15 January 2012

My Giant Amor #1 My Twin My Soulmate

Mari bercerita tentang masa kecil, tidak seindah kelihatannya, tapi itulah dunia milik kita. Terpisah selama hampir lima tahun, tidak membuat batin kita ikut berjarak. Aku kembali untuk mengutuhkan sayap agar kita bisa terbang bersama. Kau berwarna biru dan aku berwarna merah. Kau yang lembut, bijak, dan ayu. Aku yang nakal, ceria, dan kuat. Berdua kita saling melengkapi, menjelajah dunia imajinasi dan realitas.

Ingatkah kau betapa kita punya dunia yang tidak bisa disentuh siapapun. Dunia dan teman-teman khayalan yang sama walaupun dalam benak yang berbeda, betapa ajaib, sebuah pembuktian bahwa kita punya jiwa yang sama dalam dua raga yang berbeda. Apakah kau masih percaya itu sampai detik ini?
Beranjak dewasa dan kita sampai pada mimpi-mimpi yang sama. kegairahan hidup yang tidak cukup dalam dunia realitas membawa pena kita menari, menciptakan dongeng-dongeng. Suatu hari kita ingin dongeng-dongeng itu berlarian di layar putih, membaginya dengan semesta jiwa lain.

Masa remaja kita indah dan ramah. Mari kita bercerita tentang sebuah kejadian lucu dimana hampir semua orang terkelabui. Saat itu kita ingin sekolah di tempat yang berbeda, pada hari yang telah ditetapkan kita bertukar peran. Sebagian dari mereka pasti heran betapa kita terlihat berbeda. Mana bisa seseorang menjadi kurus atau gemuk dalam semalam? Mana bisa karakter seseorang berubah dengan cepat? Mereka hanya bisa menebak dan kita hanya tertawa.

Kita sama-sama belajar menerima bahwa lingkungan di sekitar sering kali membuat perbandingan. Semua itu membuat kita tidak nyaman. Seringkali kita menyadari betapa kita saling mencintai dan membenci dalam porsi yang sama besar. Tapi mereka tidak pernah menyadari bahwa hidup seperti itu menyakitkan. Maka kita berhenti mendengarkan mereka, menutup telinga dan mata, mengukuhkan segalanya dengan rasa. Berbagi rahasia, berbagi peran bagitu selamanya kita pikir.

Tapi dunia tidak selalu ramah untuk siapapun, termasuk kita. Kau lebih cepat menemukan belahan jiwa yang lain. Jiwaku terenggut separuhnya. Semestinya aku ikut bahagia, semestinya.

Waktu membawamu kembali, melahirkan mimpi-mimpi baru, perlahan kita mewujudkannya. Menerima kebahagiaan dan pukulan bersama-sama, berdiri dan jatuh lagi, terus berpegangangan tangan. Sampai akhirnya, “Kita telah sampai di ujung jalan”. Aku tahu, itu artinya kita harus menjalani hidup masing-masing. Kita telah memilih kereta dengan tujuan yang berbeda, tapi itulah hidup.

Satu hal yang perlu kau tahu, bersamamu semenjak dalam perut ibu, beranjak dewasa, menemukan cinta dan pasangan hidup, tak pernah terasa berat, karena aku tidak pernah sendirian. Kita berasal dari indung telur yang sama, terbelah dan membagi jiwanya. Sampai detik ini aku masih percaya bahwa kita satu jiwa dalam dua raga. Namun raga itu membawa takdirnya sendiri-sendiri. Kita masih berjalan di bumi yang sama, menikmati langit yang sama, dan semesta jiwa kita tidak pernah berhenti terpaut. Ada cinta yang tulus selayaknya kasih ibu. Selamanya kau adalah Giant Amor ku.


dikirim oleh @evisrirezeki

No comments:

Post a Comment