22 January 2012

Variatio 8. a 2 Clav.

Untuk Zaranof yang terbang di kulit samudra. Dingin, tak ingin,



Suatu masa denganmu kadang tak adil, jika kemudian ditetapkan pada tambang tertambat, bukan di mulut laras bedil. Beberapa orang tak tahu, bahwa rasa ditentukan oleh kedukaan rantai di bibir pantai. Layar terkembang, dan amarah peluit asap di langit rendah mengambang. Dalam keheningan yang ramai, dalam gaduh yang damai. Aku mengumpat langit sore, tergesa merenggut altar malam segera. Di kedalaman tak teraba sekalian alam, ada nyala membara, siap mengembara.

Aku benci jika diminta mengulang kisah, karena adalah takdir dua manusia terpisah. Untuk beberapa zaman, ketika pikir menceraikan ikatan,  elang laut dan burung – burung kolibri di dahan harus mengenyahkan yang tertahan. Aku enggan bertanya atas sebuah kepergian.  Karena kata, kadang jauh lebih tajam dari pedang yang membelah badan sebagian.

Untuk beberapa saat, ada suatu damba yang mati dimakan ngengat – ngengat karat. Bersembunyi tanpa bunyi jauh di ufuk benak di rimba yang sarat. Dan ikan – ikan kecil yang berterbangan di danau, tak tahu dimana Aku mengecap lewat langit lewat sauh. Untuk apa? Mungkin dekapan, mungkin ungkapan, mungkin buih laut dalam curah urapan.

Sudah berapa lama? Mungkin jauh lebih tua dari agama.

Hingga ada rasa, cinta menyatu pada lautan dan senja.

Ya, Aku takut  musim membuat kalut. Karena bukan perpisahan yang membikin takut. Tapi serpih – serpih rasa yang orang sebut rindu tertaut, jauh lebih kejam dari maut.

Aku yang menanti di pinggir lautan, menulis di bawah hutan sahutan.



oleh @MungareMike

diambil dari http://mungaremike.tumblr.com/

No comments:

Post a Comment