Memang belum lama aku mengenal dirimu. Aku belum tahu banyak tentang  dirimu. Aku tak tahu apa warna favoritmu. Aku tak tahu apa makanan  kegemaranmu. Aku bahkan tak tahu persis apa saja kesukaanmu. Yang aku  tahu, aku langsung tertarik saat pertama kali berkenalan denganmu dulu.  Pakaianmu sederhana, biasa saja. Kamu pun tak mengenakan makeup berlebih. Tak banyak berbeda dengan penampilan perempuan lainnya yang bekerja di kantor setiap harinya.
Namun ada sesuatu yang membuatku terus memandangmu (meski sambil  malu-malu). Apakah karena wajahmu yang memang menarik? Apakah kacamatamu  yang membuat wajahmu terlihat semakin manis? Ya ya, aku memang mudah  tertarik dengan gadis berkacamata. Biasanya kacamata memang bisa membuat  seseorang yang memang sudah cantik, menjadi terlihat semakin cantik.  Jadi, bisa saja itu yang membuatku tak lepas memandangmu kala kita  pertama dulu bertemu. Namun aku yakin lebih dari itu. Bisa jadi aku  tertarik karena gaya bicaramu. Atau mungkin dari caramu menanggapi  obrolan dengan teman-temanmu. Entahlah…
Pertemuan itu tak lantas membuatku bisa berjumpa terus denganmu di  masa-masa berikutnya. Mungkin memang karena alam semesta yang belum  memberikan kita kesempatan untuk bertemu. Ataukah memang kehendak hatimu  yang mengatur sedemikian rupa, sehingga alam semesta pun bersekutu  untuk membuatku sulit menjumpaimu? Entahlah. Aku hanya bisa berharap  kalau sekali-kali alam semesta mau berbaik hari untuk berpihak pada  diriku.
Karenamu pula, akupun akhirnya menyempatkan diri menonton film klasik  Serendipity. Sepertinya hidup di dunia film itu sungguh menarik.  Seakan-akan alam semesta bisa menunjukkan siapa pasangan hidupmu, kalau  kita pintar membaca tanda-tandanya. Kenyataan di dunia memang bisa  berbeda. Entahlah apakah benar tanda-tanda seperti itu ada? Kalaupun  ada, apakah kita bisa sedemikian mudah mengartikannya?
Mungkin aku orang yang naif. Aku sukar membaca tanda-tanda alam  semesta. Aku tak bisa melihat, apakah kamu adalah jawaban alam semesta  kepada diriku? Aku terlalu polos untuk bisa menemukan tanda-tanda,  apalagi mengartikannya. Mungkinkah kamu mau berbaik hati dan membantuku  mencarinya?
Aku berharap alam semesta akhirnya mau memberikanku kesempatan untuk  bisa mengajakmu berjumpa. Hanya kita berdua saja, tak lebih. Kita  berbicara biasa, santai, sembari menikmati suguhan secangkir kopi hangat  (untukmu saja, sementara aku akan minum cokelat panas) dan  masing-masing sepiring cheese cake. Obrolan seperti yang biasa kita lakukan via chat. Bedanya, kini aku ingin bisa melihatmu tersenyum dan tertawa di hadapanku. Aku pun ingin bisa mendengar suaramu.
Aku berharap di balik hatimu, kamu pun ingin menemukan tanda-tanda  serupa. Kita bisa mencari dan membacanya bersama-sama. Kalaupun alam  semesta akhirnya memang tak membuat kita cocok satu sama lain,  setidaknya aku tahu karena kita sudah berusaha bersama menerjemahkan  tanda-tandanya.
Alam semesta bisa (dan pasti) memberikan kesempatan kepada kita. Tak  inginkah kita memanfaatkannya sebelum kesempatan itu ditariknya kembali?
oleh: @pitra
diambil dari: http://laindunia.media-ide.com
No comments:
Post a Comment