22 January 2012

Payung Raksasa

Ijinkan aku menuliskan ini dengan segala kesadaran penuh, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Katakan saja ini surat ucapan syukur atau apalah namanya, kamu sebutkan saja sendiri. Beri judul sesukamu, aku hanya menciptakan kalimat, kamu yang menyimpulkannya.

Sempat kunikmati basahnya gerimis tanpa mengeluh. Tak kupikirkan omelan mama nanti di rumah jika aku tiba dengan kuyup. Sudah kusiapkan alasan yang akan menenangkan, mudah-mudahan.
Kukayuh sepeda oranye, Geno namanya, kekasih terhebat yang kupunya. Setia menemani tiap kilometer jarak yang ingin kutempuh. Sama seperti hujan, bersama Geno tak sempat aku mengeluh meski peluh tak terdefinisi lagi membasahi tubuh dari kepala sampai mata kaki. Aku menikmati kebersamaan bersama Geno, kekasih terhebat yang kupunya. Kami hendak ke taman kota, mencari warna hijau, menikmati dahan dan ranting.

Baru sempat berhenti untuk mengambil foto ini
penunjuk arah
langit berubah tak lagi ceria, meski gerimis masih basah di pelupuk mata. Lincah kuajak Geno untuk lebih tergesa. Masih sambil tertawa bersama Geno, aku berhenti berlari. Hujan menari lebih cepat, kalau sebelumnya irama yang mendayu, kali ini irama reggae. tum tum tum tum…

Disaat itulah pertama kali bertemu kamu. Membawa payung besar, warnanya putih, tapi sudah dekil. Ada tulisan Sekolah Luar Biasa di payungmu, warnanya hijau, tanpa dahan dan ranting. Kamu kokoh, meski terkadang bergetar saat suara petir terdengar. Kutenangkan kamu dan mengatakan, semua baik-baik saja. Teduhnya payungmu mungkin tidak menghangatkan, tapi kamu melindungiku. Bahkan Geno pun menyukaimu, duduk bersandar di tiangmu.

Terima kasih.
Surat ini untuk kamu,


halte yang kutemui Rabu lalu. Meski tak sempat kuajak Geno ke taman kota, setidaknya dia bahagia bertemu denganmu. Jadi hendak kau beri judul apa surat ini?


oleh: @starlian
diambil dari: http://starlian24.wordpress.com

No comments:

Post a Comment