Halo, Malam yang malang. Akhir-akhir ini ada berita buruk tentangmu. Aku mendengarnya dari redup suara kukuk Burung Hantu yang mengisyaratkan bahwa persediaanmu di atmosfer bumi semakin menipis. Itu kabar yang buruk. Apakah benar ?
Aku  menyalahkan Bulan-Bintang yang belakangan sering tak terlihat. Mereka  bukan teman terbaikmu, kan ? Lihat, mereka tidak ada di sisi masa  terberatmu. Tapi kemudian, mereka melempar tudinganku ke arah Awan  Mendung yang selama ini begitu sering menghalangi pendar cahaya malam  mereka. 
Berganti,  kusalahkan Awan Mendung yang membuatmu tak lagi cantik. Lantas dia  menurunkan alisnya, yang kubaca itu adalah raut kesedihan. Kehadirannya  ditolak mentah oleh Matahari yang begitu sombong memangkas waktu.  Terpaksa Awan Mendung mengusik waktumu, Malam. Terpaksa belakangan ini  dia menghadirkan dirinya beserta si Hujan hanya pada saat hari mulai  menggelap, mengurangi keindahanmu.
Tapi,  tunggu. Matahari ? Ah, aku tidak bisa menyalahkan Matahari begitu saja.  Dia sahabatku. Aku mencintainya beserta Langit Biru dan serat-serat  Awan Putih yang menggantung lucu di angkasa seperti ornamen-ornamen yang  terpasang di langit-langit kotak teater boneka yang sering aku lihat  waktu masih TK. Iya, aku lebih terpikat pada warna-warni pagi hingga  sore, yang tak kutemukan ketika aku memaksakan diri untuk terus berjalan  di sisimu, Malam.
Maaf,  Malam. Sudah pernah kukatakan, kan, bahwa sahabat itu tidak benar-benar  ada ? Doakan saja, lain kali aku bisa mengkhianati Matahari dan  memohonkan kepada Tuhan untuk menambah porsi ketersediaanmu di hari-hari  manusia.
oleh: @pupusupup
diambil dari: http://sepotongkeju.blogspot.com
No comments:
Post a Comment