kata yang bisa merubah segalanya..




No comments:

Post a Comment