15 January 2012

Sekelumit Cinta dibalik Sikat Gigi


Dear Ayah,
Hai, Ayah. Apa kabar? Memang baru seminggu lalu ayah mengunjungiku disini, tapi entah kenapa aku tergerak untuk menulis surat pertamaku untuk Ayah.
Bagaimana kabar si kembar Jack dan Jacklyn, burung jalak peliharaan Ayah? Masihkah mereka berkicau setiap subuh menyambut Ayah pulang dari masjid? Kadang aku merindukan kicauan melengking Jack yang seolah-olah meneriakkan namaku setiap kali aku melewati kandangnya. Atau saat aku memutar lagu-lagu Super Junior keras-keras di halaman sambil mengetik dan si kembar ikut menyanyikannya dengan bahasa mereka sendiri. Ini rahasia antara kita berdua saja, Yah. Akulah yang mengajari si kembar mandi di kotak air minumnya alih-alih di kotak air besar yang ayah sediakan di bagian alas kandang. Ayah tahu, aku sedang meriset tingkat kecerdasan burung jalak di internet. Aku penasaran, bagaimana bisa mereka seolah-olah mengerti semua yang kuucapkan, menirukan lagu yang kuputarkan, dan mengikuti perintah yang kuberikan. Aneh bukan, bila peliharaan kesayangan Ayah lebih patuh padaku daripada Ayah? Akan kuberitahu hasilnya bila sudah dapat nanti. Tunggu saja berita dariku, Yah!
Ayah tahu, setiap pagi saat aku bangun tidur dan pergi ke kamar mandi, aku langsung memikirkan Ayah. Bagaimana tidak, aku selalu dihadapkan dengan sikat gigi merah muda pemberian Ayah yang sangat berkesan untukku. Sebuahmemento untuk peristiwa yang tidak akan terlupakan dalam hidupku. Kecelakaan motor setahun lalu yang membuat satu gigiku patah dan daguku mendapat delapan jahitan.
Ayah tahu, saat kejadian itu aku hanya memikirkan reaksi Ayah dan motorku yang rusak berat. Aku tidak menyadari bahwa daguku tergores cukup dalam dan gigi yang patah. Aku tidak memikirkan kesehatanku sama sekali. Aku takut Ayah akan marah dan tidak membolehkanku membawa motor lagi. Namun saat aku tiba di rumah, Ayah malah membawaku ke rumah sakit dan tidak mempedulikan seberapa parah kerusakan yang kubuat pada motorku. Ayah sama sekali tidak membentak atau memukulku. Dan ketika dokter mengatakan gigiku harus mendapatkan perawatan khusus, Ayah membelikanku sikat gigi untuk gigi sensitif, hari itu juga! Ayah tahu, aku tidak suka warna merah muda, tapi aku mau saja memakainya. Aku tidak akan melupakan saat-saat itu. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku merasakan kekhawatiran Ayah dan menyadari betapa besar aku dicintai.
Ayah tahu, sebagai tenaga medis, aku paham betul bahwa sikat gigi itu harus diganti setiap enam bulan. Tapi aku tidak akan mengganti sikat gigi pemberian Ayah. Mungkin hingga sikat itu rusak dan tidak bisa dipakai. Tapi aku akan tetap menyimpannya. Di hatiku. Bahwa Ayah yang keras dan tidak mau kompromi ternyata mencintaiku dengan sama besarnya seperti Ayah-Ayah temanku yang lain. Mungkin lebih besar, aku bahkan tidak bisa mengukurnya. Mungkin hanya Ayah satu-satunya laki-laki yang memberikan cinta tak berujung padaku. Bahwa tidak satupun yang bisa mengalahkan kepekatan ikatan darah. Aku cinta Ayah juga. Menulis surat ini membuat rasa rinduku kian membuncah hingga ke persendian dan membuaku merasa ngilu.
Ayah, hiduplah seratus tahun lagi, mungkin lebih lama, karena aku ingin terus melihat Ayah dan bersama dengan Ayah selama yang aku inginkan. Aku cinta ayah. Selalu.
  
Sincerely,
Me


No comments:

Post a Comment