16 January 2012

Menikahlah denganku, Senja


Selamat dini hari , Senja.
Engkau mungkin sedang terlelap sekarang ataupun sedang jalan-jalan di belahan bumi seberang. Seharusnya aku mengirim surat kepadamu setiap hari , ketika kau absen mengunjungi langit-langit kami . Mungkin aku adalah salah satu dari semua orang yang mengagumimu kemudian memutuskan untuk menjadi pemuja paruh waktu . Karena engkau begitu langka , memujamu menjadi hal yang begitu istimewa.
Kemarin, aku melihatmu buru-buru pulang ke Rumah Matahari . Ketika hujan datang meluruhkan segala kesal yang menguap pada dinding bumi . Iya, hari ini ia datang dengan senyum yang berbeda dan begitu tergesa-gesa . Ketika segerombolan preman hitam menghardiknya untuk segera pulang .
Aku selalu marah kepada hujan , ketika ia dan kawan-kawannya menghadangmu di ujung gang . Ketika mereka merusak acara soremu pada cuaca cerah—berawan itu . Waktu itu kau keluar sendirian dengan mengendarai sepeda tua. Memakai gaun biru langit motif polkadot warna oranye . Ahh kau cantik sekali , aku jatuh cinta berkali-kali . Kepada semburat cahaya yang merona dari gaunmu yang selalu mempesona . Sayang sekali hujan selalu meradang , ketika melihatmu berdandan . Ia pasti cemburu . Pasti.
Akhir-akhir ini , kau jarang sekali bermain bersama sore . Tidakkah kau tau bahwa aku sedang menunggumu ? Aku juga ingin ikut . Jujur saja , kau takut dengan hujan kan ? dia memang jahat , apalagi ketika kumisnya tumbuh dengan lebat . Ahh dia lebih mirip dengan bahadur di film Ayat-Ayat Cinta.
Begini saja , jika kau takut . Menikahlah denganku senja . Setelah itu tidak akan ku biarkan hujan menyentuh taman bermainmu .
Tahukah engkau betapa banyak rinduku yang tumpah bersama hujan ? Ketika engkau mulai menghilang pada sore yang kuinginkan. Aku lelah senja , jika harus menunggumu begitu lama dan kau hadir hanya seketika. Menebarkan cahaya dari balik kaca kemudian pulang dalam jangka waktu yang cukup lama. Terkadang aku lelah menunggumu , hingga putus asa . Tak jarang juga aku begitu marah kepada langit , berteriak dengan sengit . Aku berteriak dengan keras , lalu ia pun menghujaniku dengan deras . Beberapakali aku juga mencoba jatuh cinta kepada lampu kota. Tapi rasanya tidak sama , ketenangan yang dihasilkan pun berbeda. 
Aku mencintaimu senja , mencintaimu (juga) tanpa tapi .
Ketika esok engkau datang lagi untuk memperlihatkan gaun barumu , aku ingin segera mendekapmu dengan erat dan tidak akan ku lepaskan sebelum aku benar-benar terlelap. Hari ini mataku benar-benar menatap penuh harap . Aku mohon , datanglah ketika rinduku benar-benar mengerang . Jangan biarkan aku di rundung kesedihan karena risau untuk menunggu kau menyapa lewat sebuah siluet balik kaca .
Esok , jika kau takut dengan hujan . Aku akan menjemputmu di Rumah Matahari pada pukul 4 sore . Ingat, jangan berdandan terlalu lama karena banyak yang menunggumu di luar sana. Aku juga berjanji akan mengantarmu pulang ke peraduan . Lalu pamit dengan matahari, berharap ia besok tetap hadir lagi.
(photo oleh saya . Sabah, Agustus 2011. )

Oleh --@ndoidi

No comments:

Post a Comment