17 January 2012

Kesempatan dari Alam Semesta

Memang belum lama aku mengenal dirimu. Aku belum tahu banyak tentang dirimu. Aku tak tahu apa warna favoritmu. Aku tak tahu apa makanan kegemaranmu. Aku bahkan tak tahu persis apa saja kesukaanmu. Yang aku tahu, aku langsung tertarik saat pertama kali berkenalan denganmu dulu. Pakaianmu sederhana, biasa saja. Kamu pun tak mengenakan makeup berlebih. Tak banyak berbeda dengan penampilan perempuan lainnya yang bekerja di kantor setiap harinya.
Namun ada sesuatu yang membuatku terus memandangmu (meski sambil malu-malu). Apakah karena wajahmu yang memang menarik? Apakah kacamatamu yang membuat wajahmu terlihat semakin manis? Ya ya, aku memang mudah tertarik dengan gadis berkacamata. Biasanya kacamata memang bisa membuat seseorang yang memang sudah cantik, menjadi terlihat semakin cantik. Jadi, bisa saja itu yang membuatku tak lepas memandangmu kala kita pertama dulu bertemu. Namun aku yakin lebih dari itu. Bisa jadi aku tertarik karena gaya bicaramu. Atau mungkin dari caramu menanggapi obrolan dengan teman-temanmu. Entahlah…
Pertemuan itu tak lantas membuatku bisa berjumpa terus denganmu di masa-masa berikutnya. Mungkin memang karena alam semesta yang belum memberikan kita kesempatan untuk bertemu. Ataukah memang kehendak hatimu yang mengatur sedemikian rupa, sehingga alam semesta pun bersekutu untuk membuatku sulit menjumpaimu? Entahlah. Aku hanya bisa berharap kalau sekali-kali alam semesta mau berbaik hari untuk berpihak pada diriku.
Karenamu pula, akupun akhirnya menyempatkan diri menonton film klasik Serendipity. Sepertinya hidup di dunia film itu sungguh menarik. Seakan-akan alam semesta bisa menunjukkan siapa pasangan hidupmu, kalau kita pintar membaca tanda-tandanya. Kenyataan di dunia memang bisa berbeda. Entahlah apakah benar tanda-tanda seperti itu ada? Kalaupun ada, apakah kita bisa sedemikian mudah mengartikannya?
Mungkin aku orang yang naif. Aku sukar membaca tanda-tanda alam semesta. Aku tak bisa melihat, apakah kamu adalah jawaban alam semesta kepada diriku? Aku terlalu polos untuk bisa menemukan tanda-tanda, apalagi mengartikannya. Mungkinkah kamu mau berbaik hati dan membantuku mencarinya?
Aku berharap alam semesta akhirnya mau memberikanku kesempatan untuk bisa mengajakmu berjumpa. Hanya kita berdua saja, tak lebih. Kita berbicara biasa, santai, sembari menikmati suguhan secangkir kopi hangat (untukmu saja, sementara aku akan minum cokelat panas) dan masing-masing sepiring cheese cake. Obrolan seperti yang biasa kita lakukan via chat. Bedanya, kini aku ingin bisa melihatmu tersenyum dan tertawa di hadapanku. Aku pun ingin bisa mendengar suaramu.
Aku berharap di balik hatimu, kamu pun ingin menemukan tanda-tanda serupa. Kita bisa mencari dan membacanya bersama-sama. Kalaupun alam semesta akhirnya memang tak membuat kita cocok satu sama lain, setidaknya aku tahu karena kita sudah berusaha bersama menerjemahkan tanda-tandanya.
Alam semesta bisa (dan pasti) memberikan kesempatan kepada kita. Tak inginkah kita memanfaatkannya sebelum kesempatan itu ditariknya kembali?

oleh: @pitra
diambil dari: http://laindunia.media-ide.com

No comments:

Post a Comment