06 February 2012

Di Balik Ukiran Sebuah Nama

Kepada: yang dalam namanya terukir aksara cinta.

Hey kamu, ya kamu yang disana.
Kamu yang namanya selalu terdengar begitu indah seperti sajak- sajak yang disusun penyair dahulu kala.
Yang dalam aksara dari tanganmu selalu mengalir inspirasi mahakarya.
Bagi saya, inspirasi terbesar itu justru muncul dari hidupmu.
Ketika kamu mulai berceloteh ringan mengenai arti hidup dan caramu memaknai nya.

Saat hidup tak hanya perkara benar atau salah, tapi juga bagaimana belajar dari pengalaman.
Kau tahu, justru saat kau sibuk berceloteh itu saya selalu sibuk mengamati sudut pandangmu.
Sudahkah saya katakan jika saya selalu menyukai saat- saat kau berdebat dengan orang di sekelilingmu.
Sekarang saya berhadapan dengan hamparan hijau nya sawah, kembali teringat beberapa mil jauhnya jarak tempatmu berada dengan tanah yang kupijak saat ini.
Masihkah disana kau merenda sastra, menyanjungnya dengan goresan- goresan buah pemikiranmu.
Adakah namamu masih mendengungkan lagu cinta yang paling saya sukai di dunia ini?
Apakah nama itu masih indah dan menyibakkan berjuta kenangan ketika saya membisikkannya di tengah sepinya malam?
Disini hampa ketika malam mulai beranjak, inspirasi untuk menjalin kata per kata seakan tak pernah mau berkawan denganku.

Hei nama yang terukir berjuta senandung cinta,
Masihkah mau kau menepati janjimu untuk satu soneta indah yang di dalamnya terabadikan sejuta momen indah?
Saya menunggu, di tengah hamparan sawah hijau ini, kutunggu janjimu hingga sawah ini menguning siap untuk dipanen



No comments:

Post a Comment