Untuk lelakiku yang sedang berbahagia,
Apa kabarmu? Apa kabarnya? Kalian baik saja? Semoga tidak (aku harap). 
Aku jahat? Tidak, kamu yang melebihi jahatku, jangan melebih-lebihkan apa yang kukatakan.
Sudah lama sekali sejak kita terakhir kali saling bertegur sapa dan  melempar senyum. Ah, dulu itu dunia sedang indah indahnya karena kamu  masih bersedia mencintaiku. Tapi kini, sudah ada wanita itu yang (demi  Tuhan aku tidak pernah cemburu padanya) sekarang telah tertambat di  hatimu (semoga hanya untuk waktu yang singkat).
Aku mencintaimu, lelakiku. Aku mencintai guratan-guratan senyum  sumringah pada bibir merah merekahmu tiap kali kamu mendengar suatu  lawakan lucu. Aku mencintai bagaimana kumis tebal itu menutupi bagian  atas bibirmu yang membuatmu jadi terlihat lebih gagah dan jantan dari  pria manapun seumuranmu. Aku suka semuanya. 
Aku mencintaimu, tanpa tapi atau kenapa. Jangan pernah tanyakan itu  padaku karena aku pasti hanya akan tersenyum dalam sunyi sebagai  balasannya. 
Aku mencintaimu, lelakiku yang sempurna.
Aku mencintai bagaimana saat kedua bola mata cokelat itu beradu  pandang denganku (semoga kau juga mencintaiku saat bola mataku bertemu  dengan jiwamu, pandanganmu) tiap kali kita sedang asyik berbincang kala  itu. 
Kita sering sekali tertawa dan membicarakan topik-topik menyenangkan  untuk diperdebatkan. Aku tahu aku tak mahir dalam berdebat, aku pasti  mudah kamu kalahkan. Tapi kalau itu bisa membuatmu senang, kalah puluhan  ribu kali pun aku tetap jalani. 
Kamu, laki-laki yang (masih) selalu aku rindukan tiap malam. Dulu  kamu sering sekali menemaniku sampai larut malam tiba, bahkan pagi. Saat  itu biasanya aku terbangun dari tidurku dan tak mampu kembali tertidur.  Saat itu kamu dengan senang hati menemaniku dengan menelepon atau hanya  sekadar berbincang lewat kata-kata menggunakan telepon genggam. Bahkan  terkadang, kamu tidak tidur sama sekali demi menunggu aku terbangun dari  tidurku. Aku seringkali setengah kesal padamu karena mengabaikan  kesehatanmu seperti itu. Tapi di sisi lain, aku juga senang saat kamu  menungguiku dengan setia. 
Aku merindukan bagaimana lucunya wajahmu saat aku mengajarimu  bagaimana caranya bermain gitar, (sesuatu hal yang kebetulan aku kuasai)  bagaimana gemasnya raut wajahmu saat kamu sedang berpikir keras mau  dibawa kemana lagi jari jemari jenjangmu untuk pindah ke kunci yang  selanjutnya.
Betapa juga aku sangat mengingat dan menyukai senyum lebar yang ikut  muncul bersamaan dengan kata-kata “Kita jadian.” Dari mulutmu sebagai  jawaban dari pertanyaannku yang menanyakan padamu, “Jadi maunya apa?”  Saat kita berdua berada di depan terminal kala itu. Betapa romantisnya  kita dulu.
Aku merindukan bagaimana dulu aku begitu terbiasa memotret sosokmu  dengan kamera telepon genggamku. Aku juga rindu melihatmu bergaya saat  aku sedang mengambil rekaman video tentangmu.
Apa kau ingat satu video spesial yang waktu itu sempat kau buatkan  khusus untukku? Ya, saat kamu mengatakan bahwa kamu sayang padaku  sementara aku merekam semua momen itu dengan sangat sempurna. Terkadang  bila aku merindukanmu, aku suka melihat ulang rekaman tersebut sebelum  akhirnya wajahku terasa memanas lalu kemudian reflek tersenyum lebar  saking bahagianya (bohong, sebenarnya tiap kali aku melihat video itu  aku selalu menangis sambil menyesali kenapa kita harus berakhir). 
Ah, jodohku yang sedang bersama perempuan baru (yang sumpah demi  Tuhan tidak pernah aku cemburui keberadaannya) yang tidak mampu  mencintaimu sama seperti caraku mencintaimu. 
Kapan kamu kembali? Aku merindukanmu, selalu.
oleh: @reammapu  
diambil dari: http://reammapu.wordpress.com
No comments:
Post a Comment