07 February 2012

Tentang Kamu Mulai Hari Itu Sampai Hari Ini

Sengaja aku tulis buat kamu @ericknamara

[Hari itu…] Hari di mana aku mendapat dirrect message dari kamu yang meminta pinku. Aku terkejut sekaligus senang. Entah dari mana ceritanya aku yang lebih sering mengunjungi blogmu tanpa meninggalkan komentar, tiba-tiba saja malah kamu yang menambahkan aku sebagai temanmu di daftar kontak BBM.

[Hari itu…] Hari pertama dalam tahun 2012. Kita sama-sama menyelemati awal tahun sambil saling mendoakan yang terbaik buat masing-masing kita: khususnya untuk masalah hati :)
[Hari itu…] Dari awal aku membaca postinganmu, sebenarnya aku ingin tau betul mana yang benar-benar fiksi dan mana yang berangkat dari cerita pribadi. Kamu tau, keingintauanku saat itu sangat kuat. Tapi aku sendiri bingung bagaimana caranya untuk bisa tau. Sejak pertama kamu meminta pin, aku hanya bisa tersenyum sambil menyimpulkan kalau di dunia ini memang tak ada yang namanya kebetulan.

[Hari itu…] Aku yang memulai percakapan soal perempuanmu. Aku menuliskan beberapa kalimat yang pernah kamu tulis di blog lalu menambahkan tanda titik dua dan kurung tutup setelahnya. Kamu menanggapinya dengan bingung. Makanya aku langsung menjawab kalau aku menuliskan apa yang pernah kamu tulis di blogmu. Kamu bilang kamu lupa, lalu aku mengingatkannya.

Kemudian kita mulai bercerita, bercerita, sedikit berdebat, kadang tertawa, kadang diam, bingung, saling memberi saran, ahh, masih banyak. Lalu, apa kamu tau, kalau sejak saat itu aku berjanji dalam hati kalau suatu saat nanti kita akan menyudahi semua ini? Kita akan menyudahi bentuk komunikasi via BBM ini. Tanpa suara, tanpa tatapan mata, yang ada hanya suara tombol keypad yang ditekan membalas kata per kata, kalimat demi kalimat.
Obrolan kita sering terputus. Itu kalau pembahasan kita sudah habis. Kita suka mengakhirinya dengan tanda titik dua dan tutup kurung. Atau kalau memang topiknya sudah selesai, ya sudah, sampai di situ.

[Hari itu…] Aku senang mengenalmu. Kamu tau, sedikitnya kamu punya peran dalam menyembuhkan hatiku. Hatiku itu sebenarnya sudah luka. Cukup menganga. Sampai seseorang datang menawarkan semacam ‘obat’. Aku suka, lama-lama aku kecanduan. Saat ‘obatnya’ habis, aku uring-uringan. Ahh! Aku benci seperti ini. Hatiku masih luka dan sepertinya aku memang sangat kesepian. Lalu aku jatuh lagi, membuat koyakan luka yang sudah ada semakin lebar. Ahh, apa kamu tau seperti apa aku hari itu berusaha mati-matian membunuh semua rasa yang aku rasakan karena ‘obat’ yang selama ini aku makan? Ah iya, kamu tak akan pernah tau.
Tak ada orang yang tau soal kecanduanku ini kecuali kamu waktu itu. Kamu tau kenapa? Itu karena aku sendiri belum tau seperti apa rupanya rasa yang ada dalam hatiku tentang ‘obat’ itu. Aku terlalu takut memastikan rasa itu. Makanya aku memilih untuk mematikan rasa itu mulai hari itu. Ya mulai hari itu.

[Hari itu…] Dan aku ingin berterimakasih. Bukan karena kamu ada di sampingku untuk menghapus air mataku. Bukan pula karena tulisan-tulisan indahmu yang tujuannya seolah menyadarkan. Tapi lebih karena perasaan nyaman dan tenang di relung dada setelah kamu menuliskan, “Pelan-pelan pastikan, lalu lepaskan” saat aku bilang kalau aku tak tau rasa apa yang berkecamuk selama aku ‘sakit’.

Lalu [hari ini…] Ada beberapa hal yang mau aku sampaikan. Hari ini aku mau kamu tau kalau aku akan menemuimu suatu saat nanti, menghabiskan semalam suntuk untuk bercerita apa saja sambil menatap langit.

Hari ini… Aku berjanji seperti yang pernah kutuliskan di BBM kemarin-kemarin, aku akan memelukmu begitu bertemu denganmu. Aku mungkin tak akan bisa memberikan pelukan saat kamu membutuhkan seseorang untuk memelukmu manakala idemu sedang tak keluar. Tapi aku hari ini berjanji, suatu hari nanti kalau hari itu tiba, aku akan memelukmu erat. Aku akan meletakkan kepalaku di bahumu, lalu memeluk pinggangmu dengan erat sampai kamu meminta lepas karena kesesakan, hi-hi-hi… Hari ini, aku berjanji untuk itu…

Hari ini… Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan denganmu. Kamu pernah bertanya soal dia yang lain. Ah, maaf aku tak bisa menyebut namanya di sini. Kamu hari itu tiba-tiba bertanya, “Is it him?” Aku hanya bisa menjawab, “Bukan, aku dan dia hanya suka saling berbalas tweet.” Tapi apa kamu tau, sejak saat itu kamu bertanya, aku jadi semakin ragu, apakah dia yang selalu membalas tweet-tweetku hanya sekadar berbalas twitter. Sampai akhirnya aku menemukan hal yang aneh dengannya.

Hari ini aku berani memastikan denganmu, sepertinya dia berharap lebih. Aku bingung. Aku tidak ingin menyakiti. Aku tau bagaimana perih dan nyerinya rasa disakiti. Aku sendiri tidak punya maksud apa-apa saat membalas tweet-tweetnya. Aku sadar kalau dia berharap lebih karena ada beberapa tweet tanpa mention yang sedang bercerita tentang aku. Tentang aku yang seperti menolaknya secara halus, tentang aku yang sepertinya muncul sesuka hati. Ahh, kamu tau, aku sangat bingung! Intinya aku tidak mau menyakiti.

Hari ini… Aku mau bilang ke kamu kalau aku memang sedang menunggu seseorang untuk bisa mengisi hari-hariku ke depannya. Aku mau bilang kalau aku memang membutuhkan seseorang yang bisa kupeluk saat aku sedang terpuruk, seseorang yang bisa mendukung sekaligus memarahi kalau aku salah, seseorang yang bisa memuji aku dan membutuhkan pujian dari aku, seseorang yang bahunya bisa kujadikan sandaran kalau aku mengantuk, juga seseorang yang bersedia mengelus kepalaku saat aku ketiduran. Menurutmu, apa itu terlalu banyak?

Hari ini… Setelah aku berhasil mematikan ‘candu’ yang sempat bertahta kemarin, aku ingin membangun semacam dinding untuk nantinya bisa dipanjat siapapun yang ingin tinggal di dalamnya. Entah kapan itu datang, aku belum tau. Hanya saja saat ini, aku merasa masih terlalu gamang untuk itu semua. Aku ingin hatiku berfungsi dengan baik dulu. Berdetak dengan normal. Lalu siap untuk jatuh cinta lagi, bukan karena kesepian, tapi karena memang sudah siap.

Hari ini… Aku menatap diriku di depan kaca. Lalu melihat fotomu dari profile picture yang ada di BBku. Aku berbicara dengan diriku sendiri, “Kira-kira kapan hari itu akan datang?” Lalu aku membuka history bincang-bincang kita beberapa waktu lalu, tepat saat aku berulang tahun. Kamu bilang, “Selamat menerima banyak doa, semoga bahagia lebih lama dari selamanya.” Aku seketika bahagia membacanya. Lalu sambil tersenyum nakal, aku meminta supaya doamu ditambah. Iya! Tambah supaya aku segera punya pacar! Aku nggak aneh kan? He-he-he…
Lalu hari itu kamu bilang, “Iya, semoga segera dapat pacar dan naik ke pelaminan, lalu bahagia selamanya.” Ahh, kamu tau, aku ber-hi-hi-hi membacanya. Aku terkikih. Tapi aku suka! Apa kamu tau, hari itu, hari di saat aku ulang tahun, banyak yang memberikan ucapan semoga aku segera bertemu dengan ‘dia’. ‘Dia’ siapapun nanti yang akan mengetuk pintu hati dengan rindu atau mungkin menerobos lewat jendela? Sampai hari ini, aku akan menunggu hari itu tiba.

Hari ini… Sekarang sebelum aku tidur malam ini, aku mau kamu jangan lupa makan dan istirahat yang cukup ya.. Mumpung belum ada yang memperhatikan kamu secara khusus, nggak apa kan kalau aku yang memberikannya hari ini? Tenang, kamu jangan khawatir, ini tidak akan terjadi seperti hari itu kok, hari di saat aku jatuh karena kesepian. Aku sudah memastikan kalau hati ini sudah baik. Tepat sejak hari itu sampai hari ini dan nanti seterusnya sampai dia yang aku tunggu datang.



No comments:

Post a Comment