11 February 2012

Surat Kaleng untuk @Samandayu

Sesuatu yang Indah Bernama CINTA

Kepada :
@Samandayu

Ada pagi yang indah di sepiring sandwich selai kacang kesukaanku. Juga di segelas teh hangat yang sengaja kubuat di pagi yang dingin ini.

Selamat pagi, Samandayu!
Kota ku di pagi hari seperti kamu yang menggeliat ketika penat. Senyummu di pagi hari membuat semuanya sempurna di mataku. Sekilas kuintip jalanan pagi dari dalam kamar kosku, mendung menggantung di langit kotaku. Sebentar lagi sepertinya akan hujan...

Aku suka hujan. Menurutku hujan itu romantis. Bagaimana menurutmu? Romantiskah hujan itu? 

Samandayu,
Hmm..pernahkah kamu melarang seseorang untuk jatuh cinta? Atau pernahkah dihidupmu ada seseorang yang melarangmu untuk mencintainya? Semoga kamu tak melarangku untuk mengagumimu.

Maaf ya, jika aku terlalu malu untuk mengungkapkan perasaanku secara langsung. Aku bukan tipe cewek yang dengan gampangnya bilang, “Aku suka kamu, maukah kamu jadi pacarku?”. Aku sama seperti gadis timur pada umumnya, kita terbelenggu norma-norma yang ada untuk memberitahu perasaan kita kepada mahluk bernama pria. Lagipula aku tidak terbiasa.

Samandayu,
Hari ini aku tidak berangkat ke kampus. Bukanya aku bolos, tapi sekarang sedang musim liburan. Hari ini kumanfaatkan untuk jalan-jalan menikmati kota-ku yang katanya ‘indah’ itu. Tapi sepertinya kota ku makin semrawut saja…banyak jalanan yang rusak, kendaraan yang saling berebut mendahului, sampah yang berserakan. Dan yang paling mengangguku adalah pedagang-pedagang kaki lima yang berserakan di sepanjang trotoar. Aku tak bisa berjalan dengan leluasa. Ah, inikah kota-ku yang katanya ‘indah’ itu?

Aku berada di sebuah kedai kopi di tengah kota. Dimana di dalamnya tersaji aneka menu yang semuanya tentang kopi. Semuanya mahal, dan sepertinya aku salah masuk kafe. Karena gerimis turun lagi maka kuurungkan niatku untuk mencari kafe lain yang lebih murah. Sambil menyesap harumnya carrebian late-ku aku melihat sisi lain dari sebuah cinta.

Ini berawal dari ketidaksengajaan mataku melihat dua orang anak kecil. Mereka anak jalanan dan mungkin mereka kakak beradik. Aku tak tahu pasti. Kulihat keduanya berjalan beriringan. Si anak yang aku tebak sebagai kakaknya, laki-laki, badanya lebih besar khas anak usia sepuluh tahunan. Dan si adik, perempuan, berbadan kecil khas anak 6 tahunan. Ia tersenyum senang sambil memainkan kuciran rambutnya, menggenggam erat tangan kakaknya. Si kakak sibuk berjalan kesana kemari, menyanyi dengan suaranya yang sumbang, meminta belas kasih dari mereka yang lewat. Setiap denting uang logam yang terdengar membuat mata mereka berbinar senang. Yah walaupun uang logam tersebut hanya dua mata uang seratus rupiah yang saling bergesekan. Hampir sepuluh menit si kakak melakukan aktivitas ngamennya, sementara si adik dengan riangnya memainkan boneka Barbie imitasi dekilnya, menunggu sang kakak selesai bekerja. Saat itu masih gerimis, si kakak berjalan menuju kafe dimana aku duduk, namun buru-buru diusir oleh pelayan kafe. Keduanya pergi menjauh dan duduk di bawah sebuah pohon. Dengan mata berbinar si adik melihat kakaknya menghitung receh demi receh yang berhasil dikumpulkannya. Aku mengamatinya, mereka dapat lumayan banyak. Tak berapa lama lewat penjual es krim keliling dengan bunyi ‘dung-dung’ yang sangat khas ditelingaku. Si adik meronta-ronta meminta satu cone es krim. Suara ‘dung-dung’ yang terus dimainkan abang tukang es krim membuat si adik, tanpa berpikir panjang merealistiskan hasratnya. Membeli es krim! Si kakak tanpa banyak bicara, ikut membelinya. Yeah, sekarang ada satu cone es krim ‘dung-dung’ di tangan mereka masing-masing. Karena terlalu gembira, si adik meloncat-loncat kegirangan sampai akhirnya cone es krimnya jatuh! Sontak anak kecil itu menangis.

Aku mengamati apa yang akan dilakukan si kakak. Dengan tangan mungilnya si kakak, mencoba menenangkan si kecil. Mengajaknya kembali duduk di bawah pohon, lalu menyerahkan cone es krimnya yang bahkan belum ia cicipi sekalipun! Tentu saja si adik senang bukan kepalang, tangisannya seketika itu terhenti dan si kulihat si kakak tersenyum lega. Yang membuatku senang adalah ternyata si adik masih mau berbagi dengan kakaknya. Ia tak memakan sendiri es ‘dung-dung’ favoritnya. Ah, indahnya pemandangan ini. Seakan ada pelangi warna-warni menaungi kotaku… Itulah hebatnya cinta, ia mengalahkan keegoisan yang ada dan selalu membawa kehangatan.

Kota-ku memang tak seindah julukan yang diberikan kepadanya. Tapi, sungguh aku mencintai kota ini. Kota kecil yang tak mungkin aku lupakan. Ribuan kenangan terpatri dalam lobus frontalisku, semuanya, pelajaran tentang hidup, perjuangan, persahabatan, daaan c.i.n.t.a

Maaf ya jika tulisanku ini mengganggumu. Ngobrol denganmu lewat surat ini saja aku senang. Mungkin ini surat kaleng terakhirku. Sebentar lagi tanggal 14 Februari dan program surat kaleng ini akan berakhir. Terima kasih jika kamu mau membacanya Samandayu. Terima kasih juga untuk admin pos cinta yang telah menyampaikan surat bodohku ini. Tolong, jangan bongkar habis rahasiaku. Biarlah Samandayu hidup dalam rasa penasarannya. Ya, itu jika dia benar-benar penasaran siapa diriku, hehe. Sudahlah, aku tak mau menulis panjang lebar. Terima kasih juga untuk sesuatu yang indah bernama ‘CINTA’ yang diam-diam telah menyusup di hati kecilku untukmu.

1 comment: