25 January 2012

Selamat Sore, Tangerang

Selamat sore, Tangerang
Boleh kutebak bagaimana keadaanmu sore ini? Seratus persen kupastikan waktu bergerak sangat cepat dengan macam-macam kesibukan yang berlangsung di dalamnya. Kini, kau tak ada bedanya dengan Ibu Kota.
Mahasiswa berlarian dengan gulungan karton, kertas-kertas paper, serta komputer jinjing mereka, berusaha mengalahkan waktu yang kian memburu.
Karyawan bekerja tak mengenal lelah, menganggap dua puluh empat jam tak cukup untuk mewakili satu hari. Tidak ada kata malas-malasan dalam kamus mereka. Prinsipnya waktu adalah uang.
Anak-anak kecil mengayuh sepeda mereka kuat-kuat dengan baju olahraga sekolah mereka. Harus secepatnya sampai rumah karena perut mereka sudah meraung minta diisi.
Sopir angkutan kota sibuk berebut penumpang. Target setoran mereka harus terpenuhi hari ini demi anak dan istri!
Pengemis, pemulung, dan pengamen mengais rezeki di jalanan. Bahkan untuk mendapatkan seribu rupiah saja sulit. Panasnya kota Tangerang tak mereka hiraukan. Tak usaha, maka tak makan.
Dan jangan lupa dengan kemacetan yang menggempur setiap pagi dan sore hari (: Hentakan klason yang sahut menyahut selalu menyambangi langit biru yang membentang di atas sana.
Mungkin kau akan bertanya-tanya. Bencikah aku padamu? Dengan segala perubahan yang terjadi padamu beberapa dekade terakhir?
Jawabanku, tidak.
Tidak ada tempat yang sepertimu. Tangerang.
Dengan segala kerumitan dan tempo hidup yang cepat, namun tetap memiliki tempat-tempat untuk melepas jenuh sesaat dan menawarkan hidup bertempo lambat di pinggiran kota.
Yang menyuguhkan sajian indah di bilangan Lippo Karawaci, tepatnya Benton Junction, dengan pohon-pohon rindang dan lampu-lampu imajinatif. Membuat yang melihatnya menahan napas sejenak, melupakan kesulitan hidup yang tengah dialaminya. Indah dan bisa dinikmati siapa saja, tak peduli mahasiswa, karyawan, pelajar, pengemis, pengamen, pemulung bahkan pengangguran.
Yang memberikan pelajaran hidup dari potret masyarakat di segala sisi. Jurang perbedaan jelas terlihat dari gaya hidup masyarakat kota dan daerahnya. Namun tak bisa dipungkiri. Di setiap kota hal seperti ini tidak asing lagi. Tarik saja pelajaran hidup dari sana.
Yang masih menjaga kearifan lokal serta budaya daerahnya. Siapa tak kenal Festival Cisadane yang digelar meriah setiap tahun sekali?
Yang mampu menyembunyikan tangis di tengah keriangan tawaku. Terima kasih.
Yang menjadi tempat kelahiranku dan telah ambil bagian dalam perkembangan diriku selama delapan belas tahun.
Jadi, bagaimana mungkin aku membencimu?
Salam peluk dariku,
Puji Eka Lestari

oleh:
diambil dari: http://pujiekalestari.wordpress.com 

1 comment:

  1. ah.
    hi gadis Tangerang.
    rupanya ada yg berperasaan sama denganku mengenai Tangerang :')
    mengingatkanku pd rumah yg terambil dariku secara paksa, rumah yg nyaman, dengan segala keruwetan dan kedamaiannya.
    halo =)

    - @ichtrauche

    ReplyDelete