16 January 2012

Lembayung Senja, Kembali Pulang

Ini adalah kelanjutan dari surat cinta Kepada Lembayung Senja

Bi’ Sum begitu kami memanggilnya 32 tahun bekerja untuk keluargaku, setiap malam aku selalu duduk di belakang sambil mendengar dia bercerita tentang kehidupannya dulu di Desa. Untuk umurnya yang 60an, sudah hal yang lumrah kalo kadang dia selalu mengulang cerita yang sama.

Dia buta huruf, karena tidak mengenyam yang namanya pendidikan sejak ia kecil. Dan ini, akan aku tuliskan surat cinta kepada seseorang yang pernah ada dihatinya. Yang sering ia ceritkan padaku.

Kepada Lembayung Senja yang perlahan sudah memudar,

32 tahun sudah aku berada di ibukota ini. Sedikit demi sedikit, aku mulai terbiasa tidak lagi menghirup udara segar. Tak ada satupun sudut di kota ini yang mampu membuatku seakan-akan berada di rumah. Di kota inilah aku mulai merasa membangun hatiku kembali. Rindu yang dulu sering menyakitiku diam-diam, sekarang malah mati diantara kata-kataku sendiri yang tak pernah aku ucapkan padamu.

Usiaku sudah mulai renta, aku sudah tak sanggup lagi melakukan banyak hal. Aku rasa, 32 adalah angka yang cukup. Sembari surat ini ditulis, aku mungkin sudah di jalan pulang menujumu.

Aku tau, pasti tak akan ada sambutan. Hangat yang aku harap hanyalah nanti. Saat aku menatap nisanmu.

Kamu sudah tidak lagi menjadi tujuanku untuk kembali. Aku mungkin memang terlalu mencintaimu, sampai aku terlalu naïf untuk merelakanmu menikahi sahabat baikku.

Selesai sudah perantauanku. Selesai bersama lembayung senja yang mulai memudar dibalik sayu mataku. Kini aku hanya akan menunggu semesta mengembalikan jasadku pada yang maha kuasa.

Aku tidak pernah menyesal pernah meninggalkanmu, yang aku sesali hanyalah, setengah umur hidupku harus aku lalui tanpa melihat senyummu lagi.

Aku akan kembali, makammu adalah tujuannya, bukan untuk menangisimu tapi untuk mengubur rindu-rinduku yang tak pernah aku ucapkan.

Sumiarti Ajeng



Oleh:

Diambil dari: http://heykila.tumblr.com

No comments:

Post a Comment