16 January 2012

Monalisa yang Hilang

“Hai! Apa kabar kamu di sana? Kuharap baik-baik saja.”

Begitulah baris pertama surat cinta yang harusnya aku berikan padamu empat tahun yang lalu. Kamu jangan marah dulu dan membuang surat ini sebelum membacanya sampai huruf terakhir. Karena di dalam surat ini, kamu akan menemukan alasan yang akan membuatmu mengerti bagaimana perasaanku padamu sebenarnya.

Aku mengenalmu dari kelas 3 SD, kamu menyamar sebagai murid pindahan dari Kupang, tapi aku tak percaya, karena aku yakin kamu sebenarnya malaikat yang akan menjagaku sampai akhir. Bagaimana tidak, kita duduk sebangku sampai kelas 6 SD, satu sekolah waktu SMP walau tak sekelas, dan rumahku dan rumahmu hanya berjarak 3 rumah. Jangan mengelak lagi, aku sudah tahu dari awal.

Seiring berjalannya waktu, aku merasa makin terikat padamu, tapi aku tak keberatan, karena kehadiranmu yang selalu kutunggu. Lalu kamu menghilang selama beberapa bulan, tak ada kabar. Ku tunggu setiap pagi agar kita bisa berangkat ke sekolah seperti biasa, kamu tak datang. Ku datangi rumahmu, tak ada orang. Bahkan aku sampai mendatangi ruang administrasi sekolah, menanyakan kabarmu, apakah kamu pindah sekolah, tapi sama saja, tak ada informasi. Padahal di hari kamu menghilang, kuselipkan surat cinta di laci mejamu.

Itu semua tak menyurutkan harapanku untuk selalu menunggumu. Sampai surat darimu datang, tanggal pembuatannya sama dengan surat cinta yang aku letakkan di laci mejamu. Sayangnya suratmu bukan surat cinta. Kamu pamit. Tiga bulan setelah kamu menelantarkan surat cintaku sampai usang.

Setiap sore yang cerah, kita naik ke atap rumahku, menebak bentuk awan sambil berkhayal bisa menaikinya dan menjadi yang tertinggi di antara manusia. Aku iri padamu, karena kamu sudah mendahuluiku menaiki awan. Dulu memang aku yang menunggumu, sekarang kamu yang harus menungguku, aku akan menyusulmu suatu hari nanti!

Dari: Kolektor kenangan yang kamu tinggalkan


dikirim oleh @aramochis

No comments:

Post a Comment