Hai, apa kabar kamu. Itu pertanyaan yang sering aku tanyakan. Hm iya, pada diriku sendiri.
 Gila? bukan. Galau? ah, nanti dikira ikut mainstream. Kabar kamu bukan 
mainstream.
Jadi apa kabar? Terakhir aku menerka kabarmu baik baik saja, sibuk 
dengan pekerjaan atau mencari kerja. Terakhir itu adalah saat aku 
memulai menulis ini. Hei, ini adalah surat pertamaku untukmu. Seperti 
surat kebanyakan, apa kabar selalu ada di baris awal. Kamu suka?
Jadi apa kabar? Diriku yang lain menerka kamu sedang ada di luar 
rumah sekarang. Atau di luar kota. Atau luar pulau. Yang jelas jauh 
sekali dari tempatku menulis ini. Kata orang sih jauh di mata dekat di 
hati. Kata lagu juga begitu. Tapi kataku entahlah. Kabarmu saja aku 
tidak tahu.
Jadi apa kabar? Dinding muka buku milikmu tidak bisa menjawabku. Aku 
hanya melihat kamu tersenyum di dalamnya, menyapa dan bercakap dengan 
beberapa orang. Beberapanya aku kenal. Mungkin mereka lebih tahu kabarmu
 dari aku. Au akan coba tanya lain waktu.
Jadi apa kabar? Aku mulai resah setiap aku menanyakan itu. Diriku 
yang lain mulai sering mengkhawatirkanmu. Aku sudah bilang tidak perlu. 
Aku yakin kamu baik-baik saja. Suatu waktu kamu akan bercerita tidak 
hanya kabarmu. Bukan begitu?
Jadi apa kabar kamu? Ah, kalimat ini saking nyantolnya, aku tidak 
tahu bagaimana menghapusnya. Isi suratku jadi terlihat memalukan.
… .
aku sudah lupa ingin menulis apa :| Saat ini aku cuma ingin tahu hal itu. Apa kabar kamu? Semoga aku menerima kabar baik darimu.
… .
:|
… .
:)
dikirim oleh @astridirma 
No comments:
Post a Comment