Untuk kamu, yang tak ingin kutahu kabarmu.
Iya.  Akhirnya tadi malam aku mimpikan kamu. Di dalam mimpi, aku seperti  menonton televisi. Sebuah kotak dengan nyala berpendar yang berisikan  kita berdua. Ah, aku lupa. Sudah lama aku tak memakai kata ‘kita’. Aku  dan kamu, lebih tepatnya.
Aku  dan kamu tak baik, tak bicara satu sama lain. Aku dan kamu seperti  gambar-gambar yang tersusun rapi dan membentuk gerakan yang urut. Stop motion, dengan  laju sangat lambat. Seperti Tuhan mengabulkan doaku yang pernah aku  ucapkan dulu sekali, agar ketika bersamamu, semoga waktu melambat  sejenak.
Aku  berdiri di depan, dalam jarak sekian meter darimu. Aku menatap langit,  dan kamu menatapku. Lama. Lama sekali. Aku bisa merasakan, banyak sekali  balon kata-kata yang ingin kamu utarakan, tapi nyalimu selalu pergi  entah ke mana tiap bibirmu sudah menganga, siap bicara. 
Masih dalam stop motion, tanganmu  terulur, seperti ingin menarik lenganku. Tapi, masih saja, dalam jarak  sekian meter, aku memilih menjauhimu. Aku membiarkan kehidupanku tak  terjamah olehmu barang seruas jari pun. Dan kamu, terus berusaha  memanggil dan meraihku.
Kamu  tahu ? Mimpi itu berlangsung lama dengan latar-latar berbeda, namun  adegan yang kita perankan tetap sama. Ya, itu saja. Dan kamu tahu ? Aku  terbangun dengan perasaan luar biasa puas. Puas menangkap raut sedihmu  yang tiap kali gagal membuatku membalikkan badan ke arahmu. Raut  kesedihan yang tak pernah sekalipun kusaksikan sebelumnya. Apa ini  namanya ? Aku tak pernah mendendamimu. Hanya saja, aku bisa merasakan  dengan jelas bagaimana karmamu. Bagaimana kamu mengais-ngais yang dulu  pernah kamu buang begitu saja. 
Lihat  kan ? Bahkan dalam mimpipun aku begitu konsisten membuatmu menyesal.  Robeklah aku. Sepuasmu. Tapi ingat, suatu hari nanti kamu akan mencari  keping-kepingku yang kau hancurkan, lantas kamu akan setengah mati  berusaha menyusunnya. 
Lalu  menangislah ketika kamu sadar bahwa kamu tidak akan bisa mengembalikan  segala sesuatu di masa lalu. Kamu adalah kritikus terbaik yang pernah  aku kenal, yang terlalu buta untuk sekedar mengkritisi kesalahanmu  sendiri. Dan ya, terima kasih. Segala komentarmu tentang atribut  hidupku, membuatku lebih baik. Tanpa kamu.
“And all the pictures that you try to loose
Will follow you behind like ghosts do
And all the lies you try to keep
Have fall behind to catch you even more”
-Forget Jakarta, Adhitia Sofyan-
oleh: @pupusupup
diambil dari: http://sepotongkeju.blogspot.com
No comments:
Post a Comment