Kepada:
@ravimirza
Hai, Mirza. Atau Ravi? Aku tak tahu apa nama panggilanmu. Aku panggil Ravi aja, ya?
Maaf  jika aku sudah lancang mengirimkan surat ini. Aku hanya ingin  menyampaikan perasaan yang pernah singgah di hatiku beberapa waktu yang  lalu. Saat aku menyukaimu.
Itu hal tergila yang kamu baca hari ini? Well, ada yang lebih  gila. Apa? Aku belum pernah bertemu denganmu secara langsung. Kau pasti  bertanya-tanya, bagaimana bisa seseorang menyukai orang lain yang belum  pernah ditemuinya? Aku akan menceritakan awal mulanya.
Saat itu aku menyukai seseorang, dia teman sekelasku di tempat  kursus. Pertemuan pertama begitu sedikit berkesan, dan aku tahu namanya.  Mirza. Berbekal nama panggilan itu, aku dengan tingkat percaya diri  sekelas Tom Cruise di Mission Impossible, aku mencari akun Facebook-nya.  Lalu, aku menemukan akunnya. Emm.. akunmu sebenarnya. Bodohnya, karena  secara fisik kalian sedikit mirip, aku langsung menyimpulkan kalau kamu  itu dia! Kucari pula akun Twitter-mu. Ku follow. Selama hampir  satu minggu aku menceritakan tentangmu ke teman-temanku. Ehem, tahu lah  ya tabiat cewek. Dan sampailah pertemuan berikutnya di tempat kursus.  Kucari namamu. Ravi Mirza. Aku mulai panik saat tak menemukan namamu.  Saat itulah aku sadar kalau aku menyukai orang yang salah. Bodoh, karena  aku mengira aku telah menemukan bakat terpendamku sebagai seorang spy. Malu... karena sahabat-sahabatku menertawakan kebodohanku.
Anehnya, aku malah ilfeel dengan si Mirza asli yang kumaksud. Dan.. seperti itulah. Aku perlahan menyukaimu. Mengikuti timeline-mu  yang kadang lucu. Masih suka mengikuti fakta terselubung? Aku sempat  memikirkan beberapa cara untuk berkenalan denganmu.. tapi you just too good to be true.  Aku tidak memiliki kepercayaan diri yang besar untuk masuk ke dalam  kehidupanmu. Aku tahu kamu seperti apa, dan aku takut kamu tak suka  dengan aku jika kita bertemu. Jadi seperti itulah akhir dari perasaanku  kepadamu. Aku meng-unfollow akun twitter milikmu. Aku bangun dari mimpiku.
Masih ada harapan di dalam diriku untuk bisa mengenal dirimu. Tapi,  biarlah tangan Tuhan yang merangkai alurnya. Jika Tuhan benar-benar  mengabulkan harapanku, aku akan mengaku padamu, bahwa akulah pengirim  surat kaleng ini. Anyway, aku masih mencari tahu apa maksud Tuhan 'mengenalkanmu' padaku. Masih misteri.
Jadi, seperti itulah. Semoga kuliahmu lancar dan cepat lulus ya. Aku  mengerti bagaimana rasanya begadang mengerjakan tugas-tugas segunung  Himalaya itu. Trust me, tugasku tak kalah beratnya. Well, ada satu kampus yang terkenal dengan tugas-tugas berat dan mahasiswa/i yang suka begadang. Kampus mana ya? *wink
Bye, Ravi.
No comments:
Post a Comment