16 January 2012

Senyuman Mata Tetangga

Untuk kamu,


lelaki pemilik mata teduh di kamar seberang


Cempaka, itu nama saya. Dan kamu, Theo. Betul, kan? Maaf sebelumnya, saya kurang pintar berbasa-basi, jadi maklum jika tidak ada sapaan sebasi:
“Hai, apa kabar? Nama kamu siapa? Kenalkan, nama saya..blablabla..”

Oke, ada kemungkinan sekitar 38 persen kamu tersenyum setelah membaca kalimat pembuka surat saya diatas. Oh sebentar, sekarang naik jadi 53,478 persen setelah kamu membaca kalimat saya barusan. Hahahaa :p

“Theo, Theo, Theo.”

Pernahkah kamu sedetik saja mendengar suara hati saya memanggil-manggil kamu sebegitu kencang?

Theo, saya ingin sekaliiii saja kamu menengok jika saya memanggil kamu berkali-kali seperti itu. Saya memang panggil kamu dalam hati, tapi mata saya dengan begitu serakah memanggil kamu dari balik tirai kamar. Mata saya yang dengan begitu tak sopan mengikuti gerak-gerik kamu setiap kali kamu pulang kuliah, pulang dari kosan temanmu dan tak jarang saat kamu pulang setelah bermalam minggu dengan wanitamu.

Theo, siapa yang harus saya salahkan jika saya bisa mendadak mabuk saat lihat mata kamu menatap mata saya? Mabuk yang seumpama mabuk janda, lagu kesukaan Pak Romli, satpam kosan kita. Mabuk yang seumpama anak ABG polos saat pertama kali coba-coba duduk ditemani beberapa botol topi miring.

Betul, Theo. Mata kamu itu memabukkan. Tak heran, kamu selalu keluar kamar dengan rambut masih berantakan sambil berusaha mengunyah potongan roti tawar yang nyelip di bibirmu. Mungkinkah kamu juga mabuk jika lihat pantulan mata teduh itu dalam cermin kamarmu, sehingga untuk sekadar bercermin dan merapikan rambut pun enggan? :)

“Theo, Theo, Theo.”

Saat ini kamu sedang berbicara di telepon sambil membuka sepatumu. Saya bisa lihat kamu dari balik tirai kamar. Lagi-lagi saya memperhatikan kamu, memanggil mata teduh kamu untuk membalas panggilan mata saya yang begitu sepi, kosong.

Dan Theo, tiba-tiba saya lihat mata teduh itu berpaling kearah saya. Langsung menembus mata saya yang sedari tadi teriakkan nama kamu. Tapi momen itu hanya berlangsung sepersekian detik. Kemudian kamu melengos masuk ke dalam kamar.

Hhhh… Theo, andai saja kamu mau membalas panggilan mata saya lebih lama. Andai saja kamu mau mendatangi kamar saya dan mengajak saya berkenalan. Andai saja kamu tahu kalau sudah ratusan tahun saya mencari mata seteduh mata kamu yang memabukkan itu.

Dan Theo, andai saja kamu bisa lihat saya yang selalu mengawasi kamu dari balik tirai di kamar tak bernomor. Memperhatikan mata teduh kamu yang seringkali terlihat heran menatap kamar saya yang memang seharusnya tak berpenghuni.

Dari saya,

Cempaka di kamar seberang.



Oleh:
Diambil dari: http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com

No comments:

Post a Comment