20 January 2012

Halo Tuan Arisitek (4)

Halo Tuan Arsitek,


Ada masa ketika nanti jari-jemari kita seolah membeku. Layar di depan kita berpendar redup, kesepian tanpa garis dan kata. Ruangan ini hening tanpa nyaring cumbuan jari pada papan ketik dan tetikus. Belum lagi mulut kita yang saling terkatup sejak tadi.

Sunyi. Seakan-akan mereka kabur dan bersembunyi dari kita. Mereka yang menciptakan riuh dan senantiasa mengajak pikiran ini berkelana. Mereka adalah inspirasi.

Selama sesaat hela napas panjang darimu mengusir senyap yang berkerumun. Aku menoleh padamu, memandangimu dengan wajah sama kusutnya. Kamu mengusap wajahmu kemudian bangkit dari kursimu begitu saja. Meninggalkan layar yang pelan-pelan menggelap serta lembar-lembar Moleskine penuh coretan.
Aku kembali ke duniaku, masih bertahan dengan jari-jemari bersentuhan dengan permukaan papan ketik. Sesekali aku menatap catatan-catatan di Moleskine-ku, lalu kembali ke layar. Akan tetapi, tak satu pun deret aksara bertambah di sana. Pelan-pelan aku menarik tanganku menjauh dari sana. Tatapanku beralih pada kalender yang sekaligus berfungsi sebagai papan jadwal—penuh warna merah di sana.

Deadline. Deadline-ku. Deadline-mu. Deadline kita.

Tik-tok-tik-tok. Jarum jam di dinding itu terus melangkah riang. Tanpa peduli aku yang sendiri dan kamu yang pergi.

Semua pikiran itu mendadak lenyap ketika melihatmu kembali. Penat yang terpahat di air mukamu menyurut oleh senyum yang terhampar di bibirmu. Kamu tak kembali sendirian, tapi ditemani wangi kopi yang mengepul. Secangkir di tangan kirimu, secangkir di tangan kananmu yang terjulur padaku.

Aku balas tersenyum seraya meraih cangkir di tanganmu.

Senyum yang menuntun inspirasi pulang kembali kepada kita.

Selamanya aku ingin tersenyum bersamamu.

Sampai jumpa di kesempatan yang tepat,

Nyonya Pengarangmu


Bogor, 18 Januari 2012

- surat @adit_adit 

No comments:

Post a Comment