22 January 2012

The Perfect Stranger

Aku sudah kehabisan kata-kata, kau tetap tak bergeming…
Bagaimana lagi caranya agar kau mengerti bahwa aku mencintaimu sepenuh hati? Tapi kau malah berpaling ke hati yang lain. Aku hanya bisa terpana, tak berdaya. Bukan begini skenario yang aku susun untuk kisah kita.
Mungkin aku terlalu lancang berupaya memutuskan akhir kisah kita dengan bahagia. Bukan salahku jua jika aku sempat berandai-andai akulah jelmaan tulang rusukmu yang hilang itu dan jika kau telah menemukanku maka nyeri di dadamu niscaya akan terobati. Namun nyeri di dadamu bukan karena hilangnya tulang rusukmu (saat kau tertidur, kau bilang kepada tuhan supaya tidak bermain curang), tapi kau sedang merindukan kehadiran seseorang – bukan diriku.
Kelakuan orang yang patah hati memang suka aneh-aneh. Pengalaman Bang Andi hampir mirip denganku. Saat dirimu disana sibuk menyiapkan undangan pernikahan, aku disini getol membuat oplosan. Kau disana tertawa-tawa menyambut hari bahagia, aku disini bercumbu dengan tekila. Tapi itu hanya occasionally saja karena prinsip dasarku minum bukan untuk melupakan keterpurukan diri, namun lebih karena mengingat bahwa kegiatan minum itu sendiri cukup menyenangkan. Tapi tetap saja, tak ada pesta yang tak selesai, setelah semua berakhir aku kembali pada kenyataan bahwa aku sendiri, kau disana bersama dengan yang lain.
Jadi usaha apalagi yang bisa aku lakukan? Mungkin kita memang harus berjarak. Kita harus saling menjauh, saling meninggalkan. Kemudian dimasa yang akan datang (aku mengimani reinkarnasi) kita akan saling dipertemukan dengan suasana yang indah. Kita sama-sama saling asing namun aku berjanji akan menjadi ‘the perfect stranger’ bagimu. Kita pada akhirnya dipersatukan kembali di dunia dan akherat (kalo memang itu ada).

oleh:
diambil dari: http://thoughtheworldshouldknow.wordpress.com

No comments:

Post a Comment