04 February 2012

Surat Kaleng untuk @endydaniyanto

love letter-endy

Kepada:
@endydaniyanto

Hai Ndy,

Pernah nggak kamu punya impian yang ingin kamu wujudkan, tapi kamu nggak punya kemampuan
untuk mewujudkannya? Atau kemampuanmu terbatas untuk mewujudkannya? Hmmm...untuk
orang sehebat kamu, mungkin nggak ya. Tapi aku punya. Kupikir aku hanya manusia biasa dengan
sejuta keinginan, meskipun belum tentu bisa diwujudkan. Apalagi konon berdasarkan tipe darahku,
aku memang seorang pemimpi.

Ya, aku pemimpi. Pengkhayal. Makanya, waktu kudengar baris pertama dari lagumu yang paling
kusukai, ‘I’m a daydreamer’, aku langsung berpikir ‘wow, this is me’. Tapi bukan itu, sih, alasan aku
menyukai lagumu.

Aku pemimpi, dan aku senang meneriakkan kepada seluruh dunia tentang mimpi-mimpiku. Siapa
tahu akan ada yang mendengar dan mau membantuku mewujudkannya. Dan akhirnya itu terjadi.
Aku bertemu dengan kamu.

Di hari aku bertemu kamu, aku nggak berencana untuk langsung membicarakan tentang mimpiku.
Tapi entah kenapa kamu menyinggung hal tersebut...ya ampun, ‘hal tersebut’? Memangnya ini
legal opinion? -___- Maaf, kadang aku tidak cerdas dalam memilih kata. Ya, jadi hari itu kamu
menyinggung perihal mimpiku. Aku, yang memang sudah sangat antusias untuk mewujudkannya,
mau nggak mau terbawa kamu. Dan kita benar-benar mengerjakannya dengan segala keterbatasan
media dan alat. Aku, kamu, dan dua sahabatku.

Sejak hari itu, kamu beberapa kali memberitahuku via Twitter tentang perkembangan pekerjaan
kita. Aku nggak suka berbohong atau jaga image, jadi kusampaikan juga kepadamu, dan semua
followers-ku, betapa aku nggak percaya mimpiku akan menjadi nyata. Begitu juga hari ini, malam
ini, ketika aku mendengar sendiri dengan kedua telingaku bagaimana akhirnya mimpiku menjadi
kenyataan. Sebelum kudengar, kamu sudah lebih dulu mengatakan padaku bahwa kamu sangat
menyukainya. Hey, aku juga. Aku juga sangat, sangat menyukainya. Tentu saja, bukan?

Kamu memberi nada kepada kata yang kucipta.

Itulah mimpiku yang, dengan bantuanmu, akhirnya menjadi nyata. Senang sekali bisa bertemu dan
bekerja denganmu. Aku yang selama ini hidup dalam satu dunia dimana aku hidup untuk mengejar
cita-cita absolutku sejak kecil, dan cenderung berteman dengan orang-orang yang memiliki cita-
cita yang sama, nggak pernah bertemu dengan orang seperti kamu. Kupikir orang sepertimu nggak
akan pernah berada dalam jangkauanku. Kupikir orang sepertimu hanya ada dalam cerita-cerita
yang kutulis untuk diriku sendiri. Jadi, terima kasih kepada kamu untuk semua bantuan dan kerja
kerasmu.

Sebenarnya aku ingin mencoba membuat satu puisi untukmu. Tentangmu. Tapi aku kehabisan
kata...atau mungkin, tidak punya kata, untuk mengungkapkannya. Tapi tunggu saja, mungkin suatu
hari akan benar-benar kubuat. Kuharap akan menjadi karya yang bagus, yang bisa kusukai, dan layak
untuk kuperlihatkan padamu.

Wah, panjang juga ternyata surat ini. Dan sekarang sudah jam 11:57 malam. Sudah ya. Nggak, aku
belum akan tidur, tapi aku takut kamu sudah mengantuk membaca suratku. Oh, ya, kalau kamu
ingin membalasnya...hmmm...lebih baik jangan, karena itu akan membuatku malu. Ya, aku pemalu.

Terutama bila karyaku dibahas atau diekspos di hadapanku langsung. He he. Baiklah, demikian
aku sampaikan. Apabila ada pertanyaan atau hal-hal yang kurang jelas, jangan tanyakan kepadaku
karena aku malu. Oke, ini mulai seperti e-mail pengantar untuk klien. Sekian dan sampai bertemu.

Salam,
Aku

No comments:

Post a Comment