20 January 2012

Surat Sederhana untuk Sapardi

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku bukan rumah makan padang Sederhana yang tidak sesederhana harganya.
Aku belum dapat membuat sesuatu yang indah dari kata-kata yang sederhana sepertimu, tapi aku sedang mencobanya. Aku begitu mencintaimu, Pak Sapardi. Mencintai kata-kata dalam karyamu.
Perasaan cinta ini bermula saat aku membaca puisimu di suatu halam pada buku panduan belajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia saat aku duduk di bangku SMP. Ibu guru menyuruhku membaca puisimu, Aku Ingin. Sesederhana itu aku membalas cintamu, dengan membacanya. Perasaan ini juga masih sama seperti sekarang, Pak. Kata-katamu selalu menggugahku untuk berkarya, mengapresiasikan hidup dalam bentuk kata-kata yang memiliki estetika tersendiri. Aku mencobanya, Pak.
Bapak itu begitu kuat dalam kata-kata sederhana, mungkin karena bapak adalah si telaga? Seperti karyamu. Pak Sapardi Djoko Damono, ajari aku untuk jadi sederhana sepertimu! Karena aku tidak pernah ingin sederhana untukmu.
Kegilaanku pada puisimu tidak akan pernah sembuh, sebenarnya akulah yang terwaras dari orang-orang yang lebih gila kepadamu.
Sepenggal surat ini untukmu yang kutulis dengan penuh arti. Ini mungkin terlalu sederhana untuk penyair yang (menurutku) tidak sederhana.
Pak, mungkin pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi. Aku bukanlah si telaga yang dapat terus menjaga perahu kata-kata. Aku ingin sebijak dan setabah hujan bulan Juni. Aku Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, Pak Sapardi.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


oleh: @sebutmawar
diambil dari: http://mardatilla.wordpress.com

No comments:

Post a Comment