16 January 2012

Sepasang Malaikatku

Untukmu, Ayah dan Ibu.

Rasa-rasanya bukan suatu hal yg berlebihan jika surat untukmu ini kuberi judul demikian. Ayah, Ibu, kalian malaikatku. Malaikat yg beberapa saat sebelum aku menulis surat ini kulihat telah terlelap di kamar. Kalian pasti lelah setelah seharian memperjuangkan kebahagiaan kami, anak-anakmu, untuk hari ini dan masa yg akan datang.
Tidurlah Ayah, tidurlah Ibu. Semoga lelahmu lekas menguap bersama malam, lalu mengembun di dedaunan esok hari.

Kira-kira, apa kata yg pantas kusematkan kepadamu yg telah menjadi perantara hadirnya aku di dunia ini sekaligus pembimbing hidupku, jika bukan malaikat?
Siapa lagi yg bisa menerbangkanku ke depan gerbang pintu surga dan membukakannya untukku, jika bukan malaikat sepertimu?
Bahkan aku yakin, malaikat pun pasti akan merasa tak pantas menyandang nama malaikat jika tau aku menyebut orang-orang hebat sepertimu sebagai malaikatku.

Ayah. Ibu.
Ini anakmu, yg sedang ingin menintakan cintanya kepadamu.
Ya, aku tau kalian pasti tak akan mengetahui apa yg kulakukan ini. Biarlah. Aku hanya ingin menceritakan kebanggaanku atas kalian kepada para penghuni dunia maya yg teramat luas ini, yg bahkan belum kuketahui batasnya. Biar mereka tau, bahwa aku punya Ayah dan Ibu sehebat kalian.

Ayahku sayang.
Yg berkumis lebat tapi selalu tersungging senyum ramah. Yg rambutnya mulai ditumbuhi banyak uban. Yg garis-garis keriput di wajahnya mulai nampak. Yg galak tapi juga humoris.
Kau ikhlas melelahkan ragamu yg mulai merenta, pun melelehkan keringat di sekujur tubuhmu. Semua itu kau lakukan hanya demi menebus senyum bahagia kedua anakmu.
Kau didik kami dengan keras namun penuh kasih sayang. Ucapan terima kasih berkali-kali pun tak akan cukup untuk membalas semua itu. Sungguh, aku mengidolakanmu.

Ayah, suaramu pertegas pejuanganku. Begitu kata Lyla dalam lagunya. Dan aku termasuk salah satu orang yg mengamininya. Kau tak pernah lelah memberiku asupan nasehat dan semangat dengan suara berat yg khas darimu. Mengobarkan semangat, mengaburkan ragu dan jenuhku. Terlebih setiap kali kau mengantarku yg hendak menuntut ilmu di perantauan. Tatapan matamu selalu meneguhkanku, meski aku tau sebenarnya kau juga berat melepasku.
Sungguh, ingin sekali aku menjadi sepertimu.

Ibuku tercinta.
Yg telah mengajarkanku memakai baju, memasang tali sepatu, menyisir rambut, dan segala hal yg sebelumnya aku tak bisa. Yg selalu bangun pagi menyiapkan sarapan untukku. Yg setia merawatku saat sehat maupun sakit. Yg dengan bangga bercerita tentang prestasi dan kenakalanku kepada teman dan tetangga. Yg matanya selalu berkaca-kaca setiap melepasku di stasiun, mencemaskanku perantauanku, dan menungguku pulang dalam bait-bait doa.
Aku sayang Ibu.

Jauh di relung kalbuku sebenarnya aku menyimpan kerinduan yg mendalam akan lakumu memanjakanku. Suapanmu, ciumanmu, belaianmu, timanganmu, pelukanmu. Aku rindu menjadi kanak-kanak. Rela aku menanggalkan remajaku sejenak.
Hanya saja aku malu. Sebab seiring bertambahnya usia kita, diam-diam sang waktu telah lancang mengikis kedekatan kita. Tapi aku yakin, keakraban itu bukan sirna, hanya tak kasat mata.

Ayah. Ibu.
Anakmu yg telah 21 tahun kau ajarkan makna kehidupan ini ingin sekali meminta maaf. Maaf jika sampai saat ini aku masih belum mampu menjadi anak seperti yg kalian harap. Maaf jika sampai saat ini aku masih belum mampu membahagiakanmu dan membuatmu bangga, sebangga aku memiliki malaikat seperti kalian.

Terakhir. Hanya sebait doa untuk kalian malaikatku, yg lirih kulafalkan sembari menuliskan surat ini dan setiap harinya kuulang berkali-kali.
Ayah. Ibu. Terima kasih. Beri aku kepercayaan, akan kuperjuangkan bahagiamu, akan kupertanggungjawabkan kebangganmu padaku.

Dariku, sulungmu.
.
.
.
ps : terima kasih kepada playlist yg menemaniku menulis surat ini (Melly G - Bunda ; Lyla - Baik di sini ; Revolvere Project - Apologia untuk sebuah nama ; Iwan Fals - Ibu ; Ada Band ft Gita Gutawa - Terbaik untukmu ; Black Stobe Cherry - Things that my father said)



Oleh:

Diambil dari: http://perekamgumam.tumblr.com

No comments:

Post a Comment