24 January 2012

Surat I


Pasal I
Suara-suara tak bernada di dapur adalah bukti bahwa sementara kami masih sibuk membentengi diri kami dalam naungan selimut hangat, engkau sudah berhadapan dengan panasnya hawa kompor dan dinginnya udara subuh. Dan barangsiapa mengetahui bahwa kami masih dalam nuansa kantuk luar biasa sebab kami adalah sepasang anak dan bapak yang menonton sepak bola pada malam harinya, maka aduhai celakalah kami jika di pagi hari ini kami termasuk orang-orang yang lalai lagi kesiangan ke kantor pula sekolah. Namun alangkah spektakuler caramu membangunkankuku dengan menggelitiki kakiku, tidak dengan menyiramkan air ke wajahku ini, hai perempuan bermata syahdu.
Pasal II
Sesungguhnya sisa-sisa susu cokelat di sudut bibirku adalah artefak, akulah orangnya yang meminum habis segelas susu kental manis cokelat itu dan tidak perlu lagi diperdebatkan. Engkaulah yang membuatkannya untukku, mengaduknya perlahan seolah kau datang ke bumi ini hanya untuk menyiapkan segala yang kubutuhkan untuk menantang ratus-titik-kesalahan yang mungkin akan ku perbuat hingga memancing amarah dari guru. Oh, kiranya dalam gelas itu seolah kau berujar "jangan takut nak, manusia adalah sempurna...kesalahan yang membuatnya sempurna," betapa baiknya. Hingga aku siap menghadapi apapun hari ini, dari monster sekecil laba-laba (dibuatnya sarang di depan rumah, dibuatnya aku takut keluar) hingga monster sebesar-buruk Godzilla, aku siap, engkau telah menjadikan aku lelaki terhebat dengan segelas susu cokelat.
Pasal III
Bapak berujar "Ibu, aku berjihad dulu..." maka engkau hanya mengangguk kecil seraya memberikan kecupan di punggung tangan bapak, dan ajaib, seolah bapak mengerti bahwa kepergiannya hari ini direstui padahal englau tidak berkata apa-apa kecuali anggukan kecil dan kecupan di punggung tangannya. Sementara aku, aku masih saja sibuk disuapi sambil menonton acara dari kotak kecil ajaib yang berwarna-warni. Kotak yang karenanya aku ingin sesekali menjadi kecil agar bisa masuk ke dalam sana.
Pasal IV
Engkaulah yang lima tahun lalu membawaku ke sana, ke padang rumput nan berembun pada suatu pagi. Mengajariku bagaimana manusia seharusnya menggunakan kedua kakinya. Seolah engkau paling mengerti derita os.pattela-ku yang terus di gerus lantai hingga meninggalkan bercak hitam pada keduanya. Engkaulah yang menyadarkan aku bahwa mulut, ya mulut, bisa mengeluarkan suara-suara yang kelak mengantarkan aku pada dunia. Engkaulah yang menasihatiku pada suatu hari yang entah "bicaralah hanya kata-kata bagus,"
Pasal V
Betapa sesungguhnya engkau merugi ibu, setelah aku belajar ilmu hitung, aku tahu pastilah engkau merugi. Tapi, kenapalah engkau tidak pernah menuntutku, mencatatnya dalam daftar hutang hingga kelak aku bisa dengan mudah mengetahui berapa jumlah hutangku padamu? Pasti itu akan banyak sekali angkanya. Tapi, ketahuilah ibu, kini aku sudah mulai mempertanyakan sampai kapan aku akan terus di beri tanpa pernah memberi kembali?
Pasal VI
Engkau dan bapak adalah dua orang pertama yang mendaratkan cinta di sini, itu lebih penting dan luar biasa ketimbang suksesnya misi Apollo 11 mendaratkan manusia di bulan sana. Bulan itu jauh, ibu. Jangan ambilkan untukku meski aku tahu engkau pasti akan melakukannya. Jangan ambilkan jika hanya untuk menerangi tidurku, dongeng bapak cukup menerangi alam pikirku, kecup ibu cukup untuk membuatku terlelap. Hati itu dekat, ibu. Bulan itu, jauh. Kecuali bulan oktober, itu ada di kalender masehi yang di paku di tembok.
Pasal VII
Ketika engkau memanggil namaku, ibu, aku tahu cinta tak perlu lagi ku cari-cari darimu.
 
 
oleh: @

No comments:

Post a Comment