25 January 2012

Kota Penuh Peluh

Sore, kota penuh peluh. Surat cinta kali ini bertema, untuk kota. Mungkin kebanyakan orang akan menulis tentang kota-kota terkenal, kota-kota yang indah, kota-kota yang mereka ingin kunjungi, tapi entah mengapa kota pertama yang muncul di pikiranku adalah kamu, Jakarta.

Tidak banyak lagi keindahan yang bersisa di sudut-sudutmu, bahkan hampir semua orang mengakui bahwa kamu lebih banyak menunjukkan kekacauan dari pada keindahan. Tapi ada sesuatu yang membuatku selalu rindu, membuatku jatuh cinta.

Ada sesuatu yang berbeda, tentang senja yang aku lihat ketika berjalan menuju terminal TransJakarta, tentang semburat sinar yang hampir menghilang yang aku lihat dari balik jendela rumah nenekku ketika di bawahnya hanya terlihat pemandangan kacau orang-orang berjualan atau saling memaki, tentang suatu malam yang panas dan pengap namun membahagiakan saat menghadiri salah satu festival di sudut kotamu.

Aku sudah pernah pergi ke berbagai sudut dunia, bukan sombong atau menghina, namun kamu memang kota yang sudah rusak, penuh dengan kekumuhan, ramai namun sarat kekacauan, nyaris tidak aman, dan sudah kehilangan masa jayanya. Aku pun pernah melihat banyak kota yang jauh lebih cantik, lebih tertata, lebih tenang, lebih aman. Tapi kamu akan tetap menjadi kota yang akan selalu aku rindukan, kota penuh kekacauan, namun memberikan rasa damai, bahkan ketika keindahan kota lain terhampar di depanku.

Aku hanya berharap kamu akan menjadi lebih baik, agar suatu saat nanti peluhmu terusap oleh segar pepohonan yang orang-orang akan tanam untuk menyegarkanmu. Tapi meski begitu, meski perubahan itu belum hadir, ingatlah, aku sudah lama jatuh hati, dan selamanya akan selalu jatuh hati.

Kepada kamu, Jakarta. Kota tempat aku akan selalu berpulang.

No comments:

Post a Comment